Sukses

Sanksi Penunggak Iuran JKN di Negara Lain Lebih Ekstrem

Dewan Jaminan Sosial Nasional mengungkapkan sanksi bagi mereka yang tidak melaksanakan kewajiban sebagai peserta JKN di Korea Selatan sangatlah ekstrem

Liputan6.com, Yogyakarta Meski rencana sanksi bagi penunggak iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan berupa penundaan penerbitan layanan publik seperti SIM, STNK, dan paspor sudah ada sejak lama. Nyatanya, Indonesia belum menerapkan aturan tersebut.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional Ahmad Anshori mengatakan bahwa aturan semacam ini sesungguhnya sudah diterapkan di negara lain. Misalnya di Korea Selatan, mereka yang tidak melaksanakan kewajiban seperti membayar iuran JKN-nya, akan dikenakan sanksi pembekuan aset.

"Apabila dua bulan, misalnya pemberi kerja, tidak melaksanakan kewajibannya, maka seluruh asetnya dibekukan tidak bisa dijualbelikan, dia tidak bisa gunakan rekeningnya," kata Ahmad ditemui usai workshop BPJS Kesehatan di Yogyakarta beberapa waktu lalu, ditulis Senin (28/10/2019).

"Seekstrem itu. Ya ekstrem, karena ini hak asasi manusia. Ini tentang manusia bukan tentang barang-barang. Jadi bukan tentang investasi," kata Ahmad menjelaskan usai workshop BPJS Kesehatan.

Dia juga mengungkapkan bahwa peraturan di negara tersebut membuat angka kepesertaan jaminan sosialnya mencapai 99,98 persen. Hanya 0,2 persen yang tidak tertib yaitu mereka yang bermasalah atau peserta baru.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Penundaan Sanksi Tidak Tepat

Maka dari itu, Ahmad menilai bahwa keputusan menunda-nunda pelaksanaan sanksi administratif semacam itu sesungguhnya tidaklah tepat.

"Yang benar adalah, ini kita sebarluaskan bahwa ada sanksi sifatnya pembinaan," kata Ahmad.

Adapun, Ahmad menegaskan bahwa mereka yang bisa terkena sanksi adalah mereka yang sebenarnya mampu membayar iuran BPJS Kesehatan, namun tidak melakukan kewajibannya. Bukan mereka yang tidak mampu untuk melakukannya.

"Ya kalau tidak mungkin kan bukan dia tidak melaksanakan. Dia tidak bisa," kata Ahmad.

Ahmad juga menegaskan bahwa hak penunggak iuran untuk mendapatkan layanan publik tidaklah dicabut atau dibekukan. "Dia (lembaga pemberi layanan publik) memberitahukan kepada yang belum melaksanakan kewajiban ini, bahwa dia tidak dapat diterbitkan sekarang sampai dia penuhi kewajibannya. Jadi bukan tidak bisa diterbitkan," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.