Sukses

HEADLINE: Urgensi Vaksin Berbayar vs Kebutuhan Vaksin Gratis untuk Seluruh Rakyat

Presiden Jokowi pada akhir 2020 mengatakan vaksin COVID-19 gratis untuk semua. Mengapa kini ada vaksin berbayar untuk tiap individu yang sanggup membayarnya?

Liputan6.com, Jakarta Pagi-pagi, antrean sudah terlihat di depan Klinik Kimia Farma Sukoharjo, Jawa Tengah yang berada di kawasan Alun-Alun Satya Negara. Tak berapa lama petugas datang, dan mereka yang antre terpaksa gigit jari ketika disampaikan bahwa program Vaksinasi Gotong Royong Individu atau vaksinasi berbayar COVID-19 urung dilaksanakan hari itu, Senin, 12 Juli 2021.

Salah satu yang antre, Erna (40) menempuh jarak jauh dari kabupaten yang berbeda. Ia merasa kecewa lantaran gagal melaksanakan vaksinasi berbayar.

"Saya datang ke sini jauh-jauh dari Klaten mau menanyakan soal vaksinasi mandiri. Informasi dari media massa kan hari ini, tapi ternyata belum bisa," katanya mengutip Solopos.

Rencananya vaksinasi berbayar memang dimulai pada 12 Juli 2021. Pelaksanaan vaksinasi individu ini dilakukan oleh cucu usaha PT Kimia Farma Tbk., yaitu PT Kimia Farma Diagnostika (KFD).

Di tahap awal kegiatan ini dilakukan di 8 Klinik Kimia Farma yang ada di Jawa dan Bali. Namun, sejak Minggu malam sudah berhembus desas-desus bahwa ada penundaan dalam vaksinasi berbayar tersebut.

Baru pada Senin pagi secara resmi Kimia Farma menyatakan vaksinasi yang perlu merogoh kocek total Rp880 ribu untuk dua kali dosis Sinopharm dan biaya pelayanan itu ditunda.

"Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai hari Senin 12 Juli 2021 akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya," kata Sekretaris Kimia Farma Ganti Winarno Putro dalam pernyataan tertulis yang diterima Liputan6.com.

Ganti mengungkapkan ada beberapa faktor yang membuat manajemen menunda pelaksanaan vaksinasi berbayar.

"Besarnya animo serta banyaknya pertanyaan yang masuk membuat Manajemen memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi Vaksinasi Gotong Royong Individu serta pengaturan pendaftaran calon peserta," lanjutnya.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Vaksinasi Berbayar adalah Opsi

Program vaksinasi COVID-19 di Indonesia berjalan pada 13 Januari 2021. Pelaksanannya menggunakan vaksin gratis dari pemerintah.

Setelah itu, beberapa perusahaan swasta turut berperan serta, maka hadirlah vaksinasi Gotong Royong. Di sini perusahaan swasta melakukan program vaksinasi COVID-19 tanpa perlu karyawannya membayar alias gratis. Program ini mulai dijalankan pada pertengahan Mei 2021.

Kemudian terjadi perubahan aturan. Datang Peraturan Menteri Kesehatan No. 19 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Permenkes No. 10/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19 yang terbit pada 5 Juli 2021. Di dalamnya termasuk mengenai Vaksinasi Gotong Royong Individu alias vaksinasi berbayar.

Di tengah riuh rendah isu vaksinasi berbayar, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin angkat bicara. Ia menegaskan bahwa program ini adalah opsi dalam vaksinasi COVID-19.

"Apakah masyarakat bisa mengambil atau tidak, prinsipnya pemerintah membuka opsi yang luas, bagi masyarakat yang ingin mengambil Vaksin Gotong Royong baik melalui perusahaan maupun melalui individu," kata Menkes pada Senin, 12 Juli 2021. 

Menurut Budi, diperluasnya Vaksinasi Gotong Royong untuk individu, dikarenakan adanya pengusaha-pengusaha yang sudah melakukan kegiatannya, tetapi belum mendapatkan akses ke Vaksin Gotong Royong Kadin.

"Jadi ada beberapa misalnya perusahaan-perusahaan pribadi, atau perusahaan kecil, itu juga mereka mau mendapatkan akses ke vaksin gotong royong tapi belum bisa masuk melalui programnya Kadin, itu dibuka," kata Menkes.

Lebih lanjut, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dokter Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan bahwa kehadiran program vaksinasi berbayar COVID-19 merupakan masukan dari masyarakat.

"Seiring lonjakan kasus yang terjadi saat ini, kami memperoleh banyak masukan dari masyarakat untuk mempercepat vaksinasi melalui jalur individu," kata Nadia dalam pesan teks ke Liputan6.com pada Senin, 12 Juli 2021. 

