Sukses

Pengawetan Makanan Kaleng Tak Sempurna, Hati-hati Bakteri Ini Bisa Bertahan Hidup

Ada bakteri yang bertahan hidup bila pengawetan makanan kaleng tidak sempurna.

Liputan6.com, Jakarta Proses pengawetan makanan yang tak sempurna dapat memicu tumbuhnya spora bakteri Clostridium botulinum. Bakteri bisa bertahan hidup dalam produk olahan pangan yang diawetkan, seperti dalam kaleng.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito menjelaskan, cara menghilangkan bakteri Clostridium botulinum pada makanan kaleng kemasan harus menggunakan temperatur suhu panas yang tepat.

"Kalau temperatur suhu terpenuhi sesuai aturan standar dari Codex (standardisasi pangan internasional untuk menjamin keamanan pangan). Ini juga akan menghilangkan jenis bakteri lain yang ada di dalam pangan," jelas Penny saat ditemui di Hotel Aryaduta, Jakarta, ditulis Rabu (28/8/2019).

Teknologi pengawetan makanan kalengan yang tengah diupayakan BPOM untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berupa penggunaan alat retort (pengalengan produk pangan). Produk pangan dipanaskan dalam bejana tahan panas dengan suhu 121,1 derajat Celsius selama 30 menit.

"Melalui proses pemanasan suhu tinggi, bakteri pathogen seperti Clostridium botulinum yang ada dalam produk makanan kaleng dapat dihilangkan," lanjut Penny.

Simak Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Racun bagi Tubuh

Dari banyak jenis penyakit bawaan makanan, Clostridium botulisme adalah salah satu yang paling berbahaya. Ini bisa menyebabkan kelumpuhan dan bisa mengancam jiwa, tetapi agak jarang terjadi.

Dikutip dari WebMD, Botulisme biasanya dikaitkan buah-buahan dan sayuran yang dikemas dalam kaleng. Makanan kaleng dapat membawa bakteri yang menyebabkan botulisme.

Botulisme disebabkan bakteri Clostridium botulinum (C. botulinum). Bakteri ini melepaskan neurotoxin, racun yang menyerang sistem saraf. Gejala yang akan dