Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan surat edaran mengenai tarif tertinggi layanan rapid test COVID-19 antibodi sebesar Rp150.000. Aturan ini berlaku 6 Juli 2020. Namun, bila masih ada rumah sakit yang mematok harga di atas itu Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menjelaskan alasannya.
Pada saat COVID-19 datang pertama kali, rumah sakit tidak memiliki banyak pilihan alat mendeteksi virus ini. Padahal saat itu sudah tinggi permintaan pemeriksaan rapid test secara mandiri. Kondisi ini membuat rumah sakit membeli alat rapid test dengan beragam harga.
Baca Juga
"Saat itu hanya sedikit yang diatas Rp100 ribu," kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Lia G. Partakusuma dari Graha BNPB Jakarta.
Advertisement
Dengan hadirnya aturan ini dari Kementerian Kesehatan, banyak rumah sakit kaget, karena mereka sudah banyak membeli alat rapid test dengan harga tinggi. Itu jadi salah satu alasan beberapa rumah sakit masih belum menerapkan aturan dari Kementerian Kesehatan.
"Mungkin masyarakat masih menemui beberapa rumah sakit masih harus menggunakan tarif lama karena alasan tersebut," kata Lia.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Minta Masa Transisi
Lia mengatakan beberapa rumah sakit meminta adanya masa transisi. Permintaan ini diminta masih ada rumah sakit yang belum siap dengan adanya aturan tersebut sementara masih banyak alat rapid tes dengan harga lama yang dimiliki rumah sakit.
"Banyak rumah sakit yang meminta ke PERSI ada masa transisi karena pembelian sedikit sekali yang di bawah 100 ribu saat itu," kata Lia.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Advertisement