Meski ada vaksinasi berbayar, vaksinasi COVID-19 dari pemerintah yang gratis bakal terus berjalan.

"Vaksinasi Gotong Royong Individu ini tidak wajib dan juga tidak akan menghilangkan hak masyarakat untuk memperoleh vaksin gratis melalui program vaksinasi pemerintah," kata Nadia.

"Dari sisi pelaksanaan, Vaksinasi Gotong Royong individu tidak akan mengganggu vaksinasi program pemerintah," lanjut wanita yang juga menjabat Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes itu.

 

3 dari 7 halaman

Target Vaksinasi COVID-19

Pemerintah menyebut vaksinasi berbayar ini merupakan salah satu langkah untuk mempercepat program vaksinasi COVID-19. Sehingga tercipta kekebalan kelompok atau herd immunity

Untuk mencapai kekebalan kelompok maka 70 persen atau 181,5 juta penduduk Indonesia mesti divaksin COVID-19. Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan hingga akhir 2021 bakal ada 441 juta dosis vaksin COVID-19 di Indonesia. Jumlah vaksin yang ada hingga akhir tahun ini bisa memenuhi target vaksinasi COVID-19.

"Target vaksinasi kita 181,5 juta (orang) atau 363 juta dosis. Jadi, harusnya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan vaksinasi kita," kata Budi saat konferensi pers daring pada 9 Juli 2021.

Budi mengakui bahwa data kedatangan vaksin bisa berubah karena ada ketidakpastian dari sisi suplai. Namun, jika melihat dari segi akumulasi bisa menerima 441 juta. "Makin banyak vaksin yang datang, kita bisa menyuntikan ini ke rakyat kita dengan lebih cepat".

Hingga Senin, 12 Juli 2021, sudah 15.036.468 orang yang mendapatkan vaksin COVID-19 dosis lengkap. Angka ini memang masih jauh dari target.

Lalu, berapa jumlah vaksin Sinopharm untuk program vaksinasi berbayar? Kimia Farma sudah menyediakan 1,5 juta dosis.

“Saat ini untuk Vaksin Gotong Royong baru Sinopharm jenisnya dan sudah masuk 500.000 batch I dan satu juta batch II, jadi total 1,5 juta,” kata Plt Direktur Utama Kimia Farma Diagnostika Agus Chandra dalam konferensi pers daring.

4 dari 7 halaman

Vaksinasi Gotong Royong Tak Gunakan APBN

Menteri BUMN Erick Thohir memastikan Vaksinasi Gotong Royong, baik bagi badan usaha maupun individu, sesuai kebijakan vaksinasi yang telah ditetapkan pemerintah.

Erick menjelaskan, semua vaksin yang digunakan dalam program Vaksinasi Gotong Royong, baik untuk badan usaha atau lembaga yang saat ini sudah berjalan maupun untuk individu, tidak menggunakan vaksin yang berasal dari vaksin yang sudah dialokasikan untuk program vaksinasi pemerintah.

"Tidak juga menggunakan vaksin yang berasal dari sumbangan ataupun hibah dari kerjasama bilateral dan multilateral, seperti hibah dari UAE dan yang melalui GAVI/COVAX,” ujar dia. 

Vaksinasi Gotong Royong Individu sendiri merupakan perluasan dari program Vaksinasi Gotong Royong yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 19 tahun 2021 yang disahkan per 5 Juli 2021 ini merupakan perubahan kedua dari Peraturan Menteri Kesehatan No. 10 tahun 2021, untuk memberikan opsi pilihan atau opsi yang lebih luas ke masyarakat dalam pelaksanaan vaksinasi.

Ia juga menyatakan bahwa seluruh pendanaan Vaksinasi Gotong Royong, baik untuk badan usaha maupun individu, tidak pernah menggunakan APBN.

“Pengadaan Vaksinasi Gotong Royong menggunakan keuangan korporasi maupun pinjaman korporasi yang dilakukan oleh holding farmasi BUMN. Sama sekali tidak menggunakan dana dari APBN. Sementara, biaya vaksinasi Gotong Royong Individu menggunakan kewajaran harga vaksinasi yang akan dikaji oleh BPKP.” kata Erick.

Menteri Erick menekankan pentingnya saling gotong royong dalam kondisi PPKM Darurat ini. Menurutnya, Vaksinasi Gotong Royong untuk individu merupakan dukungan untuk percepatan vaksinasi guna mencapai Herd Immunity, dan menyelamatkan jiwa.

"Masyarakat pun kini memiliki opsi tambahan untuk mengakses vaksinasi. Ini salah satu bentuk gotong royong yang bisa dilakukan masyarakat di momen penuh tantangan ini.” tutur dia. 

