Sukses

Peneliti Oxford Mulai Lakukan Uji Vaksin COVID-19 pada Manusia

Tim dari Oxford University, Inggris mengatakan telah memulai uji klinis vaksin eksperimental COVID-19 pada manusia

Liputan6.com, Jakarta Ilmuwan di Oxford University, Inggris mengumumkan bahwa mereka telah memulai studi pertama vaksin eksperimental COVID-19 pada manusia.

Mereka berharap, vaksin COVID-19 akan siap sebanyak satu juta dosis untuk digunakan pada bulan September tahun ini.

Vaksin ini disebut ChaAdOx1 nCoV-19 (disebut juga Chaddox-one) dan dibuat dari virus simpanse yang tidak berbahaya dan telah direkaya secara genetika untuk membawa bagian dari virus corona. Teknik ini telah terbukti menghasilkan respon imun yang kuat pada penyakit lain.

Profesor Adrian Hill, kepala dari Jenner Institute di Oxford University mengatakan bahwa dunia tidak bisa menunggu vaksin yang terbukti aman dan efektif dengan uji coba yang tertunda selama berbulan-bulan sebelum produksinya dimulai.

"Sementara uji coba itu berlangsung, kita harus mulai manufaktur, manufaktur yang berisiko karena jika vaksin gagal tidak ada yang mau mengambil dosisnya," kata Hill seperti dikutip dari Sky News pada Jumat (24/2/2020).

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Yakini 80 Persen Peluang Sukses

Hill mengatakan kesiapan Oxford dalam memproduksi vaksin meski uji cobanya masih berlangsung mungkin menimbulkan pertanyaan. Namun menurutnya, bukan berarti itu tidak mungkin terjadi.

Para ilmuwan di sana mengatakan setidaknya ada 80 persen peluang untuk sukses. Jika hasilnya positif, maka ratusan juta dosis bisa siap di akhir tahun.

Dalam laman resminya, Oxford mengungkapkan uji coba pada para relawan sudah dimulai pada Kamis kemarin waktu setempat. Sekitar 1.110 orang disebut mengambil bagian dalam tes ini.

Setengah dari mereka akan menerima vaksin COVID-19 dan setengah dari mereka yang merupakan kelompok kontrol, akan mendapatkan vaksin meningitis.

Mereka mengatakan, peserta berusia 18 hingga 55 tahun, sehat, dan berada pada satu wilayah perekrutan. Sukarelawan ini juga tidak boleh positif COVID-19, hamil, akan hamil, menyusui selama masa studi, atau telah melakukan tes vaksin adenoviral atau menerima vaksin virus corona lainn sebelumnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.