Sukses

Dukungan Psikologis Awal untuk Anak Stunting, Seperti Apa?

Psikolog Rumah Sakit Mitra Keluarga Waru, Surabaya, Naftalia Kusumawardhani menerangkan tentang Dukungan Psikologis Awal (DPA) untuk anak yang mengalami stunting.

Liputan6.com, Jakarta Psikolog Rumah Sakit Mitra Keluarga Waru, Surabaya, Naftalia Kusumawardhani menerangkan tentang Dukungan Psikologis Awal (DPA) untuk anak khususnya yang mengalami stunting.

Menurutnya, DPA adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak negatif distres dan meminimalkan munculnya gangguan psikologis di kemudian hari. DPA sendiri memiliki tiga prinsip yaitu hak, martabat, dan keamanan.

“Jadi kalau kita melakukan DPA, hargai hak anak, martabatnya juga harus dijaga, dan keamanannya. Aman ini bukan hanya tempatnya tapi juga datanya, tidak perlu diekspos,” ujar Naftalia dalam webinar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) ditulis pada Senin (9/11/2020).

Contoh mengekspos data anak adalah ketika seseorang memberikan DPA atau pertolongan pada anak stunting kemudian anak itu difoto dan fotonya diunggah di media sosial dengan tujuan mendapatkan pujian warganet.

“Tidak perlu diekspos, bekerja dalam senyap menurut saya jauh lebih besar pahalanya.”

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

4 Tahapan DPA

Dalam melakukan DPA, ada empat tahap yang perlu diingat. Tahapan-tahapan tersebut yakni persiapan, melihat, mendengarkan, dan menghubungkan.

“Di tahap persiapan kita sendiri harus punya informasi tentang anak-anak stunting yang lagi stres, kesulitan belajar, atau mengalami bullying itu kita perlu tahu bagaimana cara menanganinya.”

Selain membekali diri dengan informasi, persiapan juga mencakup tenaga dan waktu. Mengingat, DPA bukanlah pekerjaan sambilan, kata Naftalia.

“Sekali bapak ibu menangani satu kasus, jangan lepaskan sampai ketuntasan tertentu jadi ini bukan pekerjaan iseng.”

Tahapan kedua adalah melihat kebutuhan apa yang harus dipenuhi untuk anak dan melihat keadaan fisik, mental, dan lingkungan anak.

“Lihat kebutuhan anak saat itu apa, butuh perlindungan atau butuh makanan kah? Penuhi saat itu juga, utamakan yang paling penting. Kalau anak dibully dan luka ya jangan dinasihati, jangan diajak berdoa tapi bawa ke fasilitas kesehatan setempat atau obati kalau mampu.”

Tahap ketiga adalah mendengarkan. Dalam tahap mendengarkan, pemberi DPA perlu betul-betul mendengarkan setiap keluhan anak tanpa memberi nasihat terlebih dahulu.

“Dengarkan dulu apa yang mau dia bicarakan.”

Tahap keempat adalah menghubungkan. Pemberi DPA harus mengetahui Batasan yang dimiliki, jika mampu maka bisa dibantu dan jika tidak maka bisa dihubungkan dengan pihak yang tepat.

“Ketahui akses penghubungnya ke mana, ke fasilitas kesehatan kah, tenaga ahli, atau lembaga lain yang sesuai tergantung kondisi anak,” pungkasnya.

3 dari 3 halaman

Infografis Stunting

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.