Sukses

Peneliti Ungkap Ada Bagian Otak yang Berbeda Pada Seorang Pembunuh

Sebuah penelitian menemukan bahwa bagian otak tertentu pada seorang pembunuh kurang berkembang

Liputan6.com, Jakarta Para peneliti menemukan bahwa orang yang berpotensi menjadi seorang pembunuh bisa dideteksi sejak awal. Dalam sebuah studi, mereka melihat adanya kelainan di otak yang terkait dengan perilaku kekerasan.

Dalam sebuah studi pada hampir 1.000 tahanan di Amerika Serikat, peneliti mengungkapkan adanya kelainan pada otak mereka yang dipenjara karena pembunuhan. Hal ini memberikan harapan agar suatu saat, aksi kekerasan bisa dicegah dengan terapi dan pengobatan.

Para peneliti dari University of New Mexico, Albuquerque, mencoba mencari tahu lebih dalam soal apa yang ada dalam pikiran para pelaku pembunuhan. Dr. Kent Kiehl, ahli saraf dan psikolog di Mind Research Network bersama rekan-rekannya melakukan pemindaian otak MRI di sebuah penjara.

"Para tahanan sangat senang berpartisipasi dalam penelitian," kata Kiehl seperti dilansir dari New York Post pada Jumat (27/9/2019).

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bagian Otak yang Kurang Berkembang

Kiehl juga mengatakan bahwa penelitian itu memberikan mereka kesempatan untuk berinteraksi dan berbicara dengan seorang ahli

"Yang akan memberi mereka kesempatan untuk secara rahasia, berbicara mengenai semua masalah yang mungkin tak ingin mereka bagi dengan orang lain," ujarnya.

Selama sekitar 10 tahun, 998 otak narapidana dipindai. Para peneliti menemukan bahwa otak pembunuh berbeda dengan yang lainnya.

Mereka menemukan bahwa otak pelaku pembunuhan kurang berkembang pada bagian-bagian yang bertanggung jawab untuk pengendalian emosi, impulsif, dan kesadaran sosial.

3 dari 3 halaman

Aksi Pembunuhan Bisa Dicegah

Walau begitu, Kiehl percaya bahwa orang yang dilahirkan dengan perbedaan tersebut bisa dibantu dengan terapi dan obat-obatan.

"Pencegahan, itu adalah tujuan akhir," kata Kiehl.

"Saya pikir kami akan ke sana untuk menemukan area otak yang dapat menjelaskan perilaku pembunuhan," kata Dr. Hannes Vogel, kepala Neuropathology di Stanford University dalam sebuah penelitian yang terpisah.

Dalam penelitiannya pada otak tersangka penembakan massal, Stephen Paddock yang bunuh diri usai aksinya, Vogel mengesampingkan diagnosis penyakit tertentu.

"Itu berakhir dengan sebuah potongan di mikroskop yang memiliki noda khusus yang saya lihat di bawah mikroskop," kata Vogel.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.