Sukses

Pembukaan Bioskop di Tengah Pandemi Tuai Argumen para Ahli

Berbagai argumen soal rencana pembukaan bioskop tak hanya terjadi di Indonesia saja, namun juga di negara lain. Seperti apa pendapat para ahli dalam hal ini?

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana akan membuka kembali bioskop di Indonesia meski pandemi COVID-19 di Tanah Air belum menunjukkan penurunan.

Dalam konferensi persnya dari Graha BNPB, Jakarta pada Rabu kemarin, Juru Bicara dan Ketua Tim Pakar Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan bahwa bioskop memiliki karakteristik penting dan kontribusi dalam memberikan hiburan kepada masyarakat.

"Karena imunitas masyarakat juga bisa meningkat karena bahagia atau suasana mental, fisik, dari para penonton dan masyarakat juga ditingkatkan," kata Wiku.

Rencana pembukaan bioskop di tengah pandemi COVID-19 yang belum usai sesungguhnya tak hanya menuai perdebatan di Indonesia saja. Hal serupa juga terjadi di banyak negara.

Dr. Robert Lahita, profesor kedokteran di New York Medical College mengatakan bahwa dalam skala risiko relatif, bioskop dianggap kurang esensial dan memiliki risiko tinggi. Hal ini karena tempat tersebut diisi banyak orang dan memiliki satu sistem ventilasi.

"Anda duduk di sana untuk waktu yang lama. Bahkan jika Anda memiliki kapasitas 50 persen dengan satu atau dua kursi di antara Anda berdua, ini adalah situasi berisiko dan bioskop tidak termasuk dalam daftar hal-hal yang esensial," kata Lahita dikutip dari Vulture.

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Bahaya Penularan di Bioskop

Pendapat kontra datang dari Dr. Anne W. Rimoin, profesor epidemiologi dan kepala Center For Global And Immigrant Health di University Of California, Los Angeles. Dia menilai, tidak ada skenario yang menunjukkan bahwa pergi ke bioskop merupakan ide yang bagus di tengah pandemi COVID-19.

Senada dengan Rimoin, Dr. Abdul El Sayed, epidemiolog Amerika Serikat kepada AV Club mengatakan bahwa meski ia menyukai menonton film, pergi ke bioskop saat ini adalah hal terakhir yang akan ia lakukan.

"Dari apa yang kita pahami, virus ditularkan melalui percikan aerosol yang keluar yang keluar dari mulut kita, seringkali ketika kita bicara atau ketika kita tertawa atau ketika kita bernyanyi," kata El Sayed.

"Jadi, berada di sebuah ruangan selama dua jam dengan sekelompok orang yang menertawakan sebuah film dan dimana udara tidak diedarkan secara efisien dan di mana Anda tidak tahu siapa yang telah berada di sana sebelumnya, itulah paparan yang sangat berbahaya. Saya hanya tidak berpikir itu sepadan," tambahnya.

3 dari 6 halaman

Studi di Jerman

Perdebatan terkait bioskop juga muncul dari Jerman usai HDF Kino, asosiasi bioskop terbesar di negara itu, menyerukan pengurangan jaga jarak sosial 1,5 meter untuk memastikan penyelenggara pertunjukan "selamat" dari krisis.

Asosiasi tersebut berargumen dengan mengutip sebuah studi dari Hermann Rietschel Institute (HRI) Technical University of Berlin yang mengklaim bahwa bioskop lebih aman daripada kantor terkait potensi penularan penyakit di udara.

Studi HRI membandingkan konsentrasi aerosol dari dua ruangan di bioskop berukuran berbeda dengan ruangan perkantoran. Mereka menyebut, minimnya pembicaraan di bioskop dan sistem ventilasi yang berbeda membuat lingkungan tersebut menjadi lebih aman.

"Karena secara umum tidak ada pembicaraan selama kunjungan ke bioskop dibanding pembicaraan yang terjadi di kantor setiap hari," tulis penelitian tersebut seperti dikutip dari Deadline.

"Jumlah aerosol yang dihirup di bioskop hanya 0,3 persen dibandingkan dengan yang ada di kantor. Jenis ventilasi yang berlaku di bioskop disebut 'source ventilation,' dimana udara biasanya mengalir di bawah area tempat duduk, udara bekas menghangat lalu naik."

"Oleh karena itu, udara di area bernapas orang-orang ini lebih sedikit mengandung aerosol dibandingkan dengan perubahan udara yang sama di ruangan dengan ventilasi campuran, seperti umumnya di ruangan kantor."

