Sukses

Pengendalian COVID-19 di Indonesia pada 2021: Vaksinasi Nasional hingga Upaya Tekan Kasus Positif

Proyeksi COVID-19 di Indonesia tahun 2021, fokus dalam vaksinasi nasional hingga memperkuat upaya menekan kasus positif Corona.

Liputan6.com, Jakarta Sudah 10 bulan pandemi melanda, sejumlah proyeksi pengendalian COVID-19 yang akan difokuskan Pemerintah Indonesia pada tahun 2021 di antaranya, persiapan vaksinasi nasional serta langkah antisipasi terhadap virus Corona baru dan upaya menekan kasus positif.  Untuk program penyediaan serta pemberian vaksin Corona pada seluruh masyarakat Indonesia sebagaimana pernyataan dari Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin.

Bahwa akan ada dua jalur kerja sama untuk kandidat vaksin COVID-19 yang akan digunakan, yaitu hasil kerjasama dengan negara produsen asing atau bersifat bilateral, yakni Sinovac dari Tiongkok, Novavax dan Pfizer dari Amerika Serikat-Inggris maupun hasil kerjasama dengan banyak negara atau multilateral vaksin, yang dikoordinasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu Gavi-COVAX Facility.

Budi telah menetapkan tujuh jenis vaksin COVID-19 yang akan digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi di Indonesia. Ketetapan tersebut termaktub dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/12758/2020 yang diteken pada Senin, 28 Desember 2020.

Ketujuh jenis vaksin COVID-19 yang akan digunakan untuk vaksinasi meliputi vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Novavax Inc, Pfizer Inc. and BioNTech, dan Sinovac Life Sciences Co., Ltd.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, banyaknya kandidat vaksin COVID-19 yang telah ditetapkan pemerintah untuk memastikan kebutuhan vaksinasi dalam negeri tercukupi. Sehingga mampu menciptakan kekebalan komunitas (herd immunity). 

“Nantinya, vaksinasi akan diberikan secara bertahap dan memprioritaskan kelompok prioritas untuk menerima vaksinasi, yang diawali petugas kesehatan, petugas (pelayanan) publik dan lansia pada periode kuartal pertama tahun 2021,” jelas Wiku di Kantor Presiden, Jakarta, ditulis Senin (4/1/2021).

“Pada masyarakat dan wilayah penduduk rentan serta masyarakat lainnya dengan mempertimbangkan klaster penularan, vaksinasi COVID-19 ditargetkan periode kedua atau sekitar April 2021-Maret 2022.”

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

Tahapan Vaksinasi COVID-19 Nasional

Terkait pengadaan vaksin COVID-19, Indonesia juga sedang mengembangkan vaksin secara mandiri, yaitu vaksin merah putih. Vaksin ini merupakan hasil kerjasama sejumlah perguruan tinggi bersama lembaga penelitian yang ada di Indonesia. Bibit vaksin Merah Putih direncanakan akan diserahkan kepada PT Bio Farma pada triwulan pertama tahun 2021 untuk dilakukan uji praklinis dan klinis, sebelum memeroleh izin edar (jika sudah lulus uji klinis). 

Selama tahun 2020 terdapat beberapa negara yang telah melakukan vaksinasi, seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Kanada. Oleh karena itu, pemerintah akan terus mengikuti perkembangan vaksinasi yang telah dilakukan oleh berbagai negara sebagai bahan masukan untuk program vaksinasi nasional.

Meski vaksin Corona sudah tersedia--dalam hal ini 3 juta vaksin Sinovac--Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menegaskan, saat ini pelaksanaan vaksinasi masih menunggu izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Diperkirakan, butuh waktu 15 bulan, terhitung dari Januari 2021 hingga Maret 2022 untuk pelaksanaan vaksinasi nasional.

Program vaksinasi COVID-19 nasional akan dilakukan di 34 provinsi dengan sasaran penerima vaksin sebanyak 181,5 juta orang. Tahapan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor HK.02.02/4/ 1/2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), sebagai berikut:

1.Tahap 1 dengan waktu pelaksanaan Januari-April 2021 

Sasaran vaksinasi COVID-19 tahap 1 adalah tenaga kesehatan, asisten tenaga kesehatan, tenaga penunjang serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi kedokteran yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

2. Tahap 2 dengan waktu pelaksanaan Januari-April 2021 

Sasaran vaksinasi COVID-19 tahap 2 adalah:

a. Petugas pelayanan publik yaitu Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya yang meliputi petugas di bandara/pelabuhan/stasiun/terminal, perbankan, perusahaan listrik negara, dan perusahaan daerah air minum, serta petugas lain yang terlibat secara langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat.

b. Kelompok usia lanjut (≥ 60 tahun).

