Sukses

Cerita Keluarga Pasien COVID-19 yang Kesulitan Dapat Rumah Sakit

Sepenggal cerita Rere dan Ekky yang berjuang mendapatkan rumah sakit rujukan COVID-19 untuk keluarganya

Liputan6.com, Jakarta - Kesulitan mendapatkan rumah sakit saat ada anggota keluarga yang terkena COVID-19 dialami Rere Sarwono, 38 tahun. Kejadian ini menimpa suami tercinta, Rizki, 42 tahun, di penghujung 2020.

Pada Minggu, 20 Desember 2020, Rere, Rizki, dan si Kecil menjalani swab test antigen sebagai syarat terbang ke Bali. Rencana menikmati malam pergantian tahun di Pulau Dewata sudah tersusun rapi sejak jauh-jauh hari.

Namun, hasil tes cepat yang menunjukkan bahwa Rizki reaktif, rencana berlibur pun dibatalkan.

Mereka sekeluarga langsung melakukan swab test PCR keesokan harinya. Setelah H+24 jam menunggu dengan penuh harap, hasil pemeriksaan keluar, dan Rizki dinyatakan positif COVID-19.

Rere bercerita bahwa awalnya Rizki adalah pasien COVID-19 berstatus Orang Tanpa Gejala (OTG). Namun, kondisi Rizki perlahan-lahan menurun. Dia drop. Semua terjadi begitu cepat.

"Drop di tanggal 22 itu (tidak lama setelah hasil swab keluar). Which is itu cepat banget," kata Rere saat berbincang dengan Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Senin malam, 25 Januari 2021.

"Suami saya juga punya komorbid, diabetes dan asma, jadi, makin drop. Begitu panik, gulanya (ikutan) tinggi," Rere menambahkan.

Pada Rabu, 23 Desember 2020, Rere yang seharusnya melakukan karantina di rumah bersama si Kecil, turun tangan langsung mencari rumah sakit agar suaminya cepat mendapatkan pertolongan.

"Dia duduk di belakang, saya yang jadi supir. Saya pakai masker berlapis-lapis, saya antar ke rumah sakit," ujarnya.

Bermodalkan surat hasil swab test PCR yang menyatakan Rizki positif COVID-19, Rere mendatangi satu per satu rumah sakit, tapi nihil, semuanya penuh.

"Saya ke Rumah Sakit UI, penuh. Telepon-telepon rumah sakit lain juga penuh, jadi mending datangin satu-satu," kata Rere.

Saat itu demam melanda Rizki. Suhu tubuhnya mencapai 39 derajat Celcius, plus batuk-batuk.

 

Simak Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Banting Stir Cari Rumah Sakit yang Menerima Pasien COVID-19

Dari RSUI, Rere banting stir ke Rumah Sakit Mayapada. Lagi dan lagi, harus menunggu (waiting list) dan belum tentu dapat.

"Dalam satu hari itu bisa ke tiga rumah sakit, semuanya penuh. Akhirnya, suami saya bawa pulang lagi," ujarnya.

Rere pasrah. Dia lalu menuliskan sebuah status di Twitter pribadinya. Berharap media sosial memerlihatkan kekuatannya hari itu. Dan, hal tersebut benar-benar terjadi.

Rere, mengatakan, seorang dokter di Rumah Sakit Pondok Indah merespons kicauan tersebut. Dokter tersebut lalu menghubungi Rere untuk menanyakan berapa suhu tubuh Rizki saat itu.

Atas rekomendasi dokter tersebut, keesokan harinya Rere langsung membawa Rizki ke Rumah Sakit Pondok Indah. Setibanya di sana, saturasi oksigen Rizki sudah turun drastis.

"Alhamdulillah, langsung ditangani (di IGD)," katanya. Di saat menunggu kepastian ada kamar kosong atau tidak, Rere dapat kabar dari sahabat suaminya bahwa Rumah Sakit Bunda memiliki ruang kosong. Ada kamar dan ICU juga ada yang kosong.

"Di RS Bunda akhirnya dapat juga walaupun harus menunggu delapan jam. Saya datang pukul 02.00 siang, baru dapat di pukul 11.30 malam," kata Rere.

"Alhamdulillah, setelah ditangani di RSPI, lalu ditangani lagi di RS Bunda," Rere menambahkan.

 

3 dari 7 halaman

Suami Akhirnya Dapat Perawatan

Rere tak kuasa menahan air matanya tatkala menceritakan kejadian yang menimpa keluarganya. Terlebih, yang terkena COVID-19 adalah kepala keluarga.

