Sukses

PAPDI Ingatkan Hilangnya Satu Generasi Akibat Corona Jika Warga Dibiarkan Kebal Sendiri

PAPDI menyampaikan, jika teori herd immunity diterapkan di Indonesia, populasi yang berisiko terinfeksi COVID-19 akan berjumlah fantastis.

Liputan6.com, Jakarta Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) melakukan kajian terhadap kondisi wabah Corona COVID-19 yang tengah melanda dunia, terutama Indonesia saat ini.

Berdasarkan kajian tersebut, PAPDI menyampaikan, jika teori herd immunity diterapkan di Indonesia, populasi yang berisiko terinfeksi COVID-19 akan berjumlah fantastis. Herd immunity akan berdampak pada kematian massal kelompok usia produktif hingga hilangnya sebuah generasi.

Kajian tersebut disampaikan oleh PAPDI pada Ketua Gugus Tugas Percepatan Pengendalian COVID-19 dan Ketua PB IDI melalui sebuah surat resmi tertanggal 27 Maret 2019.

Dalam surat tersebut, PAPDI menerangkan, Indonesia dengan jumlah populasi penduduk terbanyak ke-4 di dunia memiliki 64 persen jumlah usia produktif serta 9,6 persen lansia. Sementara, populasi tersebut juga diiringi penyakit penyerta seperti kardiovaskular 1,5 persen, diabetes 10,9 persen, penyakit paru kronis 3,7 persen, hipertensi 34 persen, kanker 1,8 persen per 1 juta penduduk, dan penyakit autoimun 3 persen. Kondisi tersebut membuat populasi yang berisiko terinfeksi melalui herd immunity akan berjumlah besar.

"Dampaknya adalah PENINGKATAN JUMLAH KEMATIAN. KEMATIAN MASSAL ini bisa terjadi di kelompok usia produktif sehingga mengakibatkan hilangnya sebuah generasi," tulis PAPDI.

Dalam keterangannya, PAPDI menyebut, 60 persen pasien COVID-19 di AS, Kanada, dan Eropa berada pada kelompok usia produktif. "Dan kelompok usia ini juga tidak terlepas dari risiko kemungkinan perburukan yaitu ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)."

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Apa itu herd immunity?

Diketahui Herd immunity atau juga dikenal dengan imunitas kawanan didefinisikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), sebagai situasi di mana proporsi populasi yang cukup kebal terhadap penyakit menular (melalui vaksinasi dan/ atau antibodi dari infeksi sebelumnya) membuat penyebarannya dari orang ke orang menjadi lambat bahkan bisa berhenti.

Artinya, di mana ada suatu kekebalan kawanan atau herd immunity yang berasal dari vaksinasi atau yang sudah terinfeksi dan dapat sembuh, akan lebih sedikit orang yang bisa terinfeksi, karena penyebaran virus dari orang ke orang cukup sulit.

Informasi serupa didapat dari NHS, ketika cukup banyak orang dalam suatu komunitas mendapat vaksinasi akan suatu penyakit, kondisi itu akan membuat penyakit sulit menular pada individu tertentu yang belum divaksin.

Mengutip laman Independent, profesor bidang epidemiologi penyakit menular di University of Edinburgh Mark Woolhouse mengatakan, herd immunity adalah dasar bagi semua program vaksinasi. Namun, herd immunity juga bisa didapat secara alami.

"Jika Anda telah terpapar infeksi apa pun, cukup banyak orang juga telah terpapar dengan infeksi yang sama, mengembangkan antibodi dan mereka menjadi imun terhadap penyakit itu, Anda bisa memiliki herd immunity secara alami. Dan virus tertentu itu tak akan bisa menyebabkan epidemi pada populasi," jelasnya.

3 dari 3 halaman

Rekomendasi PAPDI

Perlu diketahui, COVID-19 adalah penyakit baru yang belum banyak dipahami karakteristiknya serta masih terus diteliti pencegahan dan pengobatannya. Seperti disampaikan oleh PAPDI, "COVID-19 memiliki perjalanan penyakit yang cepat dan sangat mudah menular melalui droplet, kontak dan dapat bertahan di permukaan benda cukup lama."

Kesimpulan dari hasil kajiannya, PAPDI merekomendasikan dua hal terkait prinsip pencegahan penularan penyakit infeksi melalui pemutusan rantai host/pejamu/inang, yakni:

1. Memutus rantai HOST/PEJAMU/INANG dengan BERBAGAI CARA

2. Deteksi dan pengobatan dini pasien COVID-19 tidak akan optimal jika tidak dilakukan pemutusan rantai transmisi SECARA TEGAS.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini