Sukses

Berburu Obat Herbal, Perkuat Imunitas Saat COVID-19 Melanda

Obat herbal berperan meningkatkan imunitas di tengah pandemi COVID-19.

Liputan6.com, Jakarta Di masa pandemi COVID-19, masyarakat ikut berburu obat herbal. Anggapan obat herbal untuk menyembuhkan COVID-19 membuat tanaman tradisional, seperti jahe, kunyit, dan temulawak laris manis di pasaran. Bukan hanya itu saja, iklan-iklan yang menawarkan ramuan herbal bertuliskan, ‘Penangkal Virus Corona’ cukup menarik minat masyarakat.

Lantas seperti apa obat herbal yang dimaksud? Bagaimana keberkaitan obat herbal selama kita menjalani masa COVID-19? Apalagi saat ini kita tengah memasuki adaptasi kehidupan baru?

Direktur Pelayanan Kesehatan Tradisional Kementerian Kesehatan, Ina Rosalina Dadan menerangkan, obat tradisional berasal dari bahan baku alam yang ada di Indonesia dan sudah melalui hasil riset. Saat ini tercatat, sekitar 47.000 tanaman herbal di Indonesia.

“Dari 47.000 kira-kira 2.000 sampai 5.000-an yang bisa diidentifikasi dipakai untuk kesehatan. Tanaman obat tradisional ada tiga macam, yaitu jamu. Ada 10.000 jamu teregistrasi yang dimanfaatkan masyarakat. Kedua, obat herbal terstandar, artinya obat tradisional yang sudah dibuktikan secara klinis dan ilmiah,” terang Ina dalam siaran Radio Kesehatan Kementerian Kesehatan beberapa hari lalu, ditulis Minggu (13/6/2020).

“Secara klinis, sekarang ada sekitar 65 macam obat herbal. Ketiga, berbentuk fitofarmaka, yakni obat berbahan baku alam yang sudah dibuktikan secara klinis dan uji klinis yang sekarang jumlahnya ada sekitar 23 macam. Yang fitofarmaka bisa dipakai di fasilitas pelayanan kesehatan.”

Obat herbal terstandar dan fitofarmaka memang bisa dipakai di pelayanan kesehatan. Ini karena sudah masuk sebagai kategori obat modern, istilahnya Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).  Namun, melihat situasi COVID-19, beberapa toko obat herbal yang dijual di pasaran diklaim bisa menyembuhkan penyakit. Tak ayal, masyarakat ada yang ikut membelinya.

 

“Intinya, obat herbal yang dipakai saat ini masih sebagai komplemen (pelengkap/penunjang) membantu pengobatan secara konvensional. Misalnya, meningkatkan daya tahan tubuh dan mengurangi keluhan ringan sebagai pelengkap dalam mengobati penyakit komorbid,” lanjut Ina.

“Kalau kita lihat pada kasus COVID-19, ada yang namanya penyakit komorbid, seperti hipertensi dan diabetes. Kita bisa menggunakan obat tradisional untuk membantu mengobati penyakitnya. Sampai saat ini masih diteliti juga soal obat herbal apa saja yang membantu mengobati COVID-19.”

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Obat Herbal, COVID-19, dan Imunitas

Seseorang bisa terpapar COVID-19, salah satunya dipengaruhi daya tahan tubuh rendah. Penyebab daya tahan tubuh rendah di antaranya, stres, kurang makan ataupun kurang asupan vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Hal ini juga dipengaruhi perilaku hidup, apakah dia berperilaku hidup bersih dan sehat, seperti menggunakan masker, jaga jarak, dan rajin mencuci tangan dengan sabun. Apakah orang yang terpapar COVID-19 dapat sembuh dengan konsumsi obat herbal?

 

“Kalau kita lihat dengan ramuan herbal ya mempunyai peran, yakni sebagai imunomodulator meningkatkan daya tahan tubuh. Ada juga yang berperan mengurangi sakit ringan. Sering sekali pernah juga heboh soal konsumsi empon-empon,” Ina menjelaskan.

“Sebetulnya kalau kita lihat empon-empon, yang mana bahannya dari temulawak, jahe, dan kunyit memang mempunyai zat aktif untuk meningkatkan sel imun tubuh, sehingga tubuh kita menjadi kuat. Virus yang masuk ke dalam tubuh enggak bisa, bisa juga virusnya masuk tetapi kita tidak bisa sakit. Tentunya, kalau daya tahan tubuh kita sehat.”

 

Adapun cara mengolah tanaman herbal untuk dikonsumsi harus dicuci bersih, merebusnya dengan tempat, dan hindari pakai aluminium. Merebus dengan air mendidih dan pergunakan api kecil agar zat aktif yang ada menjadi baik dan bagus untuk tubuh.

“Jadi, (herbal) bukan mematikan virus (COVID-19), melainkan meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga tubuh kita menjadi kuat. Kalau bisa dikonsumsi dengan terus-menerus, daya tahan tubuh kita menjadi kuat karena zat aktif pada masing-masing ramuan bermacam-macam,” tambah Ina.

“Ada yang mengandung quercetin (sejenis antioksidan), kurkumin, dan sebagainya. Kalau Anda meminumnya, silakan dicampur gula aren atau madu. Itu sangat bagus sekali, sehingga masyarakat bisa membuat sendiri. Sekali lagi, tanaman herbal ini tidak bisa mematikan virus Corona, namun menunjang imun.”

3 dari 6 halaman

Menekan Efek Badai Sitokin

Ina menyebut, Riset Kesehatan Dasar secara nasional, 50 persen penduduk Indonesia memakai ramuan tradisional dan meramu sendiri tanaman herbal. Jamu untuk kebugaran tubuh dan meningkatkan daya tahan tubuh seseorang. Jamu dan obat herbal yang sudah teregistrasi dan ada penelitian klinis termasuk aman dikonsumsi. 

“Silakan dipakai (dikonsumsi), sehingga kita akan mudah-mudahan tidak terkena COVID-19 ini. Tetapi tentu kita tetap jangan lupa melaksanakan pola hidup bersih dan sehat dengan memakai masker, physical distancing, dan jaga jarak,” pesan Ina. 

“Olahraga setiap hari dan kena matahari tetap dilakukan. Silakan meminum ramuan tradisional yang bersifat meningkatkan sistem imun dan aman.”

 

Selain meramu tanaman tradisional dengan dimasak sendiri, ada juga produk suplemen-suplemen dari bahan natural. Salah satu suplemen bernama H2 Cordyceps militaris, berasal dari jamur Cordyceps militaris mengandung cordycepin dan adenosine, yang dapat membantu untuk memperkuat imunitas tubuh. Suplemen besutan PT Kalbe Farma Tbk (Kalbe) bersifat imunomodulator.

Artinya, memodulasi sistem imun untuk meningkatkan sistem imun. Pemilihan bahan-bahan natural diharapkan bisa memberikan efek anti peradangan yang bersifat menekan badai sitokin. Badai sitokin merupakan kondisi tubuh mengalami infeksi dan peradangan akibat serangan virus Corona. Virus tersebut menginfeksi sel-sel tubuh yang sehat, yang mengakibatkan kerusakan organ.

 

“Yang diserang virus Corona adalah sistem pernapasan, dari saluran pernapasan hingga ke paru-paru. Jika terus berlanjut (tanpa penanganan), maka bisa terjadi perburukan gejala. Virusnya ini juga menimbulkan reaksi peradangan,” jelas Guru Besar Fakultas MIPA dan Pakar Biomolekuler Universitas Brawijaya, Widodo saat sesi diskusi daring.

“Jadi, sebagian bahan alam bisa berfungsi sebagai penangkal virus, namun belum tentu bahan alam itu menangkal virusnya langsung, yaitu menghambat pembelahan atau replikasi dari virus sendiri. Dan bahan-bahan alam itu memiliki sifat sebagai imunomodulator yang meningkatkan kemampuan imun.”

 

4 dari 6 halaman

Komponen Obat Tradisional Tiongkok

Widodo menjelaskan, suplemen dari jamur Cordyceps militaris telah lama dikenal sebagai obat tradisional di Asia Timur dan termasuk salah satu komponen utama dalam obat tradisional Tiongkok.

Ini karena kemampuannya mengobati berbagai penyakit, seperti kanker, tonik, dan berbagai jenis penyakit lainnya. Jamur ini mengandung beberapa senyawa aktif yang dipercaya bermanfaat bagi kesehatan.

Beberapa senyawa antara lain, adenosine (senyawa ini berpotensi sebagai antivirus), cordycepin (senyawa ini memiliki sifat sebagai antiinflamasi dan antivirus), polisakarida (senyawa yang memiliki aktivitas imunomodulator, antioksidan, antitumor dan anti-aging) serta asam amino dan asam lemak.

 

“Sebenarnya bahan jamur untuk suplemen di atas sudah lama dipakai oleh masyarakat masyarakat Tiongkok dan Korea Selatan sebagai obat tradisional. Keunggulannya memiliki beberapa senyawa aktif yang bekerja secara sistemik berpotensi sebagai antiviral,” papar Widodo.

“Berdasarkan informasi dan studi yang kami lakukan, senyawa yang tersusun dari polisakarida biasanya menstimulasi imunomodulator atau sebagai peningkat daya tahan tubuh. Kemudian senyawa disebut adenosine berpotensi menghambat replikasi virus dan berfungsi sebagai antioksidan dan juga anti inflamasi.”

Lebih lanjut, ia menceritakan, jamur Cordyceps militaris awalnya ditemukan di Pegunungan Himalaya lalu berkembang sampai Tiongkok dan Korea Selatan. Pengembangan jamur militaris menggunakan teknologi yang mutakhir. Caranya, dengan kultur jaringan sehingga bisa diperoleh jamur Cordyceps militaris yang bekerja efektif.

5 dari 6 halaman

Mudah Diserap Tubuh

Jamur Cordyceps militaris mudah sekali diserap oleh tubuh dalam hitungan menit saat diberi melalui injeksi. Tapi kalau kita konsumsi secara oral, proses bekerja suplemen jamur dalam beberapa jam.

Ketika diberikan pada sebagian pasien COVID-19, jamur memberi dampak yang lebih positif jika dikombinasikan dengan obat-obat modern. Hal ini berdasarkan penelitian pemanfaatan jamur di luar negeri, khususnya di Tiongkok.

 

“Ada juga sebuah riset. Tapi ini masih pada level uji coba pada hewan. Ternyata jamur militaris ini meningkatkan performa dari antiviral, baik untuk pencegahan maupun treatment,” Widodo menerangkan.

“Data efikasi dan keamanan produk H2 Cordyceps militaris ini akan terus kami lengkapi. Kami juga sudah melakukan uji praklinik dan keamanan produk H2 Cordyceps militaris."

 

Ia menegaskan, masih diperlukan berbagai penelitian lanjutan terhadap jamur Cordyceps militaris. Potensi jamur tersebut sangat baik untuk membantu menangkal virus, salah satunya virus Corona.

Untuk dosis suplemen jamur militaris yang sudah dianjurkan pada umumnya 1.000 mg per hari. Dosis titu tergolong aman, bahkan ada yang pernah mengonsumsi sampai 4.000 mg per hari dan terbilang masih terbilang aman. Selama ini belum ada laporan efek samping yang serius ataupun ringan dari penggunaan jamur militaris.

6 dari 6 halaman

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini