Sukses

Kisah WNI di AS: Puasa Pertama Bersamaan dengan Pandemi Corona, Siapa Takut?

Pengalaman puasa pertama di tengah pandemi Corona COVID-19 di AS dibagikan Fitri Safira

Liputan6.com, Carbondale, AS - Tahun ini terasa 'spesial' bagi Fitri Safira lantaran dirinya menjalani puasa Ramadan di tengah pandemi Corona di Amerika Serikat (AS). Ini semua serba yang pertama untuk wanita yang pindah ke Negara Paman Sam pada pertengahan tahun 2019.

"Combo, rasanya," kata Fitri saat berbincang dengan Health Liputan6.com pada Senin, 27 April 2020.

Fitri dan suami tinggal di Kota Carbondale, di negara bagian Illinois. Kota Carbondale ini berjarak 5,5 jam naik kereta dari Chicago. Jika Chicago di utara Illinois, Carbondale di bagian selatan.

Fitri mengaku menunggu betul datangnya "Bulan Penuh Rahmat". Dia sudah membayangkan indahnya momentum buka puasa bareng para tetangga yang mayoritas beragama Islam dari banyak negara.

Terlebih setelah Fitri mendengar cerita dari seorang tetangga yang berkebangsaan Malaysia bahwa seluruh penghuni di kawasan tempat tinggal mereka biasa berkumpul dan buka puasa bareng setiap hari saat Ramadan.

"Kebetulan di daerah aku, umat muslimnya itu dari berbagai negara. Indonesia, Pakistan, Bangladesh, Tunisia, Malaysia, Vietnam, Tajikistan, India, dan bule-bule Amerika. Kan seru aja gitu, bukber sama muslim hampir dari seluruh dunia," kata Fitri.

Namun, apa mau dikata, COVID-19 membuyarkan mimpinya. "Di sini stay at home sampai 30 Mei. Jadi, hampir pasti, salat Idulfitri juga di rumah," kata Fitri.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

COVID-19 Tak Menghalangi Muslim di Amerika Serikat untuk Berbagi Makanan Buasa Puasa

Kesedihan itu tidak berlangsung lama. Meskipun tidak bisa buka puasa bersama, orang-orang memberikan donasi untuk masjid agar dapat menyiapkan makanan untuk buka puasa setiap hari.

"Satu orang dapat satu kotak nasi biryani, satu kotak kurma medjool, dan satu plastik buah. Ngambil-nya drive thru di masjid," kata Fitri.

 

Fitri mengaku takjub melihat situasi yang seperti ini. Bagaimana tidak, katanya, orang-orang yang terkena PHK karena dampak dari pandemi Corona di Amerika masih bisa mendonasikan sebagian uang yang dimiliki. Sebab, kalau dihitung-hitung, total biaya untuk menyiapkan satu kotak makanan untuk buka puasa ini hampir 500 USD (Rp7,7 juta) per hari.

"Terus, aku norak dong. Di sini untuk pertama kalinya aku makan medjool. Gratis pula, dapat dari masjid. Di Indonesia 'kan enggak kebeli," katanya.

 

Di pasar internasional, kurma medjool masuk ke dalam jejeran kurma paling mahal di dunia. Satu kotak kurma medjool dibandrol dengan harga Rp250 ribu sampai Rp350 ribu.

Menurut Agricultural Research di Ministry of Climate Change and Environment (MOCCE), seperti dikutip dari situs Gulf News, kurma ini tergolong mahal lantaran proses pembuahannya yang tak bisa sembarangan.

Kurma medjool harus dikembangkan di iklim yang sangat kering, dan membutuhkan sumber air yang tak hanya banyak, tapi juga harus berkualitas baik. Tidak hanya itu, menanam kurma jenis ini tak bisa di tempat sembarangan. Lahan dan luasnya sangat-sangat diperhitungkan.

"Bayangin saja, aku dapat kurma medjool sekilo untuk satu keluarga setiap hari (selama bulan Ramadan)," kata Fitri.

"Alhamdulillah banget," Fitri menekankan.

 

3 dari 6 halaman

Sudah Satu Bulan di Rumah Saja Semenjak Lockdown Akibat Corona di Amerika Serikat

Fitri sudah satu bulan berada di rumah saja. Terhitung sejak 21 Maret 2020. Sejauh ini, dia mengaku dalam keadaan baik saat menjalani hari-hari di tengah pandemi COVID-19 yang melanda AS, sekalipun harus tetap berpuasa.

"Masalahnya mungkin awal Ramadan ini bertepatan sama akhir semester dan minggu ujian akhir. Jadi, aku tidak bisa ikut kajian-kajian online, karena mesti belajar dan menyelesaikan tugas-tugas paper akhir semester," kata mahasiswi S-3 di Southern Illinois University Carbondale, Illinois,

Sama seperti di banyak negara yang menetapkan lockdown guna memutus rantai penyebaran Virus Corona, masyarakat di Amerika Serikat, termasuk di Carbondale, masih boleh keluar rumah asalkan dengan alasan yang jelas.

Kayak pergi ke swalayan untuk membeli bahan-bahan makanan, berolahraga seperti jogging atau jalan kaki di taman, atau hal-hal esensial lainnya semacam urusan perbankan dan pemeliharaan (maintenance) mobil.

"Aku dan suami dan teman-teman Indonesia di sini keluar rumah cuma seminggu sekali. Buat belanja sama trekking di taman nasional dekat sini, biar badan tetap bergerak, tidak rebahan doang di rumah," katanya.