4 dari 6 halaman

Penggunaan Masker Selama di Bioskop

Lahita mengatakan, apabila bioskop-bioskop akan dibuka, langkah-langkah keamanan seperti jaga jarak sosial, pembersihan ruang menonton secara rutin, dan pemeriksaan suhu tubuh bagi penonton yang akan masuk mungkin bisa membantu.

Yang dikhawatirkan Lahita adalah keengganan para pengunjung untuk menggunakan masker.

"Anda bersama sekelompok orang asing. Kecuali Anda duduk 20 atau 30 kaki dari orang lain, Anda berisiko terinfeksi. Tidak perlu diragukan lagi. Anda tahu bagaimana udara di teater: Peredarannya tidak baik. Jika Anda tidak memakai masker, Anda mengambil risiko," ujarnya.

Soal pemakaian masker, Natascha Tuznik, profesor penyakit menular di University of California Davis Health mengatakan bahwa selama orang menggunakan masker, berkegiatan di bioskop mungkin tidak terlalu berisiko.

"Sekarang masker diperlukan dan apabila bioskop melakukan segalanya dengan benar, bioskop seharusnya memiliki risiko penularan orang-orang yang lebih kecil daripada banyak tempat lain yang dikunjungi orang-orang sekarang," ujarnya dikutip dari laman UC Davis Health.

Namun menurut Tuznik, risiko lebih kecil bukan berarti "tanpa risiko." Ia mengatakan, risiko penularan memang lebih tinggi di tempat-tempat seperti gym di mana orang-orang bernapas dengan terengah-engah atau berkeringat, serta di bar di mana orang-orang tak berjarak atau bicara dengan keras sehingga mengeluarkan lebih banyak virus, bahkan dengan masker.

Tuznik menambahkan, menonton di bioskop seharusnya bisa lebih aman karena orang tidak berbicara satu sama lain selama film diputar, jaga jarak sosial bisa dilakukan apabila pengelola membatasi pengunjung, serta karena orang menghadap ke arah yang sama sehingga dinilai menurunkan risiko penularan.

5 dari 6 halaman

Tidak Makan dan Minum

Selain penggunaan masker, ada satu hal yang sama-sama disarankan oleh para ahli terkait pembukaan bioskop: Tidak makan dan minum.

Menurut lahita, dalam proses pembelian makan dan minuman, ada pertukaran uang dan pengunjung seringkali meletakkan tangannya di atas meja untuk menunggu popcorn atau soda.

Meski sudah banyak metode pembelian dengan transaksi non-tunai, namun ketika orang melepas masker untuk mengonsumsi apa yang ia beli sebelumnya, hal ini bisa jadi masalah. Apabila makanan dan minuman dijual pun, Lahita menegaskan bahwa petugas penjualan haruslah menggunakan masker.

Namun ada pandangan sedikit berbeda dari Lahita di sini. Ia mengatakan, jika penonton bisa membawa makanan atau minuman ke tempat duduk mereka dan duduk di kursi yang searah lalu melepas masker untuk makan dan minum, kemungkinan mereka akan baik-baik saja.

Sementara Tuznik malah menyarankan pengunjung untuk benar-benar menghindari aktivitas makan atau minum selama film berlangsung. "Saya tahu popcorn adalah bagian yang menyenangkan dari menonton film, tapi itu menambah risiko Anda."

Tuznik juga merekomendasikan orang-orang untuk membawa sendiri pembersih untuk membersihkan sandaran tangan. Selain itu, apabila memungkinkan, hindari penggunaan toilet dan jika terpaksa, lakukan jika tak ada keramaian.

6 dari 6 halaman

Alternatif Menonton Lain

Saran lain yang diberikan para ahli adalah untuk mencari alternatif cara menonton lainnya.

"Apa yang menurut saya sangat inovatif dan menarik adalah bioskop drive-in yang bermunculan dimana-mana dan pemutaran film di luar ruangan yang banyak dilakukan," kata Rimoin.

Sependapat dengan Rimoin, El-Sayed mengatakan bahwa menonton film di luar ruangan atau secara "drive-in" bisa jadi alternatif yang baik. Namun, ia mengatakan yang lebih baik adalah menikmati film di rumah saja lewat penyedia jasa streaming film.

"Kita harus ingat bahwa bukan hanya risiko bagi kita sendiri yang kita bicarakan. Ini mengenai apakah kita menjadi wadah pembawa untuk menyebarkannya kepada orang-orang yang mungkin tidak sehat," kata El Sayed.

"Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada diri mereka sendiri atau orang yang dicintai, jadi lebih baik jangan ambil risiko," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.