Sukses

Studi Baru Menemukan Virus Corona Menginfeksi Sel-Sel di Mulut

Sebuah studi menemukan virus corona SARS-CoV-2 dapat menginfeksi sel-sel di mulut, yang dapat memacu penyebaran virus baik di dalam tubuh maupun ke orang lain.

Liputan6.com, Jakarta Sebuah studi menemukan virus corona atau SARS-CoV-2 dapat menginfeksi sel-sel di mulut, yang dapat memacu penyebaran virus baik di dalam tubuh maupun ke orang lain.

Dalam studi baru yang diposting 27 Oktober ke database pracetak medRxiv, para peneliti memperkirakan jaringan mulut mana yang paling rentan terhadap SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19. Jadi tim peneliti memeriksa RNA (sejenis materi genetik yang memberi tahu pabrik pembuat protein sel apa yang harus dibangun) pada berbagai jenis sel yang ada di mulut.

Mereka menemukan, dibandingkan dengan jaringan mulut lainnya, sel-sel dari kelenjar ludah, lidah dan amandel membawa paling banyak RNA yang terkait dengan protein yang dibutuhkan virus Corona untuk menginfeksi sel. Ini termasuk reseptor ACE2, yang ditancapkan oleh virus, dan enzim yang disebut TMPRSS, yang memungkinkan virus untuk menggabungkan membrannya dengan membran sel inang dan menyelinap ke dalam.

Para peneliti kemudian mengambil sampel air liur dari pasien COVID-19 dan menemukan kalau sel-sel mulut keluar bersama ludah kita, sehingga mereka dapat mendeteksi sel-sel yang terinfeksi yang mengapung di dalam sampel.

Semakin banyak virus Corona yang mereka temukan, semakin besar kemungkinan pasien mengalami kehilangan bau dan rasa sebagai salah satu gejalanya, meskipun air liur dari beberapa orang tanpa gejala juga mengandung sel yang terinfeksi. Selain itu, tim tersebut memeriksa jaringan mulut dari pasien COVID-19 yang telah meninggal, dan mereka menemukan lebih banyak bukti infeksi pada jenis sel rentan yang mereka tandai.

"Studi kami menunjukkan bahwa mulut adalah jalur infeksi sekaligus inkubator virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19," Dr. Kevin Byrd, seorang peneliti dan manajer Oral and Craniofacial Research di American Institut Penelitian dan Sains Asosiasi Gigi, seperti dilansir Live Science.

Secara teoritis, infeksi SARS-CoV-2 di mulut dapat menyebabkan perubahan produksi atau kualitas air liur, berkontribusi pada gejala hilangnya rasa, katanya. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengungkapkan bagaimana infeksi mulut ini memengaruhi perjalanan penyakit pada pasien COVID-19, serta bagaimana sel-sel yang terinfeksi tersebut berkontribusi pada penyebaran virus Corona di antara manusia.

"Melihat keberadaan virus di dalam kelenjar ludah, saya pikir itu hal baru," kata Dr. Alessandro Villa, asisten profesor dan kepala Klinik Pengobatan Mulut Sol Silverman di Universitas California, San Francisco, yang tidak terlibat dalam penelitian. "Itulah yang menarik bagi saya sebagai seorang dokter."

 

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penyempurnaan data

Sebelumnya disebutkan penelitian tersebut hanya mengamati beberapa lusin orang, kata Villa. "Jumlahnya kecil, pasti akan menjadi semakin menarik untuk melihat apa yang terjadi jika pada lebih banyak pasien dan lebih banyak jaringan," katanya.

Untungnya, penulis penelitian membantu menyusun alat yang dapat mempermudah penelitian infeksi mulut di masa mendatang. Secara khusus, mereka membuat atlas sel yang berbeda di mulut, yang pada dasarnya berfungsi sebagai peta sel mana yang berisi RNA apa, dan di mana.

Byrd dan rekan penulisnya Dr. Blake Warner, asisten penyelidik klinis di Salivary Disorders Unit at the National Institute of Dental and Craniofacial Research, cabang dari the U.S. National Institutes of Health, bekerja dengan organisasi bernama Human Cell Atlas untuk mengatur dan menyempurnakan data.