"Setiap keluar rumah selalu pakai masker dan jaga jarak," Fitri menekankan.

Untuk perkualiahan sendiri, sejak awal Maret sampai musim semi berakhir pembelajarannya sudah dilakukan via daring (online). Begitu juga dengan ujiannya nanti.

"Awal-awal masih biasa saja. Tapi lama kelamaan jadi bikin mager (malas gerak) karena mulai berasa kesepian. Biasanya 'kan ketemu orang, ketemu teman-teman, diskusi bareng, dan lain-lain. Sekarang, ya sudah, sendirian saja," kata dia.

Mau coba kabur ke perpustakaan pun tak bisa karena ditutup. Sebab, selama di rumah saja, dia jadi tergoda untuk rebahan sambil menonton acara favorit di Netflix, bukannya fokus belajar.

"Buat bantu fokus belajar, aku akhirnya belajar di meja makan di dapur. Di ruangan yang berbeda dengan letak kasur atau sofa dan televisi," katanya.

 

4 dari 6 halaman

Dapat Bantuan Makanan Selama Lockdown dari Pihak Kampus

Selama pandemi COVID-19 melanda, Fitri mendapat bantuan dari pihak kampus. Kebetulan kampusnya tersebut tergolong universitas negeri di sana, yang sering mendapat bantuan dari para donatur.

Sebagai mahasiswa, Fitri mendapat bantuan tas makanan darurat atau emergency food bag. Awalnya, tas makanan itu dibagikan setiap dua minggu sekali. Akan tetapi semenjak awal bulan ini, menjadi satu kali seminggu.

"Menurut aku di sini pihak kampus banyak membantu. Mahasiswa yang enggak punya laptop buat kuliah online dari rumah, dikasih pinjam laptop sama kampus," katanya.

Ada pun isi dari tas makanan darurat terdiri dari beraneka jenis bahan-bahan masakan dan makanan. Dia, mengatakan, mahasiswa bisa meminta kepada pihak kampus agar isi emergency food bag yang dibagikan untuk dirinya sesuai kebutuhan.

 
 
 
View this post on Instagram

A post shared by fitri safira (@kaitosafira) on

Misal, ada mahasiswa yang memiliki bayi, boleh meminta emergency food bag yang berisi makanan bayi dan popok.

"Terus mahasiswa yang punya keluarga dan punya anak, item-item di dalam emergency food bag-nya bisa lebih banyak daripada aku yang cuma berdua," ujarnya. Dengan demikian, bantuan pangan darurat itu dirasa adil dan sesuai kebutuhan.

 

5 dari 6 halaman

Jadi Rajin Masak

Semenjak mendapat bantuan emergency food bag dari kampus, Fitri mengaku jadi sering masak. Padahal, saat di Indonesia, dirinya bukan termasuk perempuan yang doyan masak. Bahkan, setelah menikah pun dia dan suami lebih memilih pesan makanan lewat aplikasi.

"Soalnya sama-sama capek. Jadi, masak paling weekend doang," katanya.

"Di sini hampir tiap hari masak. Soalnya kalau jajan pun ya cuma ada pizza, burger, taco. Dan, rasanya juga biasa aja," katanya.

Fitri pun mulai membuat resep masakan sendiri. Contoh, saat dia mendapat bahan masakan seperti jagung dalam kaleng, dia pun berkreasi mengolah jagung tersebut menjadi bakwan atau sup. Apabila dapatnya tuna, tinggal ditumis dicampur paprika dan tomat.

"Yang menarik mungkin ini ya. Aku kalau bikin sambal, belinya cabai Thailand kering yang pedas mampus. Terus lima biji cabai aku rendam air biar lunak, terus diblender sama tomat kalengan, bawang putih, bawang bombai, garam, dan gula. Terus ditumis dan dimasukin toples. Ini rasanya 11-12 lah sama cabai bawang tukang pecel ayam pinggir jalan," katanya sembari tertawa.

Salah satu resep yang juga berhasil Fitri ciptakan adalah makaroni panggang sayuran (baked veggie macaroni).

Bahan-bahan :

1 bungkus pasta makaroni, direbus (sekitar 400 gram)

2 kaleng tomato soup atau 1 botol bumbu pasta siap pakai

1 kaleng sweet peas kalengan

1 kaleng mixed veggie kalengan

150 gram daging sapi cincang

1 buah bawang bombay

1 butir telur

1 cup susu cair

1 cup keju mozarella

1 sdt oregano

Lada dan garam secukupnya.

Cara Membuat :

Untuk bahan isian:

Tumis bawang bombay dan daging sapi hingga matang. Kemudian, masukkan tomato soup atau bumbu pasta siap pakai dan aduk hingga rata. Tambahkan sweet peas dan mixed veggie serta oregano, aduk kembali hingga rata dan koreksi rasa. Tambahkan lada dan garam secukupnya bila diperlukan.

Di loyang tahan panas, tata makaroni yang sudah direbus dan bahan isian. Kocok telur bersama susu, dan tuang di atas makaroni dan isian yang sudah ditata di loyang. Taburi dengan keju mozarella dan oregano. Kemudian, panggang dengan suhu 375 derajat Fahrenheit selama 25 sampai 30 menit.

 

6 dari 6 halaman

Simak Video Menarik Berikut Ini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini