Sukses

Kurang Mencintai Diri Sendiri, Salah Satu Alasan Seseorang Alami Kekerasan Seksual

Perempuan acap kali menjadi sasaran kekerasan seksual. Selain konstruksi sosial di masyarakat memberi cap bahwa perempuan itu lemah, “self love deficit” juga jadi alasan lain terjadinya kekerasan seksual.

Liputan6.com, Jakarta Perempuan acap kali menjadi sasaran kekerasan seksual. Selain konstruksi sosial di masyarakat memberi cap bahwa perempuan itu lemah, self love deficit juga jadi alasan lain terjadinya kekerasan seksual.

Menurut psikolog klinis dari Yayasan Pulih Noridha Weningsari, orang dengan self love deficit atau kurangnya rasa cinta pada diri sendiri biasanya bergantung atau terus menerus terjebak dalam suatu relasi yang tidak sehat termasuk relasi kekerasan.

Awal mula timbulnya self love deficit berasal dari pengasuhan-pengasuhan bersyarat (toxic parenting), kritik terus-menerus, relasi tidak hangat, dan pengasuhan berkekerasan.

“Sehingga anak yang mengalami ini tumbuh jadi anak yang mencari cinta, berusaha menyenangkan orangtua atau orang lain, menahan emosi agar dia dicintai,” ujar Noridha dalam webinar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), ditulis Selasa (8/12/2020).

Pada akhirnya, orang-orang dengan kondisi ini menjadi insecure, merasa tidak aman, dan merasa tidak cukup dicintai oleh orang lain sehingga dalam relasi, mereka cenderung lebih pasrah.

Orang dengan self love deficit akan memilih bertahan dalam hubungan berkekerasan karena ia merasa tindakan kekerasan yang dilayangkan padanya bukanlah masalah, yang penting ia dicintai.

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Aman Palsu

Kepasrahan orang dengan self love deficit dalam relasi berkekerasan menggambarkan bahwa ia tidak percaya diri bisa mendapatkan cinta lain dari orang lain.

Maka ketika disakiti, ia akan menerima tanpa perlawanan dan menganggap dengan demikian pelaku kekerasan akan selalu ada untuknya.

“Yang penting ada yang mencintai aku, yang penting dia selalu ada untuk aku. Itu sebenarnya aman yang palsu.”

Mereka cenderung menolak kenyataan bahwa perilaku kekerasan dalam hubungannya bukanlah bentuk kekerasan.

“Misal, pasangan posesif karena cinta dan tidak mau orang tersebut berhubungan dengan orang lain. Tapi sebenarnya itu penolakannya dia.”

Jadi, korban perlu diajak untuk memahami tentang berbagai jenis kekerasan agar terhindar dan dapat keluar dari relasi berkekerasan tersebut.

3 dari 3 halaman

Infografis Kekerasan dalam Pacaran

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.