Sukses

CDC Ungkap Penularan Antar Manusia dari Virus Chapare di Bolivia Tak Berpotensi Pandemi

CDC dan para ahli mengatakan bahwa virus yang dapat menyebabkan penyakit mirip Ebola di Bolivia tersebut, tidak berpotensi menjadi pandemi seperti COVID-19

Liputan6.com, Jakarta Awal pekan ini, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengumumkan adanya penularan antar manusia dari virus hewan mematikan penyebab demam, sakit perut, muntah, gusi berdarah, ruam kulit, dan nyeri di belakang mata, di Bolivia.

Virus penyebab penyakit mirip Ebola, yang disebut sebagai "virus Chapare" ini sebelumnya hanya terkonfirmasi satu kasus di provinsi Chapare, Bolivia pada 2004, lalu kemudian menghilang.

Namun pada 2019, dilaporkan lima orang terjangkit virus tersebut. Penyakit tersebut menyebar antar manusia lewat cairan tubuh dan dilaporkan terjadi di dekat ibu kota Bolivia, La Paz. Tiga orang dikabarkan meninggal dunia.

Di tahun 2020, dinyatakan bahwa tidak ada kasus aktif dari virus Chapare. Selain itu, para ahli mengatakan bahwa tidak ada potensi pandemi dari virus ini.

Dikutip dari Insider pada Minggu (22/11/2020), laporan yang dipresentasikan di pertemuan tahunan American Society of Tropical Medicine and Hygiene (ASTMH) mengungkapkan, tiga dari kasus infeksi virus tersebut terjadi pada petugas layanan kesehatan yang mungkin tertular pasien, dan dua di antaranya meninggal dunia.

Adanya bukti penularan dari manusia ke manusia dinilai harus jadi alasan kewaspadaan di antara petugas kesehatan di wilayah tersebut. Selain itu, mereka yang menangani dugaan kasusnya juga harus menghindari kontak dengan cairan tubuh pasien.

 

 

 

 

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sempat Dikira DBD

Ahli virologi dari CDC Amerika Serikat, Mara Morales-Betoulle mengatakan, mereka sempat terkejut melihat virus Chapare yang muncul kembali setelah 15 tahun.

Awalnya, mereka mengira bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh demam berdarah dengue (DBD).

"Di Amerika Selatan pada umumnya, saat orang melihat kasus dengan gejala demam hemoragik, mereka langsung terpikir tentang demam berdarah dengue sebelum penyakit lainnya," kata Morales-Betoulle dikutip dari Live Science.

Ketika peneliti di Bolivia menyadari bahwa penyakit tersebut bukan DBD, sampel dari tubuh pasien pun dikirim ke laboratorium CDC di AS dan teridentifikasi sebagai virus Chapare.

Mereka juga telah melakukan studi pada patogen endemik lain di wilayah tersebut seperti demam kuning dan Machupo, penyebab demam hemoragik lainnya yang juga langka. Namun semuanya negatif.

Meskipun begitu, virus Chapare dinilai tidak berpotensi menjadi pandemi seperti COVID-19.

Berbeda dengan virus corona penyebab COVID-19 yang dapat menular lewat pernapasan, virus Chapare menyebar lewat kontak langsung cairan tubuh pasien.

3 dari 4 halaman

Tidak Berpotensi Pandemi

Daniel Bausch, Presiden terpilih dari ASTMH mengatakan bahwa orang-orang yang berisiko tertular virus Chapare adalah mereka yang berkontak dekat dengan orang sakit, seperti petugas kesehatan dan anggota keluarga yang merawat pasien di rumah.

Bausch juga mengatakan, virus Chapare cukup spesifik secara geografis. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa dari beberapa bukti, hanya tikus tertentu yang banyak ditemukan di Amerika Selatan saja, yang kemungkinan jadi pembawa virus.

"Ini bukan jenis virus yang perlu kita khawatirkan akan memulai pandemi berikutnya, atau menciptakan wabah besar," kata Bausch.

Meski senada dengan Bausch, Colin Carlson, peneliti penyakit zoonosis dari Georgetown University mengatakan kepada Live Science, penyakit ini tetap saja merugikan. Ia mengatakan, adanya wabah dapat merusak sistem perawatan kesehatan, apabila banyak tenaga kesehatan yang sakit setelah merawat pasien terinfeksi.

Carlson dan Morales-Betoulle pun mengatakan bahwa masyarakat tak perlu khawatir akan adanya wabah virus Chapare dalam waktu dekat. Saat ini, tidak ada kasus aktif pada manusia yang dilaporkan. Selain itu, demam hemoragik tidak memiliki periode asimptomatik seperti COVID-19 atau kemampuan menyebar lewat udara. Ini membuat mereka tidak mudah menyebar.

Hanya saja, Carlson mengatakan bahwa kekhawatiran dari adanya penyakit ini adalah beban COVID-19 pada sistem perawatan kesehatan, serta pada kesehatan populasi global, membuat manusia jadi lebih rentan pada virus lain.

4 dari 4 halaman

Infografis Yuk Perhatikan Cara Cuci Tangan yang Benar

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.