Sukses

Rumah Ibadah di Bandung Belum Ramah bagi Disabilitas

Kelompok disabilitas di Bandung mengeluhkan fasilitas hampir di seluruh rumah ibadah yang dianggap tidak aksesibilitas.

Liputan6.com, Jakarta Kelompok disabilitas di Bandung mengeluhkan fasilitas hampir di seluruh rumah ibadah yang dianggap tidak aksesibilitas. Hal itu berdasarkan survei mereka dengan kelompok lain ke masjid, gereja dan vihara di 15 kecamatan dari 30 kecamatan di Bandung.

Juru bicara Ikatan Alumni Wyata Guna (IAWG) Bandung, Suhendar mengatakan dari hasil jajak pendapat itu hanya Masjid Ibnu Ummi Maktum, Komplek Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna, dan Gereja Caritas yang dapat diakses oleh kelompok difabel.

Padahal kata Suhendar, salah satu pemenuhan hak asasi manusia (HAM) adalah memfasilitasi seluruh warga negaranya dalam menjalankan kegiatan beragama dan berkeyakinan.

"Teman-teman kursi roda, teman-teman tuna netra apakah sudah bisa menjangkau sarana ibadah itu dengan leluasa dan nyaman? Itu yang menjadi persoalan hari ini. Bahwa sarana aksesibilitas bagi tempat-tempat ibadah itu ternyata masih sangat minim untuk kaum disabilitas. Artinya tidak ingin merubah arsitek atau pun ingin merubah konstruksi bangunan," kata Suhendar saat di Bandung, Jumat, 7 Februari 2020.

Suhendar menambahkan, sama halnya dengan disabilitas rungu yang tidak disediakan materi teks saat menjalani aktivitas beribadah. Padahal, lanjut dia, dalam Undang-undang Dasar 1945 disebutkan negara wajib menjamin setiap warga negara untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya, termasuk di dalamnya pemenuhan fasilitas.

 

Simak Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bandung harus ramah disabilitas

Dia menjelaskan, Kota Bandung yang warganya plural, sudah selayaknya memiliki tempat ibadah yang ramah fasilitas untuk didatangi oleh kelompok disabilitas. Akibat minimnya tempat ibadah yang ramah diakses oleh kelompok disabilitas, sebagian besar menjalankan ibadahnya secara perorangan.

"Artinya patut dipertanyakan soal esensi Kota Bandung yang ramah HAM, karena dalam kenyataannya disabilitas dalam menjalankan agama dan keyakinannya masih kesulitan," ujar Suhendar.

Suhendar bilang jangankan untuk memenuhi hak dasar hidup lain, bertemu Tuhan pun dibuat susah oleh pemerintah. Meski pemerintah mengaku telah memiliki berbagai peraturan dan perundang - undangan soal disabilitas. 

Masalah tersebut, ujar Suhendar, sudah dilaporkan berkali-kali kepada otoritas terkait yaitu Departemen Agama. Namun, sampai saat ini belum terealisasi.

Hal itu untuk mengingatkan kepada pemerintah agar segera memenuhi hak warga negaranya tanpa terkecuali untuk kelompok disabilitas. Data terakhir berdasar situs Kemenag.go.id Jawa Barat, ada lebih dari 4.300 rumah ibadah untuk berbagai agama di Kota Bandung

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.