Sukses

Wanita Hamil Berisiko Terinfeksi COVID-19, Kenapa Tidak Menjadi Prioritas Penerima Vaksin?

CDC memperingatkan bahwa wanita hamil dengan COVID-19 meningkatkan risiko kelahiran prematur. Apakah itu berarti orang hamil juga menjadi prioritas penerima vaksin pertama?

Liputan6.com, Jakarta Setelah berbulan-bulan menanti, hasil uji klinis vaksin COVID-19 akan segera keluar. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) pun telah mengadopsi rekomendasi untuk memprioritaskan pemberian vaksin kepada petugas kesehatan garda depan dan penghuni panti jompo, karena keduanya merupakan kelompok paling berisiko tinggi tertular penyakit. Lalu, bagaimana dengan orang hamil?

Sebuah studi Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR) menemukan, wanita hamil sebenarnya merupakan salah satu orang yang berisiko terkena COVID-19. Studi tersebut melaporkan, orang hamil cenderung dirawat di unit perawatan intensif (ICU), menerima ventilasi invasif dan oksigenasi membran ekstrakorporeal (penggunaan paru-paru buatan yang terletak di luar tubuh yang memasukkan oksigen ke dalam darah), dan berisiko tinggi mengalami kematian dibandingkan orang yang tidak hamil. CDC juga telah memperingatkan bahwa orang hamil dengan COVID-19 memiliki risiko melahirkan prematur.

Lantas, apakah itu berarti orang hamil juga menjadi prioritas penerima vaksin pertama?

Sayangnya, tidak sesederhana itu. Pertama, karena wanita hamil tidak terlibat aktif dalam uji klinis tahap akhir untuk vaksin COVID-19 apa pun, termasuk vaksin Pfizer dan Moderna. Kurangnya data ini membuat vaksin tersebut tidak bisa diberikan padanya meskipun vaksin telah disetujui oleh FDA untuk digunakan di AS, tetap saja vaksin tidak akan direkomendasikan untuk orang hamil.

Pada 2 Desember, Komite Penasihat untuk Praktik Imunisasi (ACIP), dewan penasihat independen CDC, juga mencatat bahwa saat ini "tidak ada data tentang keamanan dan kemanjuran vaksin COVID-19 pada orang hamil atau menyusui untuk menginformasikan rekomendasi vaksin."

Wakil presiden Kegiatan Praktik untuk American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) Christopher Zahn, MD, mengatakan, ACOG telah mendesak Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) serta Komite Penasihat untuk Praktik Imunisasi untuk membahas penggunaan vaksin pada individu hamil dan menyusui."

Zahn menambahkan bahwa ACOG akan terus memantau data dan rekomendasi saat tersedia dan merilis panduan untuk anggota "segera setelah informasi yang cukup tersedia dari FDA dan ACIP untuk menginformasikan secara memadai rekomendasi penggunaan vaksin yang akan datang ini pada pasien wanita hamil dan menyusui."

Bahkan Inggris, negara pertama yang menyetujui vaksin Pfizer, mengambil sikap serupa terkait pemberian vaksin tersebut kepada orang hamil. Pemerintah Inggris yang mengambil "pendekatan kehati-hatian", menyetujui Komite Bersama Vaksinasi dan Imunisasi (JVCI) yang menyarankan agar orang hamil tidak mendapatkan vaksin karena kurangnya data tentang keamanan. Aturan ini juga berlaku kepada orang-orang yang mengira diri mereka mungkin hamil dan orang-orang yang merencanakan kehamilan dalam waktu tiga bulan sejak dosis pertama vaksin.

ACIP juga mempertimbangkan lebih lanjut terkait pemberian vaksin COVID-19 pada tenaga kesehatan yang hamil atau menyusui, yang akan diputuskan setelah data dari uji klinis fase III dan kondisi Otorisasi Penggunaan Darurat FDA ditinjau.

Pengecualian pemberian vaksin terhadap orang hamil sudah cukup umum. Pada 2018, para peneliti yang menulis untuk Trials mengatakan wanita hamil "sangat kurang terwakili dalam penelitian klinis" dan merekomendasikan penyertaan orang hamil "pada fase paling awal dari proses penelitian."

ACOG juga telah lama menganjurkan orang hamil dan menyusui untuk diikutsertakan dalam uji klinis untuk memberikan data keamanan dan kemanjuran yang diperlukan agar ibu hamil membuat keputusan yang tepat terkait vaksinasi, kata Dr. Zahn.