Di Rumah Sakit Bunda, Depok, Rizki dipakaikan alat pernapasan berkecepatan tinggi. Menurut Rere, itu sesuai permintaannya yang tak mau dipakaikan ventilator.

"Ventilator apa pun dia enggak mau. Dia panikan. Dia takut meninggal. Alhamdulillah, tenaga medis bisa mengerti hal itu," ujarnya.

Meski saat di RS Bunda kondisi Rizki sempat drop, tapi Rere sedikit merasa lega lantaran suami tercinta sudah berada di tangan yang tepat.

"Kalau saja enggak ada komorbid, dia bisa fight," kata Rere.

Rere lalu bercerita bahwa ada hal lain yang secara tak langsung telah membuat Rizki drop.

Waktu akan melakukan isolasi mandiri di kediaman mereka yang lain, yang tidak pernah ditempati, pengurus rumah malah tidak mengizinkannya. Pengurus rumah takut warga sekitar tertular Virus Corona darinya.

"Padahal, itu rumah kita. Kita yang bayar juga. Itu yang membuatnya semakin nge-drop," katanya.

 

4 dari 7 halaman

Tidak Keluar Uang Sama Sekali

Rizki dirawat selama 18 hari di Rumah Sakit Bunda. Dia akhirnya diizinkan pulang setelah dokter menyatakan kondisinya dalam keadaan baik.

"Dia komitmen mau isolasi mandiri sebelum bertemu dengan kami (Rere dan anaknya). Dia isolasi di rumah kami yang di sana," katanya.

"Tapi, tetap saja dia dituduh masih positif, padahal sudah negatif. Masa saya harus kasih tunjuk yang lebih dari hasil swab PCR," Rere menekankan.

Saat disinggung berapa biaya perawatan Rizki, Rere menjawab kurang lebih Rp300 juta. Akan tetapi, biaya sebesar itu ditanggung pemerintah. 

"Alhamdulillah banget, Rp300 juta itu ditanggung, jadi, kami enggak harus bayar. Itu sudah termasuk ICU dan HCU, karena dia sempat muntah darah," katanya. 

Sekarang kondisi Rizki perlahan-lahan mulai membaik. Meskipun masih suka tremor, dada terasa sesak, dan diare. 

"Paru kan lebarnya harus 10, nah, dia baru mencapai 7. Untuk mencapai 10 itu dia harus olahraga kecil-kecil agar melebar," katanya.

5 dari 7 halaman

Cerita Ekky : Dari Puskesmas Akhirnya Dapat Rumah Sakit Rujukan COVID-19

Hal yang kurang lebih sama dialami Ekky, 30 tahun, saat dia dan keluarga mencarikan rumah sakit untuk ibu mertua.

Minggu, 20 Desember 2020, ibu mertua Ekky datang ke salah satu rumah sakit di daerah Petukangan, Jakarta Selatan, setelah mengeluh diare dan agak meriang.

Hasil rapid test menunjukkan hasil positif, dan dari hasil tes yang dilakukan, dokter menyimpulkan kemungkinan besar ibu mertua Ekky kena COVID-19.

Sayangnya, di rumah sakit tersebut tidak memiliki layanan swab test PCR. Ibu mertua Ekky terpaksa pulang, dan harus melakukan tes usap di tempat lain.

"Karena enggak ada rumah sakit atau klinik yang buka PCR test di hari Minggu, mertua langsung isolasi mandiri sambil menunggu bisa PCR test," kata Ekky kepada Health Liputan6.com melalui aplikasi pesan singkat.

Pada Senin, 21 Desember 2020, pencarian rumah sakit berlanjut. Ketika berada di rumah sakit lain, kata Ekky, dokter hanya mengecek, lalu menyuruh ibunya pulang.

"Lagi-lagi karena layanan PCR test-nya lagi libur. Lagi-lagi cuma di-rapid dan dicek oxygen level-nya," kata Ekky.

"Mama sudah 90 persen waktu itu, makanya dibilang indikasi kuat COVID-19," Ekky melanjutkan.

Tugas mencari rumah sakit juga diberikan kepada adik ipar. Pencarian rumah sakit yang mau menerima pasien suspek COVID-19 sampai ke Tangerang, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan, tapi tidak ada yang mau menerima.