Ia menambahkan hasil rapat koordinasi pada Senin 12 Juli 2021 sore, salah satunya menyepakati hal baru terkait penerima Vaksinasi Gotong Royong untuk Individu.

Semua penerima Vaksinasi Gotong Royong Individu harus dinaungi badan usaha atau lembaga tempat ia bekerja. Tentu data yang akan digunakan adalah data badan usaha atau lembaga yang telah terdaftar untuk Vaksinasi Gotong Royong melalui Kadin, dan divalidasi oleh Kementerian Kesehatan. Hal ini akan dirinci lebih lanjut dalam sosialisasi Vaksinasi Gotong Royong Individu,” pungkasnya.

5 dari 7 halaman

Tuai Pro Kontra

Kehadiran Vaksinasi Gotong Royong Individu menimbulkan pro kontra di banyak pihak. Ada yang mendukung program ini tapi tidak sedikit pula yang berharap program ini dipikirkan ulang.

Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai, Vaksinasi Gotong Royong adalah bentuk partisipasi sebagian komponen bangsa yang ingin membantu pemerintah dalam mempercepat target pemerintah mencapai kekebalan komunal.

"Muncul aspirasi sebagai upaya percepatan vaksin, khususnya di kalangan korporasi, swasta dan individu yang mampu secara ekonomi, dibuka ruang bergotong royong vaksin sendiri, dengan biaya sendiri, sekaligus sebagai bentuk gotong royong guna meringkankan beban pemerintah," kata Hasto dalam keterangan pers diterima, Senin (12/7/2021).

Namun kritikan juga hadir dari beberapa pihak. Terlebih ada yang mengingatkan kembali perihal ucapan Presiden Joko Widodo pada akhir 2020. Saat itu, Jokowi mengatakan bahwa vaksin COVID-19 adalah gratis untuk masyarakat Indonesia.

"Setelah menerima banyak masukan dari masyarakat dan setelah melakukan kalkulasi ulang, melakukan perhitungan ulang mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin COVID-19 untuk masyarakat adalah gratis. Sekali lagi gratis, tidak dikenakan biaya sama sekali," kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (16/12/2020).

Sebelum muncul pernyataan ini, pemerintah sempat menyatakan tidak menanggung semua biaya vaksin COVID-19

Kritikan datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) yang menilai program tersebut sepantasnya dibatalkan.

“Tetiba menyeruak adanya Vaksin Gotong Royong yang berbayar, yang dijual di apotek-apotek tertentu. Vaksin berbayar itu tidak etis di tengah pandemi yang sedang mengganas. Karena itu, vaksin berbayar harus ditolak,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi.

Kebijakan vaksin berbayar itu menurutnya akan menambah jumlah masyarakat yang semula enggan vaksin menjadi lebih malas lagi untuk menerima vaksinasi COVID-19. Dan hal itu akan menjauhkan target herd immunity.

Hal senada juga disampaikan epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono. Ia turut mengajak masyarakat untuk menggalang dukungan menolak adanya skema vaksin berbayar yang terkesan memunculkan komersialisasi di dalamnya.

"Regulasi yang membuka peluang komersialisasi vaksin harus dikoreksi. Hapus konsep Vaksin Gotong-royong! Jangan lupa tandatangan petisi," tulis pandu lewat akun Twitter-nya yang dibarengi dengan tautan link petisi.

Kekhawatiran munculnya komersialisasi vaksin juga diutarakan Sekretaris Fraksi PPP DPR Achmad Baidowi. Langkah Kimia Farma bertujuan membantu mensukseskan target vaksinasi 1 juta orang per hari. Namun sayangnya, rencana itu dalam situasi yang mana bisa ditafsirkan sebaliknya.

"Masalahnya ini bisa ditafsirkan bagian dari memanfaatkan situasi, masalahnya juga ada di masyarakat yang menganggap tidak penting vaksin bahkan menghindari karena takut," lanjut Baidowi.

Kritik keras juga dilayangkan Wakil Ketua F-PKS DPR RI Mulyanto. Menurut dia, dalam kondisi darurat pemerintah seharusnya dapat menyediakan layanan gratis kepada semua masyarakat. Bukan malah menambah beban masyarakat.

"Secara prinsip vaksinasi adalah tanggung-jawab pemerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pemerintah tidak boleh lepas dari tanggung-jawab tersebut," kata Mulyanto.

6 dari 7 halaman

Vaksinasi COVID-19 Berbayar di Negara Lain Lebih Murah

Sebelum Indonesia, ada India dan Singapura yang mengizinkan vaksin COVID-19 berbayar. Bedanya, vaksin berbayar itu dilakukan swasta, bukan dijual perusahaan negara seperti Kimia Farma.

