Sukses

Dampak Hidup di Luar Angkasa ke Tubuh Astronot saat Sampai di Bumi

Hidup di luar angkasa berdampak dramatis bagi tubuh astronot, seperti otot dan tulang yang lemah ketika balik ke bumi.

Liputan6.com, Jakarta - Hidup di luar angkasa pastinya berbeda dengan di bumi. Dan hidup di luar angkasa berdampak dramatis bagi tubuh astronot, seperti otot dan tulang yang lemah ketika balik ke bumi.

Dr Kristina Routh dan Tim Penulis dalam buku Knowledge Encyclopedia Human Body menjelaskan bahwa kondisi di luar angkasa membuat tubuh manusia dihadapkan pada tantangan yang sangat berbeda dengan kehidupan di Bumi.

“Gravitasi di pesawat ruang angkasa yang mengorbit Bumi lebih kecil dibandingkan dengan tarikan di Bumi. Gaya mikrogravitasi ini membuat astronot melayang di luar angkasa seolah-olah tidak berbobot,” kata Routh.

Karena tubuh astronot tidak bekerja keras, para astronot berolahraga untuk menjaga otot dan tulang mereka tetap kuat. Tanpa fitness khusus, astronot akan kehilangan hingga 40 persen massa otot mereka dalam beberapa bulan.

Ini setara dengan otot berusia 30 tahun yang memburuk hingga menyerupai otot berusia 80 tahun.

Bahkan, otot dan tulang astronot yang kembali ke bumi melemah.

Astronot yang kembali ke bumi memiliki otot yang melemah dan mungkin kesulitan untuk berjalan,” ujarnya.

 

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kehilangan Kepadatan Tulang

Routh bilang, untuk setiap bulan dalam gaya mikrogravitasi di luar angkasa ini membuat astronot kehilangan hingga 1 persen dari kepadatan tulang mereka. Ini berarti jaringan bagian dalam dari tulang spons menjadi lebih rapuh dan cenderung patah.

“Ketika tulang astronot tidak harus bekerja melawan gravitasi bumi saat bergerak, mereka menjadi lebih lemah dan kurang padat. Kondisi ini dikenal sebagai space osteopenia,” jelas Routh.

Tidak hanya itu, lanjut Routh, ketika di luar angkasa astronot tumbuh lebih tinggi. Tulang belakang manusia mengembang dan melar tanpa tekanan gravitasi yang terus-menerus. Akibatnya, astronot tumbuh lebih tinggi di luar angkasa sekitar 3 persen.

Tapi, kelebihan tinggi ini akan hilang dalam beberapa bulan setelah kembali ke bumi.

Di bumi, tubuh bergantung pada gravitasi untuk membantu darah dan cairan lain bersirkulasi melalui organ dan jaringan.

Dalam gaya mikrogravitasi ruang angkasa, darah didorong ke atas ke tubuh bagian atas di mana ia mengapung tanpa ditarik kembali.

“Tubuh bagian atas membengkak, wajah menjadi bengkak, dan kaki mengecil. Darah juga dapat menekan saraf optik mata, mengaburkan penglihatan,” ujar Routh.

3 dari 4 halaman

Fungsi Pakaian Astronot

Lalu apa gunanya pakaian astronot? Routh bilang, tanpa pakaian luar angkasa, manusia di luar angkasa akan cepat mati. Terlepas dari kekurangan oksigen untuk bernapas, serta suhu yang tinggi dan rendah yang tidak dapat diatasi oleh tubuh.

Astronot Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), ketika di luar angkasa mengalami 16 kali matahari terbit setiap 24 jam, yang dapat mengganggu tidur mereka dan membuat mereka sangat lelah.

Di luar angkasa, pakaian antariksa melindungi dari sinar ultraviolet (UV) dari matahari, dan memberikan perlindungan terhadap sinar kosmik berenergi tinggi yang datang dari luar Tata Surya kita.

“Di Bumi ada matahari terbit setiap 24 jam, tetapi bagi astronot di ISS, Matahari terbit di atas Bumi setiap 90 menit. Astronot mengikat kantong tidur mereka agar tidak mengambang. Mereka juga menggunakan penutup mata dan penutup telinga untuk menghalangi cahaya dan kebisingan stasiun,” kata Routh.

4 dari 4 halaman

Inforafis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.