Semua rumah sakit meminta ibu mertuanya untuk swab test PCR terlebih dahulu, dan bawa hasil tersebut saat ke rumah sakit. Sebab, saat datang ke rumah sakit yang pertama, tidak akan menyangka kalau kondisi tersebut merupakan gejala dari COVID-19. 

"Paralel kita juga sudah kontak ke Puskesmas tuh, dengan harapan Puskesmas mau aktif untuk bantu tes PCR mama karena sudah ada indikasi kuat positif. Tapi ternyata sama saja, puskesmas maunya udah ada hasil tes PCR kalau mama positif, baru mereka mau urusin. Pokoknya waktu itu ribet banget dan mama dipingpong ke mana-mana," ujarnya.

"Selasa, akhirnya kita baru bisa PCR test dan keluar hasilnya sore itu. Setelah PCR test keluar hasil positif, kita langsung kontak semua rumah sakit lagi untuk cari yang masih menerima pasien baru. Mungkin ada 20-an rumah sakit kita kontak (berdasarkan pencarian di Google), hanya 10 yang tersambung, tapi semuanya penuh," Ekky melanjutkan.

 

6 dari 7 halaman

Fokus ke Rumah Sakit Negeri

Saat itu, fokus Ekky dan keluarga hanya mencari rumah sakit negeri. Ekky, mengatakan, alasan ekonomi membuat keluarga agak 'takut' menghubungi rumah sakit swasta.

Ekky dan keluarga takut pembayaran tidak bisa menggunakan BPJS Kesehatan atau tidak ada jaminan gratis dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

"Apalagi kita tahu ada banyak yang share di media sosial kalau ada yang keluar uang sampai puluhan atau bahkan ratusan juta. Keluargaku enggak sanggup. Makanya, kontaknya selalu RSUD atau sebangsanya," katanya.

Penolakan sana-sini membuat keluarga Ekky akhirnya memilih ke Puskesmas Cipadu. Dengan harapan, di tempat tersebut kepastian diperoleh.

Doa itu terwujud. Lantaran mertua Ekky sudah melakukan swab test PCR dan datang berbekal selembar surat yang menyatakan positif COVID-19, pihak Puskesmas langsung melayani dan berkata akan mencarikan tempat tidur di rumah sakit.

"Kita sempat tanya, kalau Wisma Atlet bisa enggak? Tapi katanya enggak mungkin kalau dari luar Jakarta. Mereka cuma cari di rumah sakit di wilayah Tangerang saja," ujarnya.

"Alhamdulillah, siangnya, akhirnya dibawa pakai ambulans ke RSUD Tangerang. Di sana antre di UGD sampai sore, alhamdulillah, jam 8 atau 9 dapat tempat tidur," Ekky melanjutkan.

 

7 dari 7 halaman

Tidak Keluar Uang Sama Sekali

Ibu mertua Eky akhirnya menjalani perawatan COVID-19 di RSUD Tangerang selama sekitar tujuh atau delapan hari. Setelah melihat gejala sudah berkurang, walau hasil negatif dari PCR belum keluar, dokter mengizinkan ibu mertuanya pulang.

"Dokter menilai daripada di rumah sakit malah terpapar pasien lain lagi, lebih baik isolasi mandiri di rumah," kata Ekky.

Ekky pun berkesimpulan bahwa menghubungi Puskesmas lebih efektif untuk mencari rumah sakit khusus pasien COVID-19 ketimbang cari sendiri.

"Dari ngobrol sama beberapa orang pun bilang kalau dari Puskesmas memang diutamakan," ujar Ekky.

Ekky mengaku tidak enak hati lantaran sebelumnya agak pesimis sama Puskesmas. Tidak tahunya, malah dari situlah mertua Ekky akhirnya dapat tempat tidur di rumah sakit rujukan COVID-19 dalam durasi yang juga cukup cepat.

"Cuma memang yang agak disesalkan soal kurang pro aktif untuk test PCR ketika ada warga yang sudah ada indikasi ke COVID-19 sih. Cuma mau bagaimana lagi, kalau nunggu mereka yang PCR pun hasilnya bisa agak lama kan," katanya.

"Jadi, sekarang kalau ada rekan atau saudara yang mengalami hal serupa, selalu kita saranin buat PCR test mandiri, lalu kontak Puskesmas," Ekky memberi saran.

Soal biaya, Ekky, mengatakan, keluarganya tidak mengeluarkan uang sedikit pun karena semua sudah ditanggung.

"Alhamdulillah semua ditanggung, jadi, kita enggak keluar uang sedikit pun," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.