Sukses

Kekerasan Berdampak Buruk pada Tumbuh Kembang Anak

Berhenti melakukan kekerasan pada anak.

Liputan6.com, Jakarta - Tak hanya menimbulkan korban jiwa, kekerasan ternyata juga bisa berdampak buruk pada tumbuh kembang anak. Layaknya sebuah rantai, kekerasan yang dilakukan pada anak berisiko untuk memicu perilaku kekerasan lainnya di kemudian hari.

"Akan repot kalau di rumah anak sudah dididik keras, di sekolah dididik keras juga. Anak ini nantinya bisa mendidik anaknya sama keras, lalu kapan putusnya rantai kekerasan?" kata Komisioner Bidang Pendidikan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, Rabu (30/10/2019).

Berbagai peristiwa kekerasan masih terus terjadi sepanjang 2019, salah satunya di lembaga pendidikan. Modus kekerasan yang dilakukan di sekolah berupa dicubit, dipukul, dibentak, dijemur di terik matahari, dan dihukum untuk lari mengelilingi lapangan.

Berdasarkan aduan yang diterima oleh KPAI, selama bulan Januari hingga Oktober 2019, terdapat 127 kasus kekerasan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

"Cara menghukum anak murid dengan kesalahan tertentu sebenarnya jangan dengan fisik seperti lari atau dijemur. Budaya kekerasan sudah seharusnya diputus," ucap Retno dalam acara Diskusi Publik dan Rilis Data Kekerasan di Lembaga Pendidikan Sepanjang 2019 di Kantor KPAI, Jakarta Pusat.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ajak Berdisksusi dan Buat Kesepakatan

Retno menjelaskan, ketika membuat kesalahan, anak-anak tidak menginginkan hukuman fisik. Mereka mengaku, lebih menginginkan hukuman lain seperti membersihkan taman daripada dipukul atau dicubit.

"Masih ada guru yang memiliki persepsi bahwa tidak ada cara lain mendisiplinkan anak kecuali dengan kekerasan. Budaya untuk mengajak anak berdiskusi justru tidak dibuat. Jadi budaya kekerasan fisiknya diwariskan, padahal seharusnya diputus," ucap Retno.

Berikan kesempatan berbicaraMendisiplinkan anak salah satunya bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan untuk berbicara. Cara ini merupakan bagian dari pendidikan demokrasi, yakni dengan mengizinkan anak menyampaikan pendapat.

"Ini bisa membuat anak tidak mengedepankan pukulan. Jadi kalau ada kesalahan jangan diberikan hukuman fisik, tapi bicara. Kita punya perbedaan pendapat, bicarakan. Nah, dialog seperti ini yang nampaknya belum dibangun di lingkungan pendidikan kita," kata Retno.

Penulis: Diviya Agatha

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.