Sukses

Peringatan Konten!!

Artikel ini tidak disarankan untuk Anda yang masih berusia di bawah

18 Tahun

LanjutkanStop di Sini

6 Alasan Seks Menjadi Tabu bagi Anak Muda

Dengan banyaknya informasi tentang seks di internet, faktanya tetap bahwa percakapan tentang seks sering diselimuti stigma negatif dan menjadi topik yang canggung. Bagaimana agar pendidikan mengenai seks tetap dijalankan dengan baik?

Liputan6.com, Jakarta Terlepas dari banyaknya informasi tentang seks di internet dan telah menjadi topik pembicaraan mulut ke mulut sejak dulu, faktanya tetap bahwa percakapan tentang seks sering diselimuti stigma negatif dan menjadi topik yang canggung. Bagaimana agar pendidikan mengenai seks tetap berjalan dengan baik?

Pendidikan seksual adalah sesuatu yang penting. Yang membuat topik seks menjadi tabu adalah ketika membahas pendidikan kesehatan seksual di kalangan remaja, mereka mungkin merasa malu untuk bertanya tentang topik tersebut atau mungkin bahkan tidak memiliki akses untuk informasi kesehatan seksual.

Sejak Senin 14 September hingga Minggu 20 September 2020, organisasi amal kesehatan seksual Brook telah mengadakan Pekan Kesehatan Seksual tahunan dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan kesehatan seksual dan ini beberapa alasan mengapa 6 hal mengenai seks ini masih dianggap tabu oleh anak muda.

 

 

Saksikan Juga Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 8 halaman

Bahasa dan komunikasi Seks

Dr Emma Chan, pemimpin Sexplain, sebuah organisasi yang menyediakan lokakarya di sekolah tentang kesehatan seksual, menjelaskan berdasarkan pengalamannya,

“Salah satu hal tabu terbesar yang sering muncul seputar kesehatan seksual adalah mengenai bahasanya sendiri. Tidak ada kata-kata yang tepat untuk menjelaskan suatu tindakan seks atau bagian tubuh tertentu ”. 

Dr Chan juga mengatakan bahwa seringkali kata-kata yang digunakan untuk merujuk pada seks juga dijadikan kata-kata ‘umpatan’, itulah sebabnya obrolan terbuka tentang seks kerap memiliki stigma dan konotasi negatif.

Selain itu, banyak orang mungkin tidak mengetahui terminologi yang tepat untuk digunakan, misalnya menggabungkan makna vagina (jalan yang menghubungkan bagian luar tubuh ke rahim) dan vulva (nama untuk bagian luar alat kelamin).

 “Tidak memiliki bahasa yang tepat untuk bagian tubuh tertentu dapat sangat mempengaruhi kemampuan Anda untuk mengkomunikasikan kebutuhan kesehatan seksual Anda,” kata Dr Chan.

Menrurutnya hal itu menjadi penting terutama dalam masa pandemi, ketika orang perlu menyelaraskan antara kebutuhan akan seks dan keintiman dengan risiko penyebaran COVID-19.  

"Bahkan tanpa tantangan dan tekanan pandemi, seks selalu menjadi topik percakapan yang canggung, tapi kami ingin mengubahnya."

3 dari 8 halaman

Mengenai Infeksi Menular Seksual (STI)

Meskipun diskusi tentang seks dianggap tidak pantas dalam suasana sehari-hari, hal ini juga berlaku terhadap percakapan tentang infeksi menular seksual (IMS).

Dr Chan menyatakan bahwa jika seseorang dites positif mengidap IMS, ini mungkin dianggap "kotor atau memalukan", yang pada gilirannya dapat menghalangi orang untuk mencari panduan tentang Layanan Kesehatan Seksual.

“Kami tahu bahwa hal-hal seperti kepercayaan diri, pengetahuan seputar penggunaan perlindungan kontrasepsi, serta kemampuan untuk mengakses Layanan Kesehatan Seksual adalah cara terbaik untuk tetap sehat. Memberi informasi dan memberi contoh bahwa tidak apa-apa membicarakan masalah ini adalah jalan terbaik untuk ke depan, ” kata Dr Chan.

Selama beberapa bulan terakhir, tes IMS harus beradaptasi setelah pandemi virus corona. Dr Brady menjelaskan bahwa banyak layanan klinik kesehatan seksual saat ini ditawarkan secara virtual. Oleh karena itu, jika seseorang ingin menjalani tes IMS, "Cara terbaik dan tercepat untuk mendapatkan tes adalah dengan memesannya secara online dan melakukan tes di rumah", katanya, dikutip dari Independent.

 

4 dari 8 halaman

Pornografi

Sudah lama diperdebatkan bahwa menonton pornografi dapat membuat orang mempunyai ekspektasi yang tidak realistis tentang seks, terutama jika mereka melakukannya di usia muda.

