Sukses

Peringati Hari Kartini, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo Sebut Angka Kematian Ibu dan Bayi Harus Diturunkan

Jadi penyebab meninggalnya Kartini, angka kematian ibu dan bayi harus diturunkan.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam suasana peringatan Hari Kartini, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menceritakan, wafatnya Raden Ajeng Kartini yang masih berusia muda. Kartini meninggal empat hari setelah melahirkan putra pertamanya.

"Kalau kita mengenang perjuangan dan jasa Ibu Kartini, Raden Ajeng Kartini, maka apa yang beliau perjuangkan sampai hari ini masih banyak yang belum terwujud," tutur Hasto saat dialog Peran Kartini Indonesia di Era Milenial, Kamis (22/4/2021).

"Saya boleh cerita sedikit, ketika Raden Ajeng kartini selalu menyuarakan agar perempuan diberikan pendidikan dan pengajaran supaya kehidupannya akan lebih sejahtera dan bahagia. Hari ini kita masih boleh bersedih karena apa yang dialami Raden Ajeng Kartini meninggal pada usia 24 tahun."

Bagi Hasto, wafatnya Kartini termasuk usia yang masih sangat muda. Penyebab kematian RA Kartini kemungkinan penyakit preeklampsia. Kondisi berupa komplikasi kehamilan berpotensi berbahaya yang ditandai dengan tekanan darah tinggi.

"Kemudian sebab meninggalnya sangat menyedihkan, karena (berkaitan) proses reproduksi, yakni kehamilan dan persalinan. Dari beberapa catatan menunjukkan bahwa ada kemungkinan itu adalah penyakit preeklamsia dengan tekanan darah yang tinggi dan kaki yang bengkak," Hasto menceritakan.

"Lalu proses persalinan bisa berdarah dan kejang, akhirnya membawa kematian. Itulah perjuangan Raden Ajeng Kartini yang meninggal dengan masalah keperempuanannya di tengah-tengah dia berjuang untuk perempuan itu sendiri."

Simak Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Turunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi juga Stunting

Dari kisah RA Kartini, Hasto Wardoyo menambahkan, angka kematian ibu di Indonesia harus diturunkan. Saat ini, kematian ibu masih 305 per 100000 kelahiran hidup dan kematian bayi sekitar 24 per 1.000.

"Angka kematian ibu dan bayi menjadi tolok ukur derajat kesehatan sebuah bangsa. Maka, sudah selayaknya marilah kita meneruskan perjuangan Raden Ajeng kartini," tambahnya.

"Kemudian kita bisa menurunkan angka kematian ibu, kematian bayi melalui pendidikan dan pengajaran terkait dengan masalah kesehatan reproduksi juga seksualitas kepada remaja, perempuan, dan keluarga."

Satu hal yang menjadi catatan, lanjut Hasto, ketika proses kehamilan terjadi, kenapa angka kematian ibu dan bayi tinggi? Ini karena anemia, kekurangan zat besi saat remaja dan kehamilan. Saat ibu hamil masih anemi, masalah kehamilan ternyata menghasilkan produk kehamilan tidak sempurna, salah satunya stunting.

"Kita bersedih, hasil Riset Kesehatan Dasar 2018 masih menunjukkan, angka stunting atau angka bayi lahir berbakat stunting terhadap panjang badan tidak sampai 48 cm sesuai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tapi masih 22,6 persen. Cukup besar angka," lanjutnya.

"Setelah kita urus dalam bentuk ASI eksklusif dan pemberian makanan tambahan setelah usia 6 bulan, ternyata angka 22,6 persen bukan turun. tapi masih naik 23,24 persen. Artinya, kita sudah menyuguhkan bayi yang lahir yang ukurannya di bawah standar."

Selanjutnya, setelah bayi usia 1.000 hari kehidupan pertama sebagai kesempatan terakhir untuk bisa hidup dengan bekal otak yang cerdas, sebagai batas akhir di 1.000 hari kehidupannya, tepat usia 24 bulan, ternyata di antara bayi ada yang menjadi stunting.

"Hasil Riset Kesehatan Dasar yang semula lahir 22,6 persen menjadi angka 37 persen. Itu menunjukkan kita masih ada kegagalan dalam memberikan makanan tambahan kepada bayi-bayi yang lahir," pungkas Hasto.

Angka stunting pada 2019 sudah turun menjadi 27 persen, tetapi prediksi para ahli dengan adanya pandemi COVID-19, maka ada peluang naik."

3 dari 3 halaman

Infografis Ayo Jaga dan Tingkatkan Imunitas Tubuh

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.