Sukses

Karantina dan Isolasi untuk COVID-19 Berbeda, Ini Penjelasan Dokter Reisa

Meski mirip, namun isolasi dan karantina untuk COVID-19 memiliki perbedaan dari sisi tujuan dan waktu pelaksanaan

Liputan6.com, Jakarta - Karantina dan isolasi merupakan salah satu strategi yang dilakukan dalam mencegah penularan COVID-19 di Tanah Air. Meski mirip, namun ternyata adanya perbedaan dari dua hal tersebut.

Hal itu seperti dijelaskan oleh dokter Reisa Broto Asmoro, Juru Bicara Penanganan COVID-19 dalam siaran Radio Kesehatan Kementerian Kesehatan bertajuk Tata Cara Isolasi Mandiri yang Tepat, dikutip Kamis (24/6/2021)

Menurut Reisa, karantina adalah "upaya untuk memisahkan individu yang sehat atau belum memiliki gejala penyakit COVID-19, atau punya riwayat kontak dengan konfirmasi positif."

Selain itu, karantina juga dilakukan bagi mereka yang memiliki riwayat bepergian ke wilayah yang sudah terjadi transmisi lokal, misalnya dari negara lain ke Indonesia.

Sementara, menurut Reisa, isolasi mandiri dapat diartikan sebagai upaya untuk memisahkan individu yang sudah sakit.

"Jadi kalau dia sudah terkonfirmasi positif oleh COVID-19, sudah ada gejala juga, supaya dia tidak menularkan ke keluarga dan orang-orang di sekitarnya, ke lingkungan, ke masyarakat,"

Reisa mengatakan, seseorang yang dinyatakan positif COVID-19 harus melakukan isolasi mandiri agar tidak terjadi penularan ke orang-orang di sekitarnya.

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Isolasi

Reisa menambahkan, dari sisi durasi, karantina dan isolasi juga memiliki perbedaan lama waktu pelaksanaan.

Ia mengatakan, berdasarkan pedoman COVID-19 revisi kelima Kementerian Kesehatan, isolasi mandiri dilakukan minimal 10 hari, baik pada mereka yang bergejala atau tanpa gejala.

Mengutip laman Satgas COVID-19, covid19.go.id, kriteria selesai isolasi dan sembuh pada pasien terkonfirmasi menggunakan gejala sebagai patokan utama:

  1. Pada kasus terkonfirmasi yang tidak bergejala (asimtomatik), isolasi dilakukan selama sekurang-kurangnya 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
  2. Pada kasus terkonfirmasi yang bergejala, isolasi dilakukan selama 10 hari sejak muncul gejala ditambah dengan sekurang-kurangnya 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan. Sehingga, untuk kasus-kasus yang mengalami gejala selama 10 hari atau kurang harus menjalani isolasi selama 13 hari

 

3 dari 4 halaman

Karantina

"Kalau untuk karantina berbeda lagi," kata Reisa. "Misalnya dia bepergian dari luar negeri ke Indonesia, saat ini updatenya adalah karantina lima hari."

Apabila seseorang sudah menyelesaikan waktu karantina, maka ia akan menjalani lagi pemeriksaan COVID-19, dan jika dinyatakan negatif, maka dia diperbolehkan keluar dari karantina dan melanjutkan kegiatannya.

Dalam laman Satgas COVID-19, apabila tes lanjutan menunjukkan orang yang dikarantina positif virus corona, maka dia harus melanjutkannya dengan isolasi.

Menurut Reisa, karantina dilakukan sebagai tindakan berjaga-jaga dari penularan COVID-19, meskipun biasanya mereka yang bepergian ke Indonesia sudah menjalani tes terlebih dahulu.

"Tapi untuk lebih pasti, sampai ke sini, tes lagi, karantina 5 hari, menuju hari kelima dites lagi, hasilnya keluar negatif, baru boleh keluar ke wilayah yang dia tuju."

 

4 dari 4 halaman

Infografis 6 Tips Isolasi Mandiri di Rumah

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.