Sukses

Cegah Happy Hypoxia pada Pasien COVID-19, Perlukah punya Pulse Oximeter?

Perlukah seseorang memiliki pulse oximeter sendiri untuk mencegah happy hypoxia pada pasien COVID-19

Liputan6.com, Jakarta Pulse oximeter atau alat pemantau kadar oksigen dalam darah, menjadi salah satu cara yang digunakan untuk memantau kondisi kadar oksigen dalam tubuh pasien COVID-19.

Pemeriksaan dengan menggunakan pulse oximeter dinilai menjadi salah satu cara mudah untuk mencegah kasus fatal atau memeriksa pasien COVID-19 dengan happy hypoxia.

Namun perlukah seseorang memiliki pulse oximeter?

Menurut Profesor Menaldi Rasmin, Guru Besar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan bahwa jika memungkinkan untuk setiap orang memiliki alat tersebut, maka hal tersebut adalah hal yang baik.

Dalam sebuah konferensi pers beberapa waktu lalu, ditulis Kamis (10/9/2020), Menaldi mengatakan bahwa hal tersebut berarti masyarakat memiliki pemahaman yang baik untuk mengukur dirinya sendiri.

"Tetapi itu bukan sebuah keharusan. Bukan merupakan sebuah kewajiban," tambahnya.

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Yang Lebih Penting Mampu Mendeteksi Gejala

Menaldi mengatakan, dibanding memiliki pulse oximeter, yang terpenting adalah memiliki keinginan untuk belajar dan mampu mendeteksi gejala penyakit lebih awal.

"Lebih banyak terpanggil pada keinginan diri kita sendiri untuk juga mendeteksi lebih awal," tambahnya.

Di kesempatan yang sama, Menaldi pun meminta agar pasien COVID-19 yang meski merasa tanpa gejala atau bergejala ringan tetapi mengalami batuk yang menetap, untuk tetap pergi ke rumah sakit demi mencegah happy hypoxia.

Ia menjelaskan bahwa happy hypoxia merupakan pertanda keterlibatan paru dalam kasus COVID-19.

"Jadi kalau COVID-nya masih di daerah saluran napas atas sekali, di atas sekali seperti hidung atau tenggorokan, tidak mudah terjadi happy hypoxia, tetapi kalau sudah melibatkan paru, ada kemungkinan dia terlibat," kata Menaldi.

"Jadi bagi orang-orang yang OTG (orang tanpa gejala) tapi batuknya menetap, maka mulailah berpikir dan bergerak ke rumah sakit untuk menanyakan apakah paru-paru saya terlibat," ujarnya.

Senada dengan Menaldi, dokter spesialis paru Erlina Burhan juga mengatakan bahwa apabila pasien COVID-19 yang isolasi mandiri mengalami gejala seperti lemah namun tidak sesak, ada baiknya segera dibawa ke rumah sakit.

3 dari 3 halaman

Infografis Jangan Remehkan Cara Pakai Masker

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.