Sukses

Pandemi COVID-19 Pengaruhi Perkembangan Sosial Balita?

Sejak pandemi COVID-19 dan belajar menjadi via daring, tempat bermain dan tempat penitipan anak ditutup, ia pun selalu di rumah bersama orang tua dan saudaranya, setiap hari.

Liputan6.com, Jakarta - Sebelum pandemi COVID-19, mungkin balita Anda sangat baik dalam bersosialisasi, dapat membaur dengan mudah dengan teman sebayanya maupun beda usia, bermain bersama, tertawa bersama, atau bahkan kadang tak terhindar dari perselisihan saking akrabnya.

Namun, sejak pandemi COVID-19 dan belajar menjadi via daring, tempat bermain dan tempat penitipan anak ditutup, ia pun selalu di rumah bersama orangtua dan saudaranya, setiap hari.

Jika remaja dan dewasa bersusah payah menyesuaikan diri dengan ritme baru kehidupan, Anda mungkin khawatir pada kehidupan sosial anak yang menjalani lebih dari sepertiga hidupnya hanya bersama keluarga. Sementara di rumah pun, mungkin para orang tua dan saudaranya memiliki kesibukan tersendiri.

Namun, secara keseluruhan, para ahli sebenarnya tidak terlalu mengkhawatirkan balita, seperti dikutip Huffington Post. 

Meskipun banyak bukti telah muncul bahwa pandemi COVID-19 telah merusak kesehatan mental dan perkembangan emosional banyak anak. Berdasarkan survei sampai 60% remaja yang mengeluh kesepian hingga data federal yang mengungkapkan masalah kesehatan mental melonjak hingga 24% pada anak usia 5 sampai 11 tahun yang dilarikan ke IGD.

Bahkan, pakar parenting, Aubrey Hargis mengaku khawatirkan perkembangan anak-anak yang terpengaruh pandemi COVID-19, meskipun bukan balita yang ia khawatirkan. Karena menurutnya, balita hanya butuh berada di lingkungan yang nyaman dan aman dan benar-benar diasuh.

Jika kebutuhan tersebut terpenuhi (yang bagi sebagian besar orang merasa sulit mengabulkannya selama pandemi), maka balita Anda akan baik-baik saja, katanya. Sementara lockdown ataupun jarak sosial tidak akan terlalu memengaruhi mereka.

“Semua hal yang dibutuhkan balita untuk berkembang kemungkinan masih ada: mainan atau benda lain untuk dimainkan, beberapa furnitur untuk dipanjat, mempelajari cara memakai kaus kaki, mencoba bumbu dapur untuk merangsang lidah mereka, dan orang dewasa atau saudara untuk berbincang dengannya untuk mengembangkan keterampilan bahasa reseptif dan ekspresif,” kata Hargis.

 

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sosialisasi bagi balita tidak seperti yang dibayangkan oleh banyak orang tua

Menurut ahli balita usia 1, 2 dan 3 tahun lebih banyak berkembang melalui permainan untuk usia mereka tidak terlalu butuh banyak teman.

“Pada usia ini, balita umumnya terlibat dalam 'permainan paralel' daripada 'permainan kooperatif,'” jelas Hargis.

Maksudnya, Anda mungkin menemukan balita Anda tengah akur bermain dengan sahabatnya. Namun jika Anda perhatikan, mereka hanya bermain dengan mainan masing-masing secara berdampingan, daripada bekerja sama memecahkan masalah.

“Bermain paralel adalah sesuatu yang dilakukan orang tua dengan balita mereka secara naluriah. Tidak perlu khawatir tentang kurangnya interaksi teman pada usia ini,” jelasnya.

Itulah salah satu alasan mengapa studi pada umumnya tidak mendukung gagasan bahwa program prasekolah memiliki jenis manfaat sosial, emosional, dan pendidikan yang mendalam. Melainkan yang terpenting dalam mendampingi perkembangan mereka dengan memberikan pengasuhan yang aman dan dapat mereka andalkan. Karena itu, merekapun lebih mudah diajari untuk hal-hal seperti layanan kesehatan, makanan, dan sebagainya.

Jadi, meskipun merawat anak-anak selama satu tahun lockdown itu melelahkan, para orang tua tetap harus memberi perhatian khusus pada kebutuhan balitanya.

“Saya pikir orang tua meremehkan seberapa banyak yang dapat mereka lakukan dengan anak-anak mereka di rumah,” kata seorang psikolog klinis, Becky Kennedy, yang berbasis di New York City.

Selama masa ini, orang tua juga perlu menjauhkan diri dari stres

Penelitian selama puluhan tahun menunjukkan bahwa stres dan depresi orang tua dapat menghambat perkembangan emosi dan perilaku anak. Jadi meskipun umumnya para ahli tidak khawatir balita akan kehilangan tahap perkembangan mereka, yang dikhawatirkan justru orang tua bisa tidak sengaja mentransfer ketakutan dan kecemasan untuk balita mereka. Seperti yang dikatakan Kennedy, "Anak-anak kecil benar-benar memperhatikan dan memahami perasaan semua orang, dan stres semua orang".

Namun bukan berarti orang tua harus menyembunyikan stres dan emosi mereka dari anak-anak mereka yang masih kecil. Justru jika ada, mereka harus lebih terbuka. Ia juga meyakinkan para orang tua untuk mencari bantuan apabila memang dibutuhkan.

3 dari 3 halaman

Gim Berbahaya

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.