"Sejak musim panas, ACOG telah menganjurkan bagi pasien hamil yang termasuk dalam kelompok prioritas tinggi yang diidentifikasi ACIP agar memiliki kebebasan untuk membuat keputusan sendiri terkait penerimaan vaksin [COVID-19] bersama dengan tim perawatan klinis mereka," Kata Dr. Zahn.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pendapat obgyn

Dalam diskusi selama acara Grand Rounds 2020 Columbia University, seperti dilansir CNBC , Dr. Anthony Fauci direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases menyampaikan kepada pembuat obat dan regulator AS untuk meluncurkan uji klinis vaksin COVID-19 pada orang hamil dan anak-anak pada Januari 2021. Ia mengatakan uji coba tidak selalu melihat kemanjuran, melainkan keamanan dan imunogenisitas (kemampuan vaksin untuk memicu respons imun) pada dua populasi tersebut.

Tapi selama ini kita tahu orang hamil juga perlu mendapat vaksin. Menurut ahli, beberapa vaksin diketahui aman diberikan selama kehamilan, salah satunya vaksin flu. CDC menyarankan orang hamil untuk mendapatkan vaksinasi flu untuk melindungi ibu sekaligus bayinya. Contoh lain yaitu vaksin batuk rejan, yang harus diberikan pada awal trimester ketiga. Namun, terlepas dari rekomendasi CDC, hanya 1 dari 4 orang hamil di AS yang mendapatkan vaksin flu dan batuk rejan. Perbedaannya adalah banyak penelitian telah menunjukkan bahwa vaksin ini aman selama kehamilan (untuk ibu dan bayi), tetapi kami masih belum memiliki data untuk vaksin COVID-19.

Pendapat obgyn tentang hal ini

Asisten profesor klinis kedokteran obstetri, ginekologi, dan reproduksi di Icahn School of Medicine di Mount Sinai Rebecca C. Brightman, MD, mengatakan, ia belum menerima informasi tentang vaksinasi COVID-19 selama kehamilan ataupun perencanaan kehamilan. "Kami akan mengikuti pedoman dari American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) saat ini diterbitkan," kata dr. Rebecca.

Dokter obgyn lainnya, seperti Sherry Ross mengatakan tidak ada cukup penelitian medis untuk memastikan keamanan pemberian vaksin COVID-19 pada orang hamil dan bayi mereka yang belum lahir dari efek berbahaya apapun yang terkandung dalam vaksin tersebut. "Pada titik ini, terlalu banyak ketidakpastian tentang keamanan vaksin COVID-19 pada wanita hamil."

Sehingga untuk saat ini, cara terbaik untuk melindungi wanita hamil agar tidak tertular virus COVID-19 adalah dengan mengikuti saran CDC dan mempraktikkan jarak sosial, hindari pertemuan di dalam ruangan dan memakai masker — dan itu berlaku untuk semua orang, tidak hanya orang hamil itu sendiri.

"Mengurangi kasus COVID-19 pada populasi umum masih merupakan strategi paling cerdas untuk melindungi [orang] hamil dari virus yang tidak dapat diprediksi dan berpotensi mematikan ini. Ada juga pertanyaan tentang kekebalan (herd immunity) yang mungkin melindungi orang hamil di masa mendatang, tetapi kami masih jauh dari itu," kata Dr. Ross.

Pakar penyakit menular terkemuka di negara itu, Dr. Anthony Fauci, mengatakan setidaknya 75% orang perlu divaksinasi atau terinfeksi untuk menghasilkan herd immunity.

Tentu akan ada kemungkinan orang yang menerima vaksin tidak sadar bahwa ia sedang hamil. Sehingga menurut dr. Paul A. Offit dari Children's Hospital of Philadelphia menekankan bahwa benar-benar mengecualikan orang hamil dari uji coba vaksin akan sulit. "jadi setidaknya akan ada beberapa data di dalamnya," katanya. Ia juga mengatakan bahwa aplikasi Vaccine Safety Assessment for Essential Workers (V-SAFE) oleh CDC akan melacak reaksi yang merugikan pada semua orang yang mendapat vaksin, termasuk orang-orang yang yang tidak tahu bahwa mereka hamil ketika mereka mendapatkan vaksin.

Kesimpulannya, untuk saat ini, para ahli belum tahu pasti apakah vaksin COVID-19 aman untuk orang hamil atau kapan mereka akan ditawarkan vaksinnya. Tetapi ACOG sangat yakin bahwa vaksin tidak boleh mengecualikan orang hamil. "Setiap keputusan yang dibuat harus didasarkan pada data dan rekomendasi yang tersedia untuk digunakan dalam kehamilan, faktor risiko individu pasien dan potensi manfaatnya, serta kebutuhan unik mereka, keinginan, dan nilai mereka."

3 dari 3 halaman

Sehat Sejak dalam Kandungan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.