3.Tahap 3 dengan waktu pelaksanaan April 2021-Maret 2022 

Sasaran vaksinasi COVID-19 tahap 3 adalah masyarakat rentan dari aspek geospasial, sosial, dan ekonomi.

4. Tahap 4 dengan waktu pelaksanaan April 2021-Maret 2022 

Sasaran vaksinasi tahap 4 adalah masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan pendekatan klaster sesuai dengan ketersediaan vaksin.

3 dari 8 halaman

Skenario Penyediaan Vaksin dan Prioritas yang Akan Divaksin

Dari surat keputusan yang diteken Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI Muhammad Budi Hidayat tertanggal 2 Januari 2020, penetapan kelompok prioritas penerima vaksin dilakukan dengan memerhatikan Roadmap WHO Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE) serta kajian dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization).

Menurut Roadmap yang disusun oleh WHO SAGE, karena pasokan vaksin tidak akan segera tersedia dalam jumlah yang mencukupi untuk memvaksinasi semua sasaran, maka ada tiga skenario penyediaan vaksin untuk dipertimbangkan oleh negara, yaitu: 

1. Tahap I saat ketersediaan vaksin sangat terbatas (berkisar antara 1–10 persen dari total populasi setiap negara) untuk distribusi awal

2. Tahap II saat pasokan vaksin meningkat, tetapi ketersediaan tetap terbatas (berkisar antara 11-20 persen dari total populasi setiap negara)

3. Tahap III saat pasokan vaksin mencapai ketersediaan sedang (berkisar antara 21–50 persen dari total populasi setiap negara). 

Maka, prioritas yang akan divaksinasi menurut Roadmap WHO SAGE, antara lain:

1. Petugas kesehatan yang berisiko tinggi hingga sangat tinggi untuk terinfeksi dan menularkan SARS-CoV-2 dalam komunitas.

2. Kelompok dengan risiko kematian atau penyakit yang berat (komorbid). Indikasi pemberian disesuaikan dengan profil keamanan masing-masing vaksin. 

3. Kelompok sosial/pekerjaan yang berisiko tinggi tertular dan menularkan infeksi karena mereka tidak dapat melakukan jaga jarak secara efektif (petugas publik).

4 dari 8 halaman

Antisipasi Strain Virus Corona Baru

Mutasi virus Corona yang terjadi di berbagai dunia juga terus diikuti pemerintah. Seperti pada tahun 2020, pemerintah akan mengikuti perkembangan strain virus Corona baru lain yang mungkin bisa muncul pada 2021. 

Upaya surveilans virologi untuk mengetahui sebaran jenis virus Corona tersebar, menurut Wiku merupakan aspek yang penting dalam mendeteksi potensi strain virus baru yang dapat berpengaruh dalam mekanisme penanganan COVID-19 yang sedang berjalan. Pemerintah berkomitmen menguatkan upaya surveilans.

“Tentunya, untuk betul-betul bisa memutus mata rantai penularan COVID-19,” katanya.

Wiku memaparkan, cara kerja surveilans virologi. Genom atau materi genetika dari suatu organisme bisa bakteri virus maupun manusia itu terdiri dari DNA, bahkan antar sesama organisme. Misal, sesama virus SARS-CoV-2, struktur DNA dapat berubah atau berbeda, sehingga mempengaruhi kemampuan menginfeksinya.

Para ilmuwan di laboratorium menggunakan prosedur Whole Genome Sequencing (WGS). WGS adalah prosedur laboratorium untuk melihat urutan kode genetika. Pada umumnya, terdapat empat tahapan dalam proses WGS, khususnya mengidentifikasi virus Corona.

Pertama, yaitu DNA sharing (pemotongan DNA). Yang mana dilakukan pemotongan molekuler pada DNA virus menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi agar dapat dibaca oleh mesin pengurutan DNA.

Kedua, DNA barcoding (pengkodean DNA), yaitu pemberian kode atau tag, bisa disebut juga memberi barcode . Ini untuk mempermudah mengidentifikasi DNA virus.

Ketiga, whole genome sequencing, yaitu proses memasukkan DNA dari beberapa sampel virus ke dalam alat yang disebut whole genome sequencer. Alat ini menggunakan barcode untuk melacak asal kepemilikan DNA tersebut.

Keempat, analisis data, yaitu proses untuk membandingkan urutan DNA virus dan mengidentifikasi perbedaannya. Adanya perbedaan ini dapat memberi informasi bagaimana tingkat kedekatan strain virus dan kemungkinan memiliki kekuatan untuk menimbulkan gejala yang sama pada manusia.

“Whole genome sequencing pada prinsipnya memahami distribusi dan pola penyebaran virus sekaligus memberi informasi mengenai karakteristik dari masing-masing isolat di tiap daerah. Tentunya, bermanfaat untuk penanggulangan dan pencegahan," terang Wiku.

