Sukses

Target Sasaran 180 Juta Vaksin COVID-19, Epidemiolog: Pastikan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

Soal pemberian vaksin COVID-19 nanti, epidemiolog sampaikan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi harus dipastikan apa saja.

Liputan6.com, Jakarta Terkait 180 juta warga Indonesia target vaksin COVID-19, epidemiolog Masdalina Pane menekankan, Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang bisa ditimbulkan dari pemberian vaksin tersebut harus diperhatikan.

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi adalah suatu kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi. Dari jurnal Sari Pediatri, untuk mengetahui hubungan antara pemberian imunisasi dengan KIPI diperlukan pelaporan dan pencatatan semua reaksi yang tidak diinginkan yang timbul setelah pemberian imunisasi.

 

"Soal pemberian vaksin COVID-19 ini harus dipastikan benar KIPI-nya," ujar Masdalina saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Jumat (2/10/2020).

"Kenapa ini penting? Satu persen KIPI pada 1.620 orang--partisipan uji klinis fase tiga vaksin Sinovac di Bandung, Jawa Barat--itu kecil saja. Tapi bayangkan, kalau satu persen dari 180 juta orang. Itu besar sekali."

KIPI yang ditimbulkan bisa berupa demam, kemerahan, dan bengkak.

"Kemudian ada beberapa KIPI fatal yang bisa tidak terlihat dalam sampel kecil. KIPI fatal itu sampai meninggal atau malah jadi kena COVID-19 nanti," lanjut Masdalina.

 

 

 

**Ingat #PesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Persiapan Matang untuk KIPI

Untuk berjaga terhadap Kejadian Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dari vaksin COVID-19, persiapan matang juga harus dilakukan. Dari perawatan dan penanganannya.

"Perhitungan KIPI biasanya sepersejuta orang. Jadi, ada sepersejuta orang yang menimbulkan efek berat (KIPI dalam kondisi berat). Artinya, tidak semua orang yang dilindungi dengan vaksin harus 100 persen terlindungi (100 persen tidak alami KIPI)," terang Masdalina dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI).

Masdalina mencontohkan, pengamatan KIPI terhadap vaksin untuk orang-orang yang berangkat haji.

"Saya ingat pas haji dulu, jumlah vaksin 210.000 dosis. Ya, karena yang berangkat haji ada 210.000 orang. Nah, biasanya kami mengamati per 5 tahun. Jumlahnya kan jadi 1 juta orang. Diamati, ada enggak yang kena meningitis lalu meninggal dunia," ujarnya.

"Kalau 180 juta orang nanti diberikan vaksin COVID-19, artinya ada sepersejuta, minimal 180 orang yang alami KIPI. Dan ini harus dipersiapkan pengelolaannya. Karena kan (vaksin COVID-19) ini sesuatu yang baru."

3 dari 4 halaman

Klasifikasi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

Berdasarkan informasi jurnal Sari Pediatri, untuk menentukan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) diperlukan keterangan mengenai berapa besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu, bagaimana sifat kelainan tersebut, lokal atau sistemik.

Kemudian bagaimana derajat kesakitan resipien, apakah memerlukan perawatan, apakah menyebabkan cacat, atau menyebabkan kematian. Lalu apakah penyebab KIPI dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti, dan akhirnya apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi, atau kesalahan pemberian.

Berdasarkan data yang diperoleh, KIPI dapat diklasifikasikan, sebagai berikut:

1. Induksi vaksin (vaccine induced)

Terjadinya KIPI disebabkan karena faktor intrinsik vaksin terhadap individual resipien. Misal, seorang anak menderita poliomielitis (kelumpuhan) setelah mendapat vaksin polio oral.

2. Provokasi vaksin (vaccine potentiated)

Gejala klinis yang timbul dapat terjadi kapan saja, saat ini terjadi karena provokasi vaksin. Contoh, kejang, demam pasca imunisasi yang terjadi pada anak yang kejang.

3. Kesalahan (pelaksanaan) program (programmaticerrors)

Gejala KIPI timbul sebagai akibat kesalahan pada teknik pembuatan dan pengadaan vaksin atau teknik cara pemberian.

Contoh, terjadi indurasi (tonjolan keras tapi tidak sakit) pada bekas suntikan disebabkan vaksin yang seharusnya diberikan secara intramuskular--injeksi ke dalam otot tubuh--justru diberikan dengan cara subkutan--penyuntikan ke area bawah kulit).

4. Koinsidensi (coincidental)

KIPI terjadi bersamaan dengan gejala penyakit lain yang sedang diderita. Misal, bayi yang menderita penyakit jantung bawaan mendadak sianosis--kulit membiru--setelah diimunisasi.

4 dari 4 halaman

Infografis Pfizer vaksin mRNA Covid-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.