Sukses

HEADLINE: Penemuan Strain Baru Virus Corona COVID-19 di Inggris, Seberapa Bahaya?

Strain baru virus Corona penyebab COVID-19 diduga telah menjadi penyebab meningkatnya kasus di sebagian wilayah Inggris, termasuk London.

Liputan6.com, Jakarta Strain baru virus Corona penyebab COVID-19 diduga telah menjadi penyebab meningkatnya kasus di sebagian wilayah Inggris, termasuk London. Strain baru itu pertama kali terdeteksi pada September 2020.

Para peneliti genom menemukan bahwa strain ini tak hanya mengalami banyak mutasi, melainkan hal itu juga berpengaruh pada protein spike virus yang menyebabkannya lebih mudah menular. Temuan tersebut memicu pemerintah Inggris memperketat pembatasan sosial terkait virus Corona yang dikenal dengan Tier 4.

Orang-orang yang berada di wilayah berstatus Tier 4, tidak diperbolehkan berkumpul saat Natal dengan orang-orang yang tidak seatap dengan mereka. Sementara, orang-orang di wilayah lain hanya bisa berkumpul atau bertemu saat Hari Natal saja, mengutip laman ABC.

Perdana Menteri Boris Johnson serta kepala penasihat ilmiahnya mengatakan, strain baru virus Corona yang disebut sebagai VUI-202012/01 itu berkemungkinan meningkatkan penularan COVID-19 sebanyak 70 persen dan meningkatkan jumlah reproduksi hingga 0,4 persen.

Hingga 13 Desember 2020, dilaporkan 1.108 kasus dengan varian ini yang teridentifikasi, terutama di Inggris Selatan dan Timur.

Temuan strain baru itu membuat paling tidak 23 negara melarang penerbangan dari Inggris demi mencegah penularan strain baru virus Corona.

Angka strain baru virus Corona 70 persen lebih cepat menular muncul dalam presentasi yang dilakukan Dr Erik Volz dari Imperial College London, pada Jumat lalu.

"Ini sebenarnya telalu dini untuk mengatakannya, tapi dari apa yang kami lihat sejauh ini berkembang sangat cepat, tumbuh lebih cepat daripada jenis strain sebelumya. Penting untuk mengawasi strain virus Corona yang baru ini," kata Volz dalam kesempatan itu seperti mengutip BBC, Senin (21/12/2020).

Strain virus baru ini menyedot perhatian paling tidak karena tiga hal. Pertama, strain ini dengan cepat menggantikan yang lama. Kedua, mutasi yang terjadi pada tubuh virus membuat perubahan pada duri-duri atau protein spike di permukaan virus. Ketiga, hasil penelitian awal di laboratorium menunjukkan strain virus Corona ini memiliki kemampuan menginfeksi sel lebih tinggi.

Meski penelitian masih tahap awal, peneliti dari COVID-19 Genomic UKS Consortium, Nick Loman, mengatakan bahwa perlu penelitian di laboratorium yang komprehensif.

"Tapi, apakah harus menunggu berminggu-minggu atau bulan untuk melihat hasil dan melakukan tindakan untuk membatasi penularan," katanya.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ditemukan Juga di Denmark, Belanda, dan Australia

Epidemiolog dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Maria Van Kerkhove, mengatakan sejauh ini varian baru Virus Corona telah diidentifikasi di Denmark, Belanda, dan Australia.

"Semakin lama virus ini menyebar, semakin banyak peluang yang dimilikinya untuk berubah. Jadi, kami benar-benar perlu melakukan segala yang kami bisa sekarang untuk mencegah penyebaran varian baru Virus Corona tersebut," kata Maria dikutip dari situs NBC News pada Senin, 21 Desember 2020.

Menurut Maria, dengan meminimalkan penyebaran strain baru Virus Corona yang mendapat sebutan VUI-202012/01 akan mengurangi kemungkinannya berubah.

Situs berita BBC menulis bahwa saat ini WHO pun terus menghubungi pejabat di Inggris terkait kemunculan varian baru virus Corona tersebut.

