Sukses

Sempat Dihentikan, WHO Izinkan Studi Hidroksiklorokuin untuk Pengobatan COVID-19

WHO menyatakan studi efektivitas hidrosiklorokuin untuk pasien COVID-19 tetap dilanjutkan

Liputan6.com, Jakarta World Health Organization (WHO) menyatakan akan terus melanjutkan penelitian terkait efektivitas hidroksiklorokuin dalam perawatan pasien COVID-19. Sebelumnya, studi obat tersebut sempat dihentikan karena alasan keamanan.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi persnya baru-baru ini mengatakan, komite pengawas telah meninjau data terkait.

"Berdasarkan data kematian yang tersedia, anggota komite merekomendasikan tidak adanya alasan memodifikasi protokol percobaan," katanya seperti dikutip dari video siaran persnya di akun Twitter resmi Tedros pada Kamis (4/6/2020).

"Kelompok Eksekutif sudah menerima rekomendasi ini dan mendukung kelanjutan semua perpanjangan dari Solidarity Trial, termasuk hidroksiklorokuin," kata Tedros.

Dalam kesempatan tersebut, Tedros juga mengatakan bahwa komite pengawas akan tetap memantau ketat keamanan dari semua pengobatan yang diuji coba dalam Solidarity Trial COVID-19.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lanjutkan Studi untuk Melihat Efektivitas Obat

Chief Scientist WHO Soumya Swaminathan mengatakan bahwa hingga saat ini belum ada obat yang benar-benar terbukti mengurangi tingkat kematian pasien COVID-19.

"Pada faktanya ini adalah prioritas darurat bagi kita semua untuk melakukan studi yang dibutuhkan, untuk melakukan uji klinis secara acak, dalam rangka mendapatkan bukti tersebut sesegera mungkin," kata Swaminathan.

Maka dari itu, ia mengatakan bahwa WHO sangat mendukung kelanjutan studi untuk melihat efektivitas obat dalam mengurangi angka kematian, serta mengurangi tingkat keparahan dari COVID-19.

Mengutip dari laman siaran pers Persatuan Bangsa-Bangsa, UN News, Solidarity Trial untuk COVID-19 sejauh ini telah melibatkan lebih dari 3.500 pasien di 35 negara.

Beberapa pengobatan lain yang juga diteliti adalah remdesivir (yang sebelumnya diuji untuk pengobatan Ebola), lopinavir/ritonavir (yang sebelumnya merupakan obat resmi untuk HIV), serta interferon beta-1a (obat untuk multiple sclerosis).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.