Satgas COVID-19 mendukung semua penelitian terkait virus SARS-CoV-2, termasuk pengembangan vaksin dan antivirus. Sejauh ini, Badan Litbang Kesehatan dan Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman berencana melakukan lebih banyak pemetaan dan surveilans. Upaya ini melalui sampel klinis dari berbagai daerah di Indonesia dengan metode WGS.

5 dari 8 halaman

Perkuat 3T dan Pembatasan Mobilitas

Tren kasus positif Corona di Indonesia rupanya belum menunjukkan, penurunan yang signifikan. Di penghujung minggu terakhir 2020, penambahan konfirmasi positif COVID-19 nasional pada 30 Desember sebanyak 8.002 kasus. Pada 31 Desember 2020, kasus baru COVID-19 bertambah 8.074 kasus. Bahkan tepat 1 Januari 2021, konfirmasi positif Corona bertambah 8.072 kasus.

Pemerintah mempersiapkan berbagai langkah antisipasi untuk menekan penambahan kasus. Penegakan disiplin protokol kesehatan akan semakin diperketat untuk memastikan masyarakat sepenuhnya patuh. Penegakan disiplin akan terus dilakukan hingga seluruh masyarakat mendapatkan vaksin dan tercapainya herd immunity. 

Selanjutnya, upaya 3T (testing, tracing, treatment) terus diperkuat. Pemerintah memastikan bahwa masyarakat dan kontak erat yang positif dapat dideteksi secara lebih cepat juga memeroleh penanganan kesehatan sesuai standar, sehingga dapat menekan angka kasus aktif dan mengurangi angka kematian serta meningkatkan angka kesembuhan.

“Langkah terakhir apabila kasus positif Corona masih tinggi adalah melakukan pembatasan mobilitas masyarakat. Penting untuk diketahui, mobilitas masyarakat yang tidak terkendali selama pandemi sangat berpotensi meningkatkan angka penularan,” imbuh Wiku.

“Oleh karena itu, pembatasan mobilitas ini diharapkan dapat menekan penularan yang terjadi. Pembatasan ataupun pelanggaran aktivitas sosial ekonomi masyarakat di suatu daerah  merupakan aspek yang harus kita lakukan sejalan dengan naik-turunnya kasus COVID-19.”

Di sisi lain, Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19 Alexander K Ginting menegaskan, upaya memutuskan rantai penularan virus Corona, yakni menggerakkan tim surveilans. Tim surveilans bergerak melakukan pelacakan kontak, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, yang mana ada kasus terkonfirmasi dilacak. Mereka yang menjadi kontak erat akan diisolasi, kemudian yang bergejala dilakukan testing.

“Bila hasil positif akan diisolasi. Kalau sakit ya ke rumah sakit. Untuk pelayanan di rumah sakit, pemerintah juga menyiapkan rumah sakit rujukan COVID-19. Selain itu, untuk pengendalian COVID-19, tidak semata-mata hanya dilakukan pemerintah,” ujar Alex, sapaan akrabnya dalam dialog Evaluasi dan Penanganan COVID-19 di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta.

“Peperangan terhadap virus menjadi bagian dari perubahan perilaku. Kuncinya juga berada pada masyarakat. Sepanjang perubahan perilaku termasuk bagian dari etos kerja masyarakat. Kalau tidak bisa berhasil kita kerjakan dengan baik, dampaknya adalah rumah sakit jadi penuh.”

Kondisi di atas berujung beban kerja dokter berat. Oleh karena itu, masyarakatlah yang harus dewasa bertanggung jawab untuk bisa memutuskan rantai penularan virus Corona.

6 dari 8 halaman

Kapasitas Tempat Tidur Makin Bertambah

Untuk mengantisipasi lonjakan pasien COVID-19, terlebih lagi pasca libur Tahun 2021, penambahan kapasitas tempat tidur menjadi salah satu opsi. Kini, ada 940 RS Rujukan COVID-19 di 34 provinsi. Kemenkes mengimbau seluruh rumah sakit, baik rumah sakit pemerintahan, TNI, Polri maupun swasta yang mampu memberikan pelayanan untuk COVID-19, maka mereka juga bisa memberikan pelayanan pasien biasa (non-COVID-19).

Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan Rita Rogayah menyampaikan, dari segi jumlah tempat tidur isolasi sejak pandemi sampai Desember 2020, ada penambahan tempat tidur cukup signifikan. Pada Agustus, September, dan Oktober 2020, ada penambahan  sekitar 2.000-5.000 tempat tidur, sedangkan periode November-Desember, penambahan mencapai 10.000 tempat tidur. 