Varian baru ini diduga menyebar lebih cepat dari versi sebelumnya, tetapi diyakini tidak lebih mematikan.

 

3 dari 4 halaman

Tentang Strain Baru VUI-202012/01

Strain baru virus Corona ini dikenal dengan varian VUI-202012/01 atau dalam klaster pohon kekerabatan berdasarkan data genetik disebut B117. Varian pertama kali teridentifikasi di Kent, Inggris pada 20 September. Baru tiga minggu setelah itu, Pemerintah Inggris mengumumkan mutasi virus SARS-CoV-2 ke publik.

Varian tersebut memiliki 14 mutasi termasuk tujuh di spike (duri) protein--protein yang memediasi masuknya virus ke dalam sel manusia. Jumlah ini, dijelaskan oleh peneliti genomik mikrobial Lucy van Dorp, sebagai perubahan yang besar dibandingkan mutasi varian virus SARS-CoV-2 lainnya.

Sampai saat ini, profil genetik dari genom varian virus penyebab COVID-19 yang baru ini telah menyebar di Inggris. Ada juga kasus dari strain virus varian baru ini Denmark dan dua kasus di Australia. Ada juga laporan kasus dari Belanda.

Hasil tes COVID-19 yang terbuka di Inggris membuat publik juga jadi tahu, bahwa strain baru virus Corona ini yang mendominasi kasus COVID-19 di sana. Termasuk wilayah yang mengalami peningkatan kasus COVID-19 yang pesat seperti mengutip ABC.

Mengenai kehadiran strain baru virus Corona, Kepala Staf Medis Inggris Chris Whitty mengatakan hingga saat ini belum diketahui pasti varian ini apakah bisa memperparah penyakit baik dalam segi kesakitan maupun kematian bagi mereka yang terinfeksi. Pemerintah dan peneliti di sana tengah melakukan kajian untuk mengonfirmasi hal tersebut.

Mutasi sendiri merupakan bagian dari evolusi virus. William Schaffner, seorang penasihat Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat bagian vaksin mengatakan bahwa meski ada mutasi, virus tersebut tetaplah hal yang sama.

Schaffner menganalogikan dengan seseorang yang berganti mantel."Ini seperti manusia. Saya misalnya, bisa mengenakan mantel cokelat kemudian berganti mantel abu-abu. Namun, saya tetaplah Bill Schaccner. Saya bisa melakukan perubahan, tapi saya tetaplah orang yang sama," tuturnya mengutip 9News

Sementara itu, Profesor Mikrobiologi di Universitas Reading, Inggris, Simon Clarke, mengatakan, sangat umum bagi virus, tidak terkecuali virus Corona penyebab COVID-19 untuk bermutasi.

“Ketika mereka menyebabkan infeksi, mereka masuk ke dalam sel kita dan mengambil alih sel untuk membuat lebih banyak salinan dari diri mereka sendiri untuk berkembang biak, dan setiap kali mereka melakukan itu satu set materi genetik baru dibuat untuk setiap virus baru,” kata Simon dikutip dari situs NBC News pada Senin, 21 Desember 2020.

Namun, Simon menambahkan bahwa sejauh ini tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa strain baru virus Corona yang menyebar 70 persen lebih cepat mengakibatkan keparahan atau kematian yang lebih parah.

Seperti telah diungkap Clarke, mutasi merupakan bagian alami dari evolusi virus. Pada kasus virus SARS-CoV-2, mutasi-mutasi yang dialaminya bisa muncul karena random error atau kerusakan acak saat virus mereplikasi diri. Mutasi tersebut bisa disebabkan oleh protein antivirus di dalam tubuh orang yang terinfeksi, atau melalui rekombinasi gen. Meski demikian, tanda-tanda rekombinasi tidak ditemukan pada strain SARS-CoV-2 baru.

Sebagian besar mutasi virus tidak memiliki dampak apa pun. Walau begitu, terkadang suatu mutasi atau pada kombinasi mutasi bisa membuat virus memiliki kemampuan baru. Misalnya seperti pada strain baru ini, virus diyakini menunjukkan kemampuan menginfeksi yang lebih tingi.