Bila vaksinasi berbayar di Indonesia berjalan, harga yang dipatok yakni Rp880 ribu untuk vaksin dan pelayanan. Ongkos tersebut melebihi harga vaksin di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jepang, Korea Selatan, Norwegia, Finlandia, Prancis, Singapura dan Jerman. 

Berdasarkan informasi Kementerian Kesehatan Singapura, tiap klinik itu dilarang meminta bayaran untuk vaksin sebab vaksinnya disediakan pemerintah. Akan tetapi, warga perlu membayar uang administrasi klinik. 

Biaya administrasi itu antara 10 dolar Singapura (Rp107 ribu) hingga 25 dolar Singapura (Rp267 ribu). Warga juga bisa mendapat uang pengganti dari pemerintah jika memilih vaksin itu akibat alergi vaksin Pfizer dan Moderna. 

Pada April 2021, Taiwan juga sempat menyediakan vaksin berbayar bagi warga yang ingin ke luar negeri. Batas harga vaksin per dosis adalah 600 dolar Taiwan (Rp310 ribu). Program ini disuspens pada Mei lalu, demikian laporan Focus Taiwan.

Sementara India juga mengizinkan rumah sakit swasta memberikan vaksin berbayar. Namun, pemerintah membatasi harga vaksin-vaksin itu. Harga termahal yakni Covaxin seharga 1.410 rupee (Rp274 ribu).

7 dari 7 halaman

Fakta Vaksin Sinopharm vs Sinovac

Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa dalam pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong Individu hanya akan menggunakan vaksin Sinopharm. 

"Sementara, vaksin pemerintah akan menggunakan vaksin merek Sinovac, AstraZeneca, Pfizer, dan Novavax," kata Nadia lewat pesan singkat.

Vaksin Sinopharm merupakan salah satu vaksin yang secara ilmiah terbukti keamanannya. Badan Pengawas Obat dan Makeanan (BPOM) RI sudah memberikan izin penggunaan darurat vaksin ini di Indonesia pada 29 April 2021. 

BPOM menyebut vaksin ini menunjukkan efikasi atau kemanjuran sebesar 78,02 persen. Efikasi ini berarti dalam uji klinik berarti terjadi penurunan 78,02 persen kasus penyakit pada kelompok yang divaksinasi dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksinasi (atau plasebo).

Selain itu, hasil pengukuran imunogenisitasnya setelah 14 hari penyuntikan dosis kedua menunjukkan seropositive rate (persentase subjek yang terbentuk antibodi) netralisasi adalah 99,52 persen pada orang dewasa dan 100 persen pada lansia.

Keamanan vaksin dapat ditoleransi dengan baik dan frekuensi kejadian masing-masing efek samping tersebut adalah 0,01 persen atau terkategori sangat jarang, serta pada usia di atas 60 tahun tidak ada laporan efek samping lokal grade 3.

Sebelumnya, vaksin ini telah menjalani uji klinik fase 3 di Uni Emirat Arab dan beberapa negara lainnya dengan 42.000 subjek uji.

Dari hasil uji klinik tersebut, Badan POM bersama tim ahli dalam Komite Nasional Penilai Vaksin COVID-19, ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization), dan para klinisi terkait lainnya menyimpulkan vaksin tersebut memberikan profil keamanan dan efikasi yang baik.

“Indikasi yang disetujui adalah untuk membentuk antibodi, yang dapat memberi kekebalan untuk melawan virus SARS CoV-2 dan mencegah COVID-19 pada orang dewasa di atas 18 tahun dengan pemberian 2 dosis pada durasi 21-28 hari,” imbuh Nadia.

Sementarai itu, untuk Vaksin Sinovac yang paling banyak dipakai dalam program vaksinasi COVID-19 di Indonesia memiliki efikasi sebesar 65,3 persen. Vaksin ini mendapat izin penggunaan darurat dari BPOM pada 11 Januari 2021. 

Berdasarkan data uji klinik di Bandung serta mempertimbangkan uji klinik di Brasil dan Turki, BPOM menyebut vaksin COVID-19 CoronaVac aman dengan efek samping ringan hingga sedang.

Frekunesi efek samping derajat berat hanya sekitar 0,1 sampai satu persen. Efek samping tersebut tidak berbahaya bisa pulih kembali.

Untuk imunogenisitasnya, 14 hari sesudah penyuntikan dengan hasil seropositif atau kemampuan vaksin dalam membentuk antibodi sebesar 99,74 persen. Tiga bulan setelah penyuntikan 99,23 persen. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.