Sukses

Ketahui Tentang Migrain, Lebih Dari Sekadar Sakit Kepala Biasa

Migrain dan sakit kepala merupakan dua hal yang tak sama tapi saling berkaitan

Liputan6.com, Jakarta - Tidak sedikit yang menganggap migrain sebagai sakit kepala biasa yang terjadi pada sebagian wilayah kepala saja. Namun, migrain ternyata lebih dari itu.

Penanganan yang tepat untuk membantu penderitanya meredakan rasa sakit akibat migrain masih belum banyak diketahui. Selain itu, pengobatan terhadap penyakit ini juga masih menggunakan obat-obatan yang bukan dikhususkan untuk meredakan migrain.

Fakta temuan ahli syaraf, Dr Andrew Charles, mengatakan sulit untuk membedakan migrain dengan sakit kepala lain.

“Migrain mengakibatkan berbagai gejala seperti mual, aktivitas yang membutuhkan keseimbangan, perubahan suasana hati, beberapa orang merasakan pusing dan beberapa lainnya kehilangan penglihatan,” kata Charles dikutip dari Healthline pada Rabu, 24 Februari 2021.

“Bukan hanya sakit kepala atau seberapa besar rasa sakit kepala itu, tetapi gejala lain yang ditimbulkan bersamaan dengan rasa sakit juga menentukan,” dia menambahkan.

Gejala lain yang timbul bersamaan dengan migrain sangat menggangu bahkan melemahkan penderitanya. Sehingga, Charles mendefinisikan migrain sebagai kecacatan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia,“Dalam Studi GBD (Global Burden of Disease), yang diperbarui pada 2013, ditemukan bahwa migrain masuk dalam penyebab ke-enam tertinggi dari berkurangnya usia karena kecacatan mental maupun fisik yang disebabkan oleh penyakit. Migrain juga menempati urutan ke-tiga tertinggi dari beberapa gangguan sakit kepala.". 

Psikolog kesehatan, Dawn C. Buse, PhD, menyetujui temuan tersebut. Dia telah mencatat bahwa jutaan orang Amerika saat ini hidup dengan migrain. 

Sakit kepala adalah hal umum yang dialami semua orang, sehingga banyak orang tidak memahami seseorang yang menderita migrain, mereka beranggapan bahwa migrain sama dengan sakit kepala pasa umumnya. Tidak banyak yang menyadari dampak ekstrim yang ditimbulkan dari migrain, yakni melibatkan gejala selain nyeri kepala,” kata Buse.

Melalui penelitiannya, Buse melakukan studi epidemiologi terhadap ribuan orang sekaligus dan menganalisanya satu persatu.

“Kami melihat bagaimana migrain memengaruhi semua segi kehidupan, mulai dari karier, pendidikan, keluarga, pengasuhan anak, kencan dan seks, kebahagiaan, keuangan, kesehatan, hingga keseluruhan kehidupan, migrain memiliki dampak negatif pada semua aspek tersebut. Migrain juga dapat mempersulit seseorang mencapai tujuannya,” Kata Buse.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pengobatan untuk Migrain

Walaupun Charles mengatakan bahwa obat sumatriptan (Imitrex) dapat membantu meredakan rasa sakit ketika migrain menyerang, tapi masih dibutuhkan obat-obatan tambahan lain seperti anti-inflamasi atau anti-mual.

“Sampai saat ini, kami tidak memiliki obat untuk mencegah migrain, kami menggunakan obat-obatan seperti beta-blocker, antidepresan, dan obat anti kejang, jadi pada dasarnya pengobatan untuk migrain masih menggunakan obat untuk mengurangi gejala lain yang muncul,” kata Charles.

Namun, setelah bertahun-tahun melakukan penelitian, hal ini akhirnya berubah.

“Kami telah melihat beberapa manfaat dari terapi pencegahan khusus untuk migrain, dan yang paling menarik adalah antibodi monoklonal yang menargetkan molekul CGRP,” katanya. 

“Untuk beberapa pasien, ini benar-benar obat yang efektif mengubah hidup untuk menghentikan serangan migrain," Charles menambahkan.

 

3 dari 3 halaman

Bagi Penderita Migrain Lain

Bagi penderita migrain lain yang tidak dapat menghentikan serangan migrain melalui terapi ini, mereka masih merasakan manfaatnya. 

“Apa yang kami temukan sekarang didasarkan pada cara kerja pengobatannya juga memiliki potensi untuk mengembangkan antibodi lainnya atau sebagai terapi khusus yang lebih efektif,” katanya.

“Selama berkarier saya telah mencari pengobatan untuk migrain selama lebih dari 25 tahun, belum pernah saya mendengar kata-kata, ‘Hidup saya telah berubah’ seperti yang saya alami setahun terakhir ini.” Charles melanjutkan.

Dia lalu menambahkan,“Ini adalah harapan besar bagi pasien, juga bagi penyedia layanan kesehatan yang dapat menawarkan terapi khusus untuk pasien penderita migrain.”

Buse setuju akan penjelasan tersebut. Dia memberikan perawatan klinis kepada orang-orang dengan migrain melalui teknik biobehavioral seperti terapi perilaku kognitif, citra visual terpandu, biofeedback, dan pelatihan kesadaran.

“Seseorang dengan migrain memiliki sistem saraf yang sangat sensitif dan sistem saraf mereka dapat dipengaruhi oleh hal-hal internal seperti hormon atau kurang tidur atau stres emosional, serta faktor eksternal seperti waktu musim panas, terbang di ketinggian, atau perubahan cuaca," kata Buse.

Menurutnya semua teknik ini dapat membantu menenangkan sistem saraf.

Penulis : Rissa Sugiarti

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini