Sukses

Persiapan Belajar Tatap Muka, KPAI Dorong Sekolah Sediakan Ruang Isolasi Sementara

Bila ditemukan kasus COVID-19 saat sekolah tatap muka harus cepat ditangani

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong agar sekolah-sekolah yang mau melakukan proses belajar tatap muka secara terbatas, untuk menyediakan ruang isolasi sementara bagi anak yang memiliki gejala diduga COVID-19.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengungkapkan bahwa dalam draf standar operasional yang mereka garap, anak yang datang ke sekolah akan diminta cuci tangan dan diukur suhu tubuhnya.

"Misalnya pas diukur suhunya di atas 37,3, anak ini maka tidak boleh masuk dulu. Dia ditempatkanlah di ruang isolasi sementara," kata Retno dalam konferensi pers virtual pada Minggu (6/6/2021).

Menurut Retno, berdasarkan peninjauan mereka, masih banyak sekolah yang menetapkan ruang UKS (Usaha Kesehatan Sekolah). Dia tidak merekomendasikan penggunaan ruang UKS sebagai ruang isolasi sementara.

"Justru harus berada di dekat pintu gerbang. Karena anak ini tidak boleh dulu masuk dulu lingkungan sekolah. Karena kalau dia positif dan sempat masuk, lebih bisa penyebaran terjadi," ujarnya.

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Wawancara Riwayat

Retno menambahkan, ruang isolasi sementara di sekolah juga tidak harus menggunakan tempat tidur, tetapi tersedia tempat duduk dan dibuat nyaman.

"Di situ pihak sekolah bertanya, tentu yang bertanya harus mengenakan APD. Kemudian akan ditanyakan riwayat, 'apakah habis jalan-jalan sama orangtua?' kalau iya kemana, kapan, keluar kota, berapa lama. Itu ditanyakan dulu," katanya.

Lalu, sekolah pun bisa menghubungi orangtua serta fasilitas kesehatan terdekat yang sudah secara resmi bekerja sama dengan mereka.

"Jadi apakah fasilitas kesehatan yang menjemput atau sekolah yang mengantar itu soal teknis, tetapi pasti akan ada penanganan di sana. Jadi biar diserahkan ke tenaga kesehatan," kata Retno.

Menurut Retno, dengan wawancara riwayat yang dilakukan sebelumnya, maka puskesmas atau faskes bisa dengan lebih mudah untuk melakukan penelusuran.

"Kalau misalnya menunjukkan gejala, sudah demam, pilek, atau batuk, ini berarti sudah betul-betul ada pelibatan. Tentu ini akan lebih cepat penanganannya jika terjadi," kata Retno.

3 dari 4 halaman

MoU dengan Fasilitas Kesehatan

Retno pun juga mengatakan bahwa penting bagi sekolah untuk memiliki nota kesepahaman atau momerandum of understanding (MoU) dengan fasilitas kesehatan terdekat.

Dia mengungkapkan bahwa adanya MoU juga jadi salah satu yang mereka nilai dalam pengawasan persiapan sekolah tatap muka di tahun 2021.

"MoU ini dengan puskesmas terdekat. Kalau tidak ada puskesmas, di beberapa daerah menggunakan klinik terdekat. Walaupun itu swasta yang penting ada MoU," katanya.

Menurutnya kerja sama secara resmi ini memudahkan sekolah dan tenaga kesehatan untuk bertindak apabila ditemukan suatu kasus terkait COVID-19.

"MoU dengan puskesmas menjadi sangat penting. Karena kalau ada positif atau situasi darurat, puskesmas ikut bertanggung jawab. Ini kemudian bisa di-tracing. Sementara tentu sekolah (tatap muka) tidak bisa dilanjutkan," kata Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati.

4 dari 4 halaman

Infografis 10 Jurus Cegah Klaster Sekolah Tatap Muka

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.