Sukses

CDC: Kasus Reaksi Alergi Parah Vaksin COVID-19 Pfizer Ada tapi Sangat Jarang

CDC mengatakan bahwa saat ini, manfaat vaksin COVID-19 masih lebih besar dibandingkan dengan risikonya

Liputan6.com, Jakarta Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat mengungkapkan bahwa reaksi alergi serius dari vaksin COVID-19 Pfizer memang ada. Namun, kejadian tersebut sangat jarang terjadi.

CDC menganalisis data dari 1,9 juta dosis pertama vaksin virus corona di AS pada 14 sampai 23 Desember 2020. Pada periode tersebut, sebagian besar vaksin yang tersedia adalah vaksin Pfizer-BioNTech.

Mengutip Live Science pada Jumat (8/1/2021), dalam laporannya, CDC mengidentifikasi 21 orang yang mengalami anafilaksis tak lama setelah menerima vaksinasi. Angka itu setara dengan 11 kasus anafilaksis per 1 juta dosis vaksin yang diberikan.

Nancy Messonnier, Direktur National Center for Immunization and Respiratory Diseases CDC dalam konferensi persnya pada Rabu pekan ini mengatakan, sebagai perbandingan, tingkat anafilaksis usai vaksinasi flu adalah 1,3 juta kasus per sejuta orang.

Meski angka kasusnya lebih tinggi daripada vaksin flu, Messonier mengatakan bahwa "ini masih sangat jarang." Sehingga secara keseluruhan, manfaat vaksin COVID-19 masih lebih besar dibanding risikonya.

"Kita semua berharap vaksin apa pun tidak menimbulkan efek samping, tetapi bahkan pada 11 kasus per juta dosis yang diberikan, ini adalah vaksin yang sangat aman," kata Messonnier seperti dikutip dari USA Today.

 

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Semua Pasien Sudah Sembuh

Dilaporkan bahwa dalam 86 persen kasus, gejala dimulai dalam 30 menit setelah vaksinasi. Dalam laman resminya, CDC juga mengungkapkan bahwa 71 persen terjadi dalam 15 menit setelah vaksinasi.

81 persen di antara kasus tersebut terjadi pada orang dengan riwayat alergi atau reaksi alergi, termasuk kejadian anafilaksis. 90 persen pasien yang dilaporkan dalam kejadian ini adalah perempuan.

Thomas Clark, ahli epidemiologi CDC mengungkapkan bahwa 19 pasien mendapatkan epinefrin untuk mengatasi reaksi alergi parah dalam situasi darurat. Semua pasien yang dilaporkan dalam temuan ini telah sembuh.

Clark menambahkan, pada Rabu kemarin, sebanyak 29 kasus dilaporkan termasuk beberapa orang penerima vaksin Moderna. Namun, mereka masih menyelidik temuan tersebut dan berencana memasukkannya ke dalam laporan mendatang.

 

3 dari 4 halaman

Rekomendasi CDC

Messonier mengatakan bahwa belum diketahui apa penyebab reaksi alergi serius ini. Mereka masih melakukan penelitian lebih lanjut untuk lebih memahami temuan tersebut.

CDC sendiri merekomendasikan orang-orang dengan riwayat reaksi terhadap vaksin atau anafilaksis apa pun penyebabnya, harus diawasi oleh tenaga kesehatan selama 30 menit usai disuntik vaksin COVID-19.

Mereka juga tidak merekomendasikan vaksin Pfizer atau Moderna apabila mereka alergi terhadap kandungan dalam vaksin tersebut. Orang juga tidak boleh menerima dosis kedua apabila mereka mengalami reaksi serius terhadap dosis pertama.

Menurut American Academy of Allergy Asthma & Immunology, anafilaksis adalah reaksi alergi yang serius, mengancam nyawa, dan membutuhkan perhatian medis segera. Beberapa gejalanya bisa berupa ruam kulit, mual, muntah, sulit bernapas, dan syok.

Reaksi anafilaksis yang umum terjadi dapat disebabkan oleh makanan, gigitan serangga, obat-obatan, dan lateks.

CDC mengatakan akan terus memantau efek samping, termasuk anafilaksis, dan secara teratur menilai manfaat dan risiko vaksinasi. Namun mereka menegaskan bahwa vaksin COVID-19 terus menjadi "alat penting dalam upaya mengendalikan pandemi."

4 dari 4 halaman

INFOGRAFIS: Deretan negara yang gratiskan vaksin Covid-19 ke warganya

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.