Sukses

Penyintas Kanker Ati Bachtiar, dari Fotografi ke Lukisan Kaca

Sudah hampir setahun Ati Bachtiar beralih profesi menekuni seni lukis kaca. Menggantung kamera beserta lensa-lensanya untuk sementara waktu.

Liputan6.com, Jakarta - Duduk di "meja kerja"-nya, Ati Bachtiar tampak asyik memainkan kuasnya. Menyapukan pelangi warna pada permukaan kaca. Lapis demi lapis hingga akhirnya pulasan warna itu membentuk gambar utuh. Sepasang burung enggang.

Warna merah, hitam, dan kuning mendominasi lukisan kaca yang baru dirampungkannya. "Burung enggang adalah burung yang setia. Dia hanya punya satu pasangan selama hidupnya. Apabila salah satu burungnya mati, maka pasangannya akan ikut mati juga," tutur Ati.

 

Sesekali wanita 51 tahun itu meninggalkan meja kerja untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah atau merespons pertanyaan sang suami, Ray Bachtiar. Melihat kesehariannya yang gesit beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain tentu tak ada yang menduga jika Ati Bachtiar pernah mengalami masalah kesehatan serius. Pemilik nama lengkap R. Ruh Hayati ini pernah divonis kanker rahim stadium dua pada 2015 silam.

Kala itu, Ati tak menduga jika mengidap kanker rahim. Perdarahan yang terkadang muncul diduganya sebagai gejala menopause. Selain itu, kesibukan persiapan sebagai peserta pameran fotografi dan kontributor buku dalam peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) membuatnya tak terlalu memperhatikan perdarahan yang dialami. Perdarahan hebat terjadi justru ketika Ati diminta naik ke panggung peringatan KAA untuk me-launching buku.

Hasil pemeriksaan di tiga rumah sakit dan laboratorium, ditemukan dua sel kanker di tubuhnya. Sel kanker stadium 1 dan stadium 2A bersarang di saluran rahim dan rahim. Sel-sel kanker itu harus segera diangkat sebelum menyebar. Keputusan harus segera diambil.

 

Simak juga video berikut ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Hidup Baru

Kanker adalah penyakit serius. Tak mau ambil risiko dengan menjajal pengobatan alternatif ini-itu, Ati memutuskan untuk segera menjalani tindakan medis. Operasi berjalan lancar. Sakitnya tak tertahankan, tapi perkembangannya memberi sinyal positif. Ati mengikuti semua saran dokter. Dukungan datang dari keluarga dan teman-teman. Beberapa waktu setelah operasi, Ati dinyatakan bebas dari kanker.

"Bersih, bahkan dibiopsi yang kedua dan ketiga dinyatakan bersih. Jadi Alhamdulillah saya enggak perlu melalui kemo dan sinar. Padahal sudah dijadwalkan," kenangnya.

Perjuangan menahan sakit selama proses penyembuhan memberi pengalaman dan sudut pandang baru dalam memaknai hidup bagi Ati Bachtiar. Meski raga tengah dalam kondisi kurang baik, Ati optimistis menyongsong hari esok. Ati pun memperhitungkan segala sesuatunya dengan saksama, merancang apa saja yang akan dilakukan setelah kembali sehat. Salah satunya, dia bernazar ingin mewujudkan impian membuat buku jika sembuh dari kanker.

"Setelah saya sakit, jadi seperti katalisator, saya jadi bisa menulis, memotret. Saya jadi kayak punya feel, energi lain. Saya punya semangat dan energi lain."

 

Tuhan mendengar doanya. Kurang lebih setahun setelah operasi, Ati Bachtiar melakukan perjalanan ke Kalimantan, melacak jejak tradisi telinga panjang suku Dayak yang telah "menghantui"-nya sejak puluhan tahun lalu. Ati tersentuh untuk mencari tahu lebih jauh karena mendapati telinga panjang hampir punah dan tak ada cukup literatur mengenai tradisi itu.

"Petualangan" Ati Bachtiar menembus pelosok Kalimantan menelusuri tradisi telinga panjang membuahkan seri buku etnofotografi, "Telinga Panjang: Mengungkap yang Tersembunyi" dan "Melacak Jejak Telinga Panjang". Sebetulnya, Ati hendak melanjutkan upayanya mendokumentasikan tradisi telinga panjang, hanya saja pandemi Corona keburu menghadang.

 

3 dari 4 halaman

Seni Lukis Kaca, Menoreh Kuas dengan Imajinasi Terbalik

Sudah hampir setahun Ati Bachtiar beralih profesi menekuni seni lukis kaca. Menggantung kamera beserta lensa-lensanya untuk sementara waktu. Dunia fotografi yang ditekuninya bersama sang suami dan merupakan sumber rezeki menjadi salah satu yang paling terdampak pandemi. Ati merasa perlu mengubah haluan agar periuk nasi tetap terisi, membantu meringankan beban suami.

Berbekal darah seni yang mengalir di keluarga, Ati Bachtiar mencoba menggunakan bakat melukisnya sebagai pembuka rezeki. Media kaca dipilih sebagai kanvas, pembeda dari seni lukis yang umum ada.

Teknik melukis kaca sebetulnya didapat Ati dari sang putri, Adina, yang lebih dulu menekuni seni itu. Awalnya hanya memperhatikan dan menemani Adina melukis. Lama-lama Ati tertarik mencoba.

 

Ide untuk menekuni seni lukis kaca datang tiba-tiba, di tengah pandemi yang melanda dan imbauan agar di rumah saja. Ati ingin tetap produktif. Dia pun mulai melukis potret keluarga dan teman-teman dekat. Tidak mudah. Tapi ibu dua anak ini menikmati betul setiap prosesnya. Detail demi detail. Setiap gores kesalahan dijadikannya pelajaran.

"Karena melukis kaca mengasah kemampuan menggores kuas dengan berimajinasi terbalik," jelasnya.

Pesanan pertama lukisan kaca datang dari seorang teman pada pertengahan Maret 2020. Lukisan kaca wanita berpakaian Dayak itu memang cantik. Tak heran jika kemudian banyak yang juga tertarik untuk dilukis. Selama pandemi COVID-19, 23 pesanan lukisan kaca sudah dirampungkannya. Setiap lukisan kaca dikerjakan dalam 3 hingga 7 hari, tergantung tingkat kesulitan dan ukuran. Saat ini, Ati mulai mengerjakan pesanan ke-24.

Melukis kaca dilakukan lulusan Jurusan Sastra Prancis Universitas Padjadjaran ini di sela-sela rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga. Baginya, melukis terkadang memberi ketenangan. Ati bersyukur bisa berkarya dan berpenghasilan tanpa keluar rumah. Pemesan hanya perlu mengirimkan foto melalui aplikasi pesan singkat. "Soalnya pandemi kan berisiko buat saya karena kondisi kesehatan."

Bukan Ati Bachtiar jika tak bisa menorehkan prestasi. Jika sebelumnya karya-karya fotografi Ati diapresiasi dunia dalam beberapa pameran internasional bergengsi, sekarang giliran seni lukis kacanya unjuk gigi. Salah satu lukisan kaca Ati Bachtiar lolos kurasi dan ditampilkan dalam pameran virtual ASEAN Digital Art Society (ASEDAS). Ada 34 negara yang ikut serta dalam ASEDAS 2020 International Virtual Art Exhibition bertema "COVID-19 Awareness". Dari 500-an peserta, hanya 183 orang yang lolos kurasi, Ati Bachtiar diantaranya.

Satu yang masih menjadi cita-citanya, merampungkan seri buku Telinga Panjang.

4 dari 4 halaman

Infografis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.