“Dalam kondisi seperti saat ini, ada libur Natal dan Tahun Baru, kami mengantisipasi dan menyiapkan beberapa rumah sakit rujukan untuk menambah kapasitas tempat tidur menjadi 30 persen dari jumlah kapasitas yang ada,” ujar Rita.

“Di rumah sakit kepemilikan Kementerian Kesehatan, saat ini sudah menyiapkan tambahan tempat tidur isolasi di 35 rumah sakit di seluruh Indonesia berjumlah sekitar 1.300 tempat tidur, di antaranya di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) telah disiapkan kurang lebih 500 tempat tidur isolasi, termasuk ICU.”

Rita juga khawatir, setelah libur Natal dan Tahun Baru 2021 bila terjadi peningkatan pasien COVID-19. Ini karena pengalaman dari libur yang lalu, pasca liburan panjang selang 2-4 minggu setelahnya, terjadi kenaikan kasus COVID-19 sebesar 30-40 persen. Keterpakaian tempat tidur isolasi COVID-19 di Indonesia tak dimungkiri angkanya terus meningkat. 

Pada awal November 2020, keterpakaian tempat masih sekitar 42 persen, lalu akhir November meningkat menjadi sekitar 52 persen. Saat ini, secara umum, keterpakaian tempat tidur mencapai 63 persen. Kemenkes mengimbau kepada seluruh dinas kesehatan dan rumah sakit yang di bawah Kementerian Kesehatan supaya cepat menambahkan tempat tidur isolasi. 

“Kami juga menghimbau dinas kesehatan setempat mempunyai tempat untuk menampung kasus pasien Corona gejala ringan yang tidak bisa melakukan isolasi di rumah. Maka, disiapkan tempat penampungan, sehingga rumah sakit hanya menampung khusus untuk kasus berat, sedang ataupun kritis,” tambah Rita.

“Ini sangat penting supaya rumah sakit, jangan sampai ruang isolasi digunakan untuk kasus ringan yang sebetulnya bisa ditampung di tempat penampungan.”

7 dari 8 halaman

Pasien COVID-19 Naik, Tenaga Kesehatan Berguguran

Alex pun menyoroti keberkaitan jumlah pasien COVID-19 dan kematian tenaga kesehatan.  Ia turut berdukacita atas wafatnya tenaga kesehatan dan medis selama pandemi, termasuk dokter dan perawat. Data Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) per 1 Januari 2021, sebanyak 504 petugas medis dan kesehatan gugur akibat terinfeksi COVID-19.

Dari keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, mereka yang gugur terdiri dari 237 dokter dan 15 dokter gigi, 171 perawat, 64 bidan, 7 apoteker, dan 10 tenaga laboratorium medik. Rincian para dokter yang wafat, di antaranya 131 dokter umum (4 guru besar), 101 dokter spesialis (9 guru besar), serta 5 residen, yang keseluruhan berasal dari 25 IDI Wilayah (provinsi) dan 102 IDI Cabang (Kota/Kabupaten).

“Seiring naiknya jumlah kasus positif dan mereka yang dirawat di ICU maupun ruang isolasi. Artinya, kita lihat bisa juga ada hubungannya dengan beban kerja tenaga kesehatan. Mereka ada melayani pasien COVID-19,” kata Alex.

“Namun, tidak semua tenaga kesehatan yang meninggal melayani langsung pasien COVID-19. Di antara mereka melayani pasien penyakit lain, yang juga punya risiko untuk terinfeksi COVID-19. Ada faktor komorbiditas (penyakit penyerta)--diabetes, hipertensi, penyakit jantung, paru obstruktif.”

Untuk menurunkan mortalitas (kematian), lanjut Alex, kita juga harus menekan komorbidnya. Adanya penyakit penyerta ini membuat risiko untuk penanggulangan COVID-19 di rumah sakit lebih berat. Bagi masyarakat yang punya riwayat komorbid diharapkan menjaga atau mengendalikan komorbid agar tetap dalam kondisi tubuh sehat. 

“Ini akan mengurangi beban rumah sakit, beban dokter juga akan berkurang. Jangan sampai nanti kita tidak peduli kesehatan. Lama-lama nanti dokter dan perawat kita akan berkurang satu persatu,” pungkasnya. 

“Tak lupa, kita memberikan apresiasi, sampai saat ini dokter dan perawat masih setia untuk bekerja di rumah sakit. Mereka masih setia menunaikan tugas dan panggilannya untuk menjalankan tugas-tugas kemanusiaan.”

Kepatuhan masyarakat menjalankan protokol kesehatan perlu ditingkatkan. Antar sesama masyarakat pun dapat saling mengingatkan menggunakan masker, tidak berkerumun, dan mencuci tangan dengan sabun agar menghentikan penularan virus Corona.

8 dari 8 halaman

Infografis Kasus Covid-19 di Jakarta Masih Tinggi, Perlu Rem Darurat?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.