Namun, fakta yang tidak dapat dihindari bahwa banyak anak muda mungkin menonton film porno tanpa sepengetahuan orangtua atau wali mereka. Oleh karena itu penting untuk tidak membuat mereka merasa malu jika telah melakukannya, kata Dr Chan.

“Mengingat kami tahu bahwa anak muda memang menonton film porno, ini rasanya tidak membantu. Mempermalukan mereka menonton pornografi sepertinya tidak akan menghentikan mereka melakukannya, konten online yang eksplisit secara seksual ada di mana-mana. ”

Dalam hal ini, Dr Chan menyarankan untuk berdiskusi dengan kaum muda tentang pornografi sehingga mereka dapat “memiliki ruang untuk mengeksplorasi pertanyaan dan kekhawatiran yang mungkin mereka miliki”.

"Misalnya yang berkaitan dengan masalah seksualitas dan persetujuan - tanpa merasa dihakimi sejak awal," kata Dr Chan.

5 dari 8 halaman

Tujuan Pendidikan Seks

“Pendidikan seks seharusnya tidak hanya tentang reproduksi,” kata Dr Chan.

Beberapa orang masih banyak yang menganggap pendidikan seks adalah sesuatu yang tidak penting. Seperti yang ditunjukkan oleh Dr Chan, banyak orang yang aktif secara seksual mungkin tidak pernah atau tidak selalu melakukan hubungan seks penetrasi. Dan alasan mereka berhubungan seks tidak hanya terfokus pada reproduksi, karena bagi banyak orang, seks adalah tentang kesenangan.

“Kami telah menemukan bahwa jalan terdepan mengenai ini adalah dengan menggunakan bahasa inklusif setiap saat dan juga untuk mengambil pendekatan seks-positif dalam edukasi. Karena harus diakui bahwa informasi yang kami berikan mungkin tidak relevan untuk semua orang,”katanya.

Hal ini juga berlaku mengenai masturbasi. " Masturbasi dikelilingi oleh mitos yang tidak membantu, termasuk bahwa itu adalah tanda seseorang tidak dapat mengakses seks 'nyata' atau mengurangi kejantanan kesuburan.”

Hal ini mungkin juga berlaku untuk diskusi tentang individu dengan disabilitas fisik dan mental, karena beberapa orang dapat "merasa tidak nyaman" terkait penyandang disabilitas dengan melakukan hubungan seks, badan amal tersebut menguraikan.

“Kesehatan seksual dan reproduksi sering ditolak oleh penyandang disabilitas karena tidak nyaman dengannya. Akibatnya mereka menjadi rentan,” Brook menjelaskan.

“Ada kegugupan dari mereka dengan penyandang disabilitas untuk membicarakan tentang seks dan ini bisa dimengerti, tapi ini adalah hal tabu yang benar-benar bisa kita dobrak.”

 

6 dari 8 halaman

HIV

Selain adanya stigma seputar tes IMS, banyak orang juga enggan menjalani tes HIV. Penyakit ini bisa berasal dari virus yang umumnya ditularkan melalui hubungan seks vaginal atau anal tanpa kondom.

 Dr Brady mengatakan bahwa saat ini banyak kemajuan telah dibuat dalam memerangi HIV  "Walau muncul pengobatan yang efektif yang membuat orang yang hidup dengan HIV tidak dapat menularkan virus dan mendapat kehidupan yang normal dan sehat, banyak sikap orang terhadap HIV tidak berubah.”

 

“Stigma inilah yang sering membuat orang takut mendapatkan tes HIV,” katanya.

7 dari 8 halaman

Citra Tubuh

Melalui pengalaman Dr Chan dalam mendidik siswanya tentang kesehatan seksual di kelas, dia menemukan bahwa remaja sering kali merasa tidak nyaman ketika diskusi tentang citra tubuhnya.

Pemimpin dari Sexplain ini menjelaskan bahwa, "Sangat penting untuk mengatasi ketidaknyamanan yang dialami orang-orang mengenai citra tubuh (body image), sehingga mereka tidak berasumsi bahwa vulva atau penis seharusnya terlihat dengan cara tertentu."

“Kami sering mendapatkan 'hinaan' dari siswa ketika kami memperkenalkan konten tentang menstruasi, keputihan, dan persalinan,” kata Dr Chan.

“Di kelas anatomi, kami menghabiskan banyak waktu untuk mendiskusikan berbagai bagian vulva yang ternyata merupakan kata yang baru bagi siswa. Sering kali ada banyak yang tertawa, dan terkadang menunjukkan rasa jijik ketika kita membicarakan tentang labia bagian dalam yang menonjol dan terlihat. ”

Untuk alasan itu, Dr Chan percaya bahwa penting untuk menyampaikan informasi berbasis ‘bukti’ kepada remaja dengan menekankan bahwa variasi dan perbedaan dalam penampilan tubuh adalah sebenarnya hal yang sangat normal.

 

(Vania Accalia)

 

8 dari 8 halaman

Infografis Masker

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.