Sukses

Penggunaan Antibiotik Sulit Dikendalikan, Resistensi Antimikroba Ancam Masyarakat

Masalah resistensi antimikroba terlalu sering mengonsumsi antibiotik diperkirakan bisa menjadi pembunuh nomor satu di dunia pada 2050

Liputan6.com, Jakarta Penggunaan antibiotik di masyarakat yang sulit dikendalikan sesungguhnya memberikan ancaman tersendiri bagi manusia. Masalah resistensi antimikroba diperkirakan bisa menjadi pembunuh nomor satu di dunia pada 2050 dengan 10 juta jiwa menjadi korban.

Yayasan Orangtua Peduli (YOP) mengungkapkan, saat ini, setiap tahun terjadi sekitar 25 ribu nyawa di Eropa, 23 ribu di Amerika Serikat, 38 ribu di Thailand, dan 58 ribu bayi di India meninggal karena infeksi bakteri yang kebal antibiotik.

Menurut pendiri dan dewan penasehat YOP dokter spesialis anak Purnamawati Sujud mengatakan bahwa ketika seseorang sering mengonsumsi antibiotik, semakin banyak bakteri yang resisten. Hal ini karena bakteri adalah makhluk hidup yang secara natural mampu beradaptasi demi bertahan hidup.

"Penggunaan antibiotik pada manusia dan hewan yang tidak benar akan mempercepat proses ini," kata dokter yang akrab disapa Wati ini di Jakarta pada Kamis (14/11/2019).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bakteri Bermutasi

Wati mencontohkan, ketika seseorang mengonsumsi antibiotik, tidak semua bakteri penyebab penyakit akan mati. Beberapa selamat dan akan mengalami mutasi.

"Dia bisa lolos dari pengobatan dan tidak mati, dan bisa berkembang biak dengan cara memecah dirinya."

Lebih lanjut, Wati mengungkapkan bahwa sel bakteri akan membelah setiap 20 menit. Sehingga, dalam delapan jam, ada 16 juta sel bakteri membawa gen yang resisten.

Hal ini jelas berbahaya apabila seseorang mengalami penyakit akibat bakteri yang resisten.

Ketika bakteri sudah kebal dari antimikroba, maka proses pengobatan bisa lebih lama. Ini dikarenakan antibiotik merupakan sumber daya yang tidak terbaharukan dan saat ini, persediaannya menipis.

3 dari 3 halaman

Perlu waktu lama menemukan antibiotik baru

Selain itu, Wati mengatakan bahwa untuk menemukan antibiotik yang lebih kuat dibutuhkan waktu yang sangat lama hingga lebih dari 20 tahun dan menghabiskan banyak biaya.

"Bakteri untuk menjadi resisten hanya butuh waktu dua atau tiga tahun."

Karena itu, Wati menegaskan bahwa semua pihak perlu bertindak mengendalikan penggunaan antibiotik di semua sektor agar akses terhadap pengobatan tidak hilang dan kita tidak kembali ke masa di mana antibiotik belum ditemukan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.