Sukses

Pemberian Antibiotik pada Hewan Berlebihan, Resistensi Antimikroba Mengancam Kesehatan

Dalam sebuah laporan diperkirakan pada tahun 2050, akan ada 10 juta kematian yang disebabkan oleh bakteri yang resistensi antimikroba.

Liputan6.com, Jakarta Pemberian antibiotik yang terus menerus secara berlebihan pada hewan ternak, dikhawatirkan menimbulkan masalah bakteri super atau "superbug" yang resistensi antimikroba (Antimicrobial Resistance/AMR).

"Ancaman AMR ini tidak hanya mempengaruhi satu negara saja, baik yang kaya ataupun yang miskin," kata Tri Satya Putri Naipospos, Ketua Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS) dalam diskusi publik daring yang diadakan pada Selasa (17/11/2020).

"Kecepatan dan volume perjalanan yang juga intensifnya perdagangan internasional, termasuk ternak, pangan, dan orang, berkontribusi pada kemunculan dan penyebaran yang cepat dari organisme yang resistensi antimikroba ke seluruh planet Bumi,"

Dalam laporan yang dimuat di The Review on Antimicrobial Resistance (2014), Antimicrobial resistance: Tackling a crisis for thehealth and wealth of Nations, menunjukkan bahwa AMR telah menyebabkan sekitar 700 ribu kematian setiap tahun.

Laporan tersebut memperkirakan, pada tahun 2050 akan ada 10 juta kematian yang disebabkan oleh bakteri yang resisten terhadap antimikroba.

"Kerugian ekonominya bisa mencapai sekitar 100 triliun dolar AS bagi ekonomi global. Organisasi Kesehatan Dunia juga menyebut AMR sebagai 1 dari 10 ancaman kesehatan global pada tahun 2019."

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bahaya AMR Bagi Kesehatan Individu

Lebih lanjut, wanita yang akrab disapa Tata itu mengatakan, konsekuensi dari AMR bagi kesehatan individu dan masyarakat sangatlah besar.

"Terjadi kesakitan dan kematian pada manusia akibat mengonsumsi misalnya, daging ayam broiler yang mengandung bakteri resisten, kemudian juga menyebabkan periode infeksi yang berkepanjangan dengan peningkatan risiko penularan patogen resisten kepada orang lain," katanya.

Dampak lainnya adalah kenaikan biaya secara langsung, misalnya akibat masa inap rumah sakit yang lebih lama, serta penggunaan obat-obatan lini kedua atau ketiga yang lebih mahal. "Dan (dampak pada) biaya tidak langsung misalnya absen dari kerja yang berkepanjangan," Tata menambahkan.

Maka dari itu, World Animal Protection Indonesia, dalam pesannya menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Pertanian, perlu meningkatkan standar kesejahteraan hewan, serta memantau, dan melaporkan penggunaan antibiotik pada hewan ternak.

"Retailer, supermarket, dan restoran cepat saji harus menetapkan standar yang jauh lebih tinggi untuk memastikan hewan dalam rantai pasokan mereka diperlakukan dengan baik, dan antibiotik digunakan secara bertanggung jawab dalam peternakan," kata Rully Prayoga, Juru Kampanye World Animal Protection Indonesia.

Selain itu, menurut Tulus Abadi, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dibutuhkan sistem penelusuran rantai pasokan makanan dan transparansi informasi setiap produk peternakan termasuk hewan untuk memastikan konsumen aman dan sadar akan penerapan praktik kesejahteraan hewan oleh industri peternakan, supermarket, dan restoran cepat saji

3 dari 3 halaman

Infografis 7 Gejala Anda Terjangkit Covid-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.