Sukses

Terkait Kasus Anak Bunuh Diri, KPAI Dorong Sekolah Bangun Sistem Pengaduan

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan mendorong sekolah-sekolah di DKI Jakarta untuk menerapkan program Sekolah Ramah Anak (SRA) dan membangun sistem pengaduan yang melindungi anak korban dan anak saksi.

Liputan6.com, Jakarta Untuk mencegah kasus seperti SN (14), siswi SMP yang bunuh diri, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) akan mendorong sekolah-sekolah di DKI Jakarta untuk menerapkan program Sekolah Ramah Anak (SRA) dan membangun sistem pengaduan yang melindungi anak korban dan anak saksi. 

Hal ini disampaikan langsung oleh Komisoner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com.

"KPAI sudah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta untuk mengetahui kronologi peristiwa," katanya.

Berdasarkan para saksi mata dan untuk mengetahui apakah selama ini, SN diduga memiliki masalah di sekolah atau masalah di rumah. Namun pihak Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta sudah berkoordinasi dengan Sudin Pendidikan Jakarta Timur dan pihak sekolah menyatakan SN tidak dibully di sekolah.

"Hal ini bertentangan dengan postingan korban yang merasa kawan-kawannya tidak menyukainya selama ini. Motif bunuh diri ananda SN sedang di dalami oleh pihak kepolisan, KPAI menghormati kerja kepolisian dan akan menunggu hasil pemeriksaaannya," ujar Retno.

SN diketahui lompat dari lantai empat sekolahnya pada Selasa, 14 Januari 2020. Siswi kelas VIII itu melakukan percobaan bunuh diri saat jam sekolah berakhir sekitar pukul 15.30 WIB. Jika dugaan ini benar, maka kasus ini menjadi kasus pertama di Indonesia, karena beberapa kasus bunuh diri seorang anak umumnya dilakukan di rumahnya sendiri.

Menurut informasi yang berhasil dihimpun KPAI dari berbagai sumber, ada siswa lain yang melihat SN berdiri di bibir tembok, menginjakkan kakinya ke kanopi lalu jatuh. Ada guru yang mendengar seperti benda jatuh dan disertai dengan teriakan histeris para siswa sekolah tersebut, karena peristiwa mengenaskan itu terjadi tepat jam pulang sekolah. Namun, semua hal ini sedang di dalami oleh pihak kepolisian dengan memeriksa saksi-saksi yang sebagian besar berusia anak.

Dari keterangan yang didapat KPAI, SN sempat dibawa ke klinik terdekat dari sekolah untuk mendapatkan pertolongan, namun karena kondisi yang cukup parah, maka dirujuk ke RS Tugu Ibu. Karena keterbatasan alat-alat medis, RS Tugu Ibu kemudian merujuk ananda SN ke RS Polri Kramatjati. SN sempat di rawat 2 hari di ruang ICU sebelum menghembuskan nafas terakhirnya pada Kamis sore, 16 Januari 2020.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menyesalkan pihak sekolah

KPAI menyayangkan pihak sekolah yang tidak segera melapor ke pihak yang berwajib terkait peristiwa melompatnya SN dari lantai 4 gedung sekolah.

"Sebagai institusi pendidikan milik pemerintah, seharusnya pihak sekolah segera melaporkan pada hari H tersebut agar pihak kepolisian dapat segera melakukan penyelidikan motif maupun kebenaran dugaan bunuh diri tersebut. KPAI akan mendalami hal ini karena selama peserta didik berada di sekolah, maka sekolah wajib melakukan perlindungan anak," kata Ratna melalui pesan singkatnya.

KPAI juga mempertanyakan peran wali kelas dan guru BK dalam permasalahan yang dihadapi SN, meski seandainya masalah keluarga memang benar adanya, namun empati dan kepekaan nampaknya tidak muncul pada walikelas dan guru BK yang merupakan orangtua peserta didik selama berada di sekolah.

"Sejatinya, orang dewasa di sekitar anak, baik orangtua maupun guru memiliki kepekaaan sehingga bisa mendeteksi gejala-gejala depresi seorang anak, agar dapat mencegah anak-anak melakukan tindakan bunuh diri," katanya.

Alasan seorang remaja melakukan percobaan bunuh diri bisa begitu rumit yang sekaligus pada sisi lain mungkin bukan suatu hal yang dianggap berat bagi orang dewasa pada umumnya. Oleh karena itu, jangan langsung menghakimi remaja yang sedang dirundung masalah.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.