Saat ini para peneliti belum mengetahui dampak strain baru virus Corona terhadap vaksin COVID-19. Namun, Lucy van Dorp berpendapat, sebaiknya para ilmuwan memastikan kembali bahwa vaksin yang ada bisa menstimulasi respons antibodi yang lebih besar terhadap seluruh spike protein. Dengan demikian, efikasi vaksin tidak akan kalah oleh mutasi.

Hanya perlu diketahui, ada bukti yang semakin meningkat bahwa spesies lain dari virus Corona seasonal atau musiman menunjukkan sedikit kemampuan untuk menghilangkan imunitas dalam waktu lebih lama. Karenanya, menjadi hal yang masuk akal jika vaksin perlu COVID-19 didapat secara berkala, seperti pada vaksin influenza. Hal ini tentu memerlukan riset yang lebih mendalam.

4 dari 4 halaman

11 Negara Tutup Akses Perjalanan dari Inggris

Sejumlah negara diketahui telah melarang perjalanan dari Inggris dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan tindakan penahanan yang lebih kuat, karena pemerintah Inggris memperingatkan bahwa jenis baru virus Corona yang sangat menular itu saat ini berstatus "di luar kendali".

Mengutip laman Channel News Asia, Senin (21/12/2020), Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan penularan strain baru telah memaksa pemerintahnya untuk melakukan penguncian di sebagian besar wilayah Inggris selama periode Natal.

"Sayangnya strain baru itu di luar kendali. Kami harus mengendalikannya," Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan kepada Sky News.

Negara-negara di Benua Eropa telah mulai memberlakukan larangan perjalanan dari Inggris setelah melaporkan varian virus Corona yang lebih menular dan "di luar kendali".

Mereka adalah Irlandia, Jerman, Prancis, Italia, Belanda, dan Belgia yang semuanya menghentikan penerbangan. Langkah-langkahnya bervariasi dan awalnya berjangka pendek tetapi aturan yang diberlakukan oleh Prancis juga memengaruhi alur pengiriman barang.

Pertemuan yang digelar oleh Uni Eropa pada Senin pagi akan membahas tanggapan yang lebih terkoordinasi.

Secara khusus Belanda telah mengatakan akan melarang semua penerbangan penumpang dari Inggris hingga 1 Januari.

Belanda mengambil langkah tersebut setelah tes yang dilakukan pada sampel yang diambil di Belanda pada awal bulan ini mengungkapkan varian baru virus Corona yang sama seperti yang dilaporkan di Inggris.

Menunggu 'kejelasan yang lebih pasti' tentang situasi di Inggris, pemerintah Belanda mengatakan bahwa, "Risiko lebih lanjut dari jenis virus baru yang diperkenalkan ke Belanda harus diminimalkan sebanyak mungkin."

Kemudian pada hari Minggu (20/12) dikatakan juga akan melarang penumpang feri yang datang dari Inggris, meskipun pengiriman akan dilanjutkan.

Negara itu telah melaporkan peningkatan harian dengan lebih dari 13.000 kasus - rekor baru, meskipun langkah-langkah penguncian yang keras diterapkan pada 14 Desember.

Selain negara-negara yang telah disebutkan, Austria, Bulgaria, Swiss dan Turki juga ikut melarang penerbangan dari Inggris sebagai bentuk tindakan pencegahan.

Terkini, Arab Saudi memutuskan untuk menangguhkan semua penerbangan internasional selama seminggu. Hal ini dapat diperpanjang, di tengah meningkatnya kekhawatiran atas jenis baru COVID-19, demikian disebutkan dalam sumber resmi di Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi.

Dikutip dari laman Gulfnews, Senin (21/12/2020), larangan itu juga berlaku untuk masuknya warga dunia ke Arab Saudi melalui pelabuhan darat dan laut, kata sumber itu.

"Prosedur ini akan ditinjau berdasarkan perkembangan terkait pandemi, dan apa yang diterima dari Kementerian Kesehatan," kata sumber itu dalam sebuah pernyataan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.