Sukses

Banyak Zat Karsinogen, Kemenkes: Risiko Vape Lebih Berbahaya

Kemenkes menyampaikan risiko vape lebih berbahaya karena banyak mengandung zat karsinogen.

Liputan6.com, Jakarta Tren vape semakin marak diperbincangkan setelah kabar mengejutkan warga Amerika Serikat terserang penyakit paru-paru misterius. Bahaya penggunaan rokok elektrik tersebut, terlebih lagi pada kalangan remaja menjadi sorotan publik.

Menanggapi vape, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI Anung Sugihantono angkat bicara. Bahwa vape memiliki risiko lebih berbahaya ketimbang rokok konvensional.

"Vape risiko berbahayanya lebih banyak karena mengandung berbagai bahan kimia. Kandungan zat karsinogen (yang menyebabkan kanker) juga juga lebih banyak. Sama berbahayanya dengan rokok tembakau meskipun kandungannya bisa berbeda. Yang jelas bahan bakunya beracun," papar Anung saat ditemui di Hotel Sultan, Jakarta, ditulis Rabu (11/9/2019).

Yang perlu diperhatikan juga aspek keamanan lain. Perilaku penggunaan vape di kalangan anak-anak dan remaja dapat berpotensi menularkan penyakit lewat mulut.

"Belum lagi aspek keamanan lain. Perilaku vape di kalangan anak-anak bisa terjadi. Belum tentu satu orang punya satu vape (apalagi harganya yang mahal). Vape jadinya dipakai sama-sama," lanjut Anung.

"Penularan lewat mulut bisa terjadi. Ini kan yang membahayakan."

Simak Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perlu Uji Klinis

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Nila Moeloek juga mengaku, bahaya vape memang sangat berbahaya.  Pernyataan tersebut juga sesuai laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Bahaya vape sama berbahaya dengan rokok tembakau, yang mengandung minimal mengandung 4.000 bahan beracun. 

"Saya juga sudah baca penelitian. Kalau lihat tulisan-tulisan dari luar negeri memang menyatakan vape berbahaya," tambah Menkes Nila.

Menyoal salah satu produk alternatif rokok dari AS yang masuk ke Indonesia, yakni JUUL, Anung berpendapat produk rokok tersebut seharusnya melalui uji klinis sebelum beredar di pasaran.

"Ya, tetap saja harus diuji klinis dulu. Mestinya sebelum beredar harus tetap. Ada uji klinis yang dilakukan suatu lembaga independen. Kita tidak bisa mengklaim, produk itu enggak ada asap dan aman. Harus diketahui zat kimia yang terkandung di dalamnya apa saja," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.