Sukses

Kerumunan Dapat Tingkatkan Potensi Penularan COVID-19, Waspadai Gejala Orang Sekitar Kita

Beberapa hari lalu terjadi kerumunan massa di Kawasan Petamburan, Jakarta Barat padahal wabah COVID-19 masih mengalami kenaikan.

Liputan6.com, Jakarta Beberapa hari lalu terjadi kerumunan massa di Kawasan Petamburan, Jakarta Barat, padahal penyebaran COVID-19 masih mengalami kenaikan.

Menanggapi hal ini, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Prof dr Tjandra Yoga Aditama Sp P(K), MARS, DTM&H, DTCE mengatakan bahwa jika protokol kesehatan tidak dilakukan termasuk menjaga jarak, potensi penularan akan lebih besar.

“Kalau jaga jarak tidak dijaga maka potensi penularan lebih besar,” ujar Tjandra kepada Liputan6.com, Jumat (20/11/2020).

Jika kerumunan telah terjadi maka hal yang perlu dilakukan adalah waspada terhadap gejala, tambahnya. Namun, tidak semua orang yang terkena COVID-19 menampilkan gejala.

“Kalau sudah seperti itu maka kita harus cek, ada tidak orang sekitarnya yang sakit. Kalau ada yang sakit, maka yang bersangkutan perlu melakukan karantina diri.”

Jika tidak ada orang sekitar yang sakit maka menjaga kesehatan dengan baik sangat diperlukan, seiring dengan pengawasan kemungkinan COVID-19. Dengan kata lain, kewaspadaan harus tetap dimiliki.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Potensi Menambah Klaster Keluarga?

Orang-orang yang telah melakukan kerumunan akan pulang ke rumah masing-masing dan berinteraksi dengan keluarga di rumah.

“Soal klaster keluarga atau bukan keluarga, itu cerita lain lagi. Maksud saya, secara umum kalau jaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan tidak dilakukan maka penularan di antara mereka atau di tempat lain lebih mungkin terjadi.”

Ia menambahkan, ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan terjadi di berbagai tempat, tidak hanya di Indonesia.

“Seperti kita ketahui, Eropa sekarang sedang melangkah ke gelombang kedua jadi sebagian negara melakukan penguncian kedua.”

Jurnal mengatakan salah satu penyebab gelombang kedua adalah masyarakat yang mulai lelah dengan protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19.

“Salah satu yang banyak diperkirakan menjadi faktor datangnya gelombang kedua adalah restriksi, banyak pelarangan tidak boleh begini tidak boleh begitu, lama-lama orang lelah dan bosan. Dengan demikian orang di Eropa itu tidak patuh lagi dengan protokol.”

3 dari 4 halaman

Penanggulangan yang Bisa Dilakukan

Ia menyarankan, sebelum ada vaksin dan obat yang memadai maka protokol kesehatan menjadi hal yang harus dilakukan.

“Ketika vaksin yang aman belum ada, maka kita harus berpegang pada protokol kesehatan itu.”

Protokol kesehatan sebetulnya bukan hanya 3M, melainkan banyak hal lainnya, katanya.

“3T juga termasuk cara mencegah, kalau tes massal dilakukan maka orang yang sakit akan ditemukan kemudian orang sakit itu bisa diisolasi sehingga tidak menyebar ke orang lain.”

Kalau 3T (test, treat, dan trace) digalakkan maka itu bukan hanya dapat menanggulangi pandemi tapi juga merupakan upaya yang sangat bagus untuk pencegahan.

“Ada satu lagi yang juga perlu, yaitu etiket, seperti cara batuk, tidak bersalaman, itu juga kan bagian dari upaya pencegahan. Hal-hal tersebut adalah upaya yang bisa dilakukan sambil kita menunggu vaksin,” tutupnya.

4 dari 4 halaman

Infografis Waspada 5 Gejala COVID-19 pada Anak

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.