"Atlas baru ini memberi kami cara untuk menganalisis 50 jenis sel mulut… sekaligus untuk 'pintu depan' umum yang digunakan virus untuk memasuki sel untuk infeksi," kata Byrd. Atlas membantu mereka menentukan sel-sel yang berisiko tertinggi untuk infeksi SARS-CoV-2, dan kemudian tim memeriksa pekerjaan mereka terhadap sampel air liur dan dari autopsi jaringan pasien.

Sementara penelitian tersebut meyakinkan bahwa SARS-CoV-2 menginfeksi sel di mulut berdasarkan kasus yang ada, namun masih ada beberapa pertanyaan yang tetap tidak terjawab.

Pertama, penelitian tersebut tidak dapat menunjukkan seberapa banyak virus yang ditemukan dalam air liur sebenarnya berasal dari sel mulut yang terinfeksi. Ada kemungkinan beberapa virus berasal dari tempat lain, seperti hidung atau paru-paru, kata Byrd. "Namun, kami menemukan kelenjar ludah yang kurang tersorot tetapi tersebar luas ini (yang disebut kelenjar ludah minor) dapat membuat virus sendiri setelah terinfeksi," katanya.

Tim mengkonfirmasi hal tersebut dengan memeriksa kadar RNA virus corona dalam sel menggunakan PCR, sejenis tes yang sering digunakan untuk mendeteksi dan mendiagnosis COVID-19, serta teknik yang disebut hibridisasi in situ yang juga mendeteksi materi genetik.

"Kami berhipotesis ini adalah sumber utama virus dalam air liur," kata Byrd kepada Live Science. Ini perlu dikonfirmasi pada lebih banyak pasien COVID-19.

Selain itu, kita belum mengetahui bagaimana fungsi kelenjar ludah berubah setelah terinfeksi virus corona. "Jika produksi air liur yang entah bagaimana terganggu, seseorang dapat berspekulasi bahwa pasien (COVID-19) dapat mengembangkan perubahan rasa atau hilangnya rasa," karena air liur membawa molekul ke reseptor rasa di lidah, kata Villa.

Pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana virus corona menginfeksi sel mulut, pada tingkat molekuler, dapat membantu meningkatkan perawatan untuk pasien dengan gejala ini, kata Byrd.

Beberapa uji klinis juga sedang menyelidiki apakah obat kumur dapat membantu mencegah atau mengobati infeksi COVID-19; Peneliti UCSF berencana untuk melakukan satu percobaan seperti itu, menurut ClinicalTrials.gov, dan Villa bekerja dengan tim lain untuk mengatur percobaan tambahan dari beberapa obat kumur, katanya kepada Live Science.

Sementara itu, studi baru menunjukkan satu poin penting: Orang tanpa gejala dapat membawa banyak partikel virus dalam air liur mereka. Pada dua orang tanpa gejala yang termasuk dalam penelitian, virus ditemukan dalam air liur mereka 14 hari setelah tes positif pertama mereka, meskipun mereka telah dites negatif untuk virus di hidung dan tenggorokan mereka pada saat itu. Studi tersebut tidak membahas apakah virus yang terdeteksi masih dapat hidup, yang berarti dapat menginfeksi sel, dilansir dari FoxNews.

"Penelitian ini sangat menggarisbawahi pentingnya langkah-langkah kesehatan masyarakat yang kami tahu efektif, (seperti) masker, jarak sosial, dan cuci tangan, (serta) apakah Anda memiliki gejala atau tidak," kata Byrd.

Sehingga untuk menggambarkan bagaimana proses infeksi mulut bisa berhubungan dengan COVID-19, masih banyak yang harus dipelajari, dari dimana SARS-CoV-2 mulai, kemudian berjalan-jalan di tubuh, hingga akhirnya menghilang, kata Byrd.

3 dari 3 halaman

Infografis 3M Turunkan Risiko Covid-19 Berapa Persen?

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.