Sukses

Jokowi Cari Oseltamivir dan Favipiravir di Apotek tapi Tak Ada, Obat Apa Itu?

Jokowi sidak ke sebuah apotek di Kota Bogor untuk mencari obat terapi COVID-19. Ada Oseltamivir dan Fapiravir. Obat untuk apa itu?

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) blusukan ke sebuah apotek di Kota Bogor, Jawa Barat pada Jumat, 23 Juli 2021. Di Apotek Villa Duta, Jokowi menanyakan ketersediaan beberapa jenis obat dan vitamin. Namun, sayang, banyak yang tidak ada.

"Saya mau cari obat antivirus Oseltamivir," kata Jokowi ke petugas apotek.

Namun, petugas apotek tersebut mengatakan Oseltamivir kosong alias tidak tersedia. Baik pada jenis yang generik maupun yang paten.

"Terus, saya cari ke mana kalau mau cari?" tanya Jokowi lagi.

Petugas apotek mengatakan pihaknya sudah berusaha mencari tapi tidak juga mendapatkan obat tersebut.

"Kalau yang ini Favipiravir?" tanya Jokowi lagi. Sayang, stok obat tersebut juga kosong di apotek itu.

Dua obat yang ditanyakan Jokowi ke petugas apotek itu masuk dalam obat terapi pada pasien COVID-19.

 

Simak Video Berikut

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Oseltamivir

Dalam Revisi Protokol Tatalaksana COVID-19 dari 5 Organisasi Profesi disebutkan bahwa Oseltamivir adalah obat antiviral yang digunakan untuk pengobatan dan pencegahan infeksi influenza tipe A dan B.

Obat ini bekerja dengan menghambat neuromidase yang dibutuhkan oleh virus influenza untuk merilis virus-virus baru di akhir proses replikasi.

Oseltamivir diberikan secara empiris pada masa awal pandemi COVID-19 karena sulitnya membedakan gejala pasien COVID-19 dan pasien yang terinfeksi virus influenza.

Walaupun cukup aman, tapi penggunaan Oseltamivir bagi pasien COVID-19 sejatinya bukan pilihan yang tepat. Pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr apt Zullies Ikawati mengatakan Oseltamivir tidak cocok digunakan untuk COVID-19, sebab Oseltamivir adalah penghambat enzim neuroaminidase.Enzim tersebut memang ada dalam virus influeza, tetapi tidak ada dalam SARSCov-2, virus penyebab COVID-19.

Di awal pandemi, karena pengetahuan mengenai COVID-19 ini belum cukup memadai, para ahli masih belum bisa memastikan apakah COVID-19 ini termasuk jenis flu atau bukan.

Seiring perkembangan penyakit, kemudian diketahui bahwa COVID-19 bukan jenis flu. Oleh karena itu, dalam panduan terapi terbaru, oseltamivir hanya diberikan bila ditemukan gejala koinfeksi dengan influenza.

‘’Jadi menurut saya Oseltamivir masih relatif aman untuk digunakan, jika memang ada indikasi untuk menggunakan,’’ tegas Zullies.

Saat ini, oseltamivir dapat ditambahkan pada kondisi di mana pasien dengan COVID-19 dan diduga terinfeksi virus influenza dengan dosis 2 kali 75 miligram.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pihaknya masih mengkaji revisi dari kelima organisasi profesi terkait protokol tatalaksana COVID-19 soal obat Oseltamivir.

"Belum ya (Oseltamivir dan Azithromycin ditarik). Kami sudah menerima rekomendasi, tetapi masih didiskusikan lebih lanjut," kata Nadia melalui pesan singkat yang diterima Health Liputan6.com, Selasa (20/7/2021).

Kemenkes pun masih menggunakan pedoman yang sebelumnya. Hingga saat ini, belum ada perubahan revisi penggunaan kedua obat untuk terapi pasien COVID-19.

"Sementara ini, masih menggunakan pedoman yang sebelumnya ya," lanjut Siti Nadia Tarmizi.

Pada usulan rekomendasi revisi dari 5 organisasi profesi dokter tertulis, Oseltamivir hanya direkomendasikan untuk pasien COVID-19 yang diduga terinfeksi virus influenza.

3 dari 4 halaman

Fapiravir, Obat COVID-19 yang Sudah Dapat EUA BPOM

Fapiravir merupakan salah satu obat yang sudah mendapat emergency use authorization (EUA) untuk COVID-19 dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejak 3 September 2020.

BPOM menyebut dalam keterangan pers pada 5 Oktober 2020 bahwa Favipiravir adalah obat untuk pasien COVID-19 derajat ringan dan sedang yang dirawat di rumah sakit.

Fapiravir bekerja dengan mekanisme menghambat RNA-dependent RNA polymerase pada sel virus. Hal ini membuat replikasi virus penyebab COVID-19 bakal terganggu. Kajian farmakoterapi dari Perhimpunan Dokter Spesialis Farmakologi dan Klinik Indonesia (PERDAFKI), Favipiravir relatif aman tapi perlu dihindari pada ibu hamil.

4 dari 4 halaman

Infografis Meroketnya Harga Obat dan Asupan Covid-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.