Sukses

Banyak Temuan Pangan Olahan Ilegal dan Kedaluwarsa di Daerah Perbatasan

BPOM mengungkapkan alasan banyak ditemukan produk pangan olahan ilegal dan kedaluwarsa di daerah perbatasan.

Liputan6.com, Jakarta Pangan olahan ilegal atau Tanpa Izin Edar (TIE) dan kedaluwarsa lebih banyak ditemukan di daerah-daerah perbatasan.

"Saya juga melihat pangan olahan kedaluwarsa ditemukan di daerah perbatasan seperti di Papua dan Sulawesi," kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito dalam konferensi pers di Kantor BPOM, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2019).

Hasil pengawasan BPOM menjelang perayaan Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 menunjukkan, ada 50,97 persen pangan ilegal (96.216 kemasan). Kemudian ada 42,98 persen (81.138 kemasan) pangan kedaluwarsa.

Data di atas merupakan data sampai 19 Desember 2019. Saat ini, pengawasan BPOM terkait pangan olahan tersebut masih berlangsung sampai minggu kedua Januari 2020.

Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Reri Indriani menerangkan, kemungkinan ada kebutuhan masyarakat yang tinggi di daerah perbatasan yang membuat banyak ditemukan produk pangan ilegal dan kedaluwarsa. Maka dari itu, pengawasan rutin lalu lintas barang di perbatasan tengah ditingkatkan BPOM.

"Perbatasan adalah tempat masuk barang-barang. Kami melakukan pengawasan khusus di border itu," terang Reri di kesempatan yang sama. 

Adanya kebutuhan tinggi sebenarnya mungkin tidak mencukupi stok yang ada. Alhasil, pihak-pihak nakal atau pelaku usaha mendatangkan produk pangan olahan ilegal untuk dipasarkan.

"Bahkan produk kedaluwarsa juga ditampilkan paling depan (menjadi display). Biasanya juga kan dalam bentuk parsel yang dirangkai. Jadi, tidak kelihatan tanggal kedaluwarsanya," Reri menekankan.

 

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dijual Murah

Produk olahan pangan ilegal dan kedaluwarsa yang dipasarkan pun sering dibanderol dengan harga murah. Iming-iming harga yang murah dianggap menarik lebih banyak masyarakat untuk membeli produk tersebut.

"Apalagi yang namanya daerah perbatasan lokasinya jauh (dari pusat kota/kabupaten). Produk olahan pangan yang dijual bisa saja ada yang mendekati tanggal kedaluwarsa," tambah Reri.

"Makanya, harganya 'spesial' meski produknya impor. Ya, lebih murah harganya. Ditambah momen Natal 2019 dan Tahun Baru terjadi penumpukan terhadap permintaan. Permintaan naik."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.