Sukses

Salah Kaprah tentang Tes Swab Mandiri, Ini yang Dilakukan Warga Awam di Bandung

Tim Puskesmas Terpadu dan Juara (PUSPA) di Jawa Barat melaporkan kejadian tak biasa terkait tes swab COVID-19 beberapa minggu terakhir.

Liputan6.com, Jawa Barat - Tim Puskesmas Terpadu dan Juara (PUSPA) di Jawa Barat melaporkan kejadian tak biasa terkait tes swab COVID-19 beberapa minggu terakhir.

Kejadian tersebut berupa warga yang melakukan tes swab sendiri tanpa dibantu tenaga ahli seperti perawat atau pihak laboratorium. Hal ini diduga terjadi karena warga salah kaprah tentang swab mandiri.

Menurut penuturan Tim PUSPA Puskesmas Dago, Bandung, Priska Natasya, suatu ketika datang keluarga bergejala seperti COVID-19 ke Puskesmas Dago. Keluarga tersebut memperlihatkan gejala serupa flu (influenza like illness/ILI), sesuai ketentuan, mereka perlu masuk ke poli ILI.

Berdasarkan anamnesa dokter, diputuskan keluarga tersebut perlu melaksanakan tes swab lantaran berstatus suspek.

Saat dokter hendak melaksanakan swab, tiba-tiba sang pasien mengeluarkan alat antigen bertanda positif. Salah satu anggota keluarga itu lantas mengklaim mereka telah laksanakan swab antigen mandiri, namun ketika dokter menanya surat resmi laboratorium, mereka tidak sanggup menjawab.

“Tes swab mandiri, bagi keluarga itu, dan mungkin keluarga lain, bukanlah tes berbayar di laboratorium, melainkan sekadar pelaksanaan tes swab antigen dengan pemahaman dan kemampuan pribadi,” kata Priska mengutip keterangan pers CISDI, Rabu (21/7/2021).

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bukan Sekali

Kejadian seperti ini tidak hanya dialami satu kali oleh Priska dan rekan-rekannya.

“Kami telah beberapa kali mengalami hal serupa. Sebelum keluarga itu, datang seorang bapak ke puskesmas. Ia mengaku hilang indra penciuman, sulit merasakan makanan, sempat demam, dan merasa pegal-pegal selama tiga hari ke belakang,” kata Priska.

Hasil antigennya di puskesmas ketika itu menunjukkan positif. Sang bapak tak lantas percaya dengan hasil, “kok bisa, ya? Tadi pagi saya coba tes hasilnya negatif,” ujarnya terkejut.

Bapak itu pun mengaku melaksanakan tes antigen sendiri dengan alat yang dibeli di toko daring dan pengetahuan yang didapat dari menonton tutorial YouTube.

“Kendati tren ini mulai lazim, tenaga kesehatan seperti kami kerap bingung mengamatinya. Pemeriksaan dengan metode swab antigen, betapapun terlihat sederhana, membutuhkan kehadiran tenaga kesehatan yang kompeten untuk hasilkan simpulan yang valid.”

3 dari 4 halaman

Tidak Dianjurkan

Di antara beragam metode tes, swab antigen memang menjadi primadona. Pelaksanaan yang terlihat "mudah" dan hasil yang cepat keluar menjadi dasar popularitasnya, lanjut Priska.

Kendati demikian, metode ini tak serta-merta dianjurkan untuk dilakukan orang awam, apalagi mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan kesehatan.

Telah menjadi rahasia umum, pelaksanaan swab antigen oleh masyarakat awam memiliki tingkat akurasi rendah. Prosedur swab antigen dilaksanakan dengan mendorong tangkai pengambil spesimen ke nasofaring atau bagian atas tenggorokan.

Tangkai pengambil diputar selama 15 detik hingga sampel lendir menempel dengan baik. Jika metode ini dilakukan masyarakat awam, bisa saja tangkai pengambil hanya mencapai rongga hidung, bukan nasofaring.

Dampaknya, hasil uji kemungkinan menampilkan tanda negatif, walau pasien mungkin terinfeksi dan bergejala berat.

Di sisi lain, ada potensi ‘kecelakaan’ ketika awam melakukan swab antigen. Tenaga kesehatan terlatih memerhatikan betul detail pemeriksaan, seperti struktur hidung pasien.

Tidak jarang ditemui pasien dengan struktur hidung bengkok dan rongga yang sempit. Jika pengambil sampel tidak memahami hal ini, pasien bisa alami sakit luar biasa.

“Perlu dipahami juga, hidung merupakan bagian tubuh yang sensitif terhadap benda asing. Selalu ada kemungkinan seorang pasien bersin ketika tangkai swab antigen masuk ke dalam rongga hidung.”

Jika pasien bersin dan tangkai pengambil sampel patah, bisa terjadi pendarahan hebat. Dan jika pengambil sampel tidak cukup kompeten, hal tersebut mampu sebabkan pendarahan lebih serius. Pasalnya, pendarahan pada hidung mampu sebabkan rasa panik berlebihan hingga sesak napas.

“Dengan demikian, pelaksanaan swab antigen tanpa pemahaman ilmu kesehatan sangat tidak dianjurkan,” tutup Priska.

4 dari 4 halaman

Infografis 13 Mal di Jakarta Fasilitasi Vaksinasi COVID-19 per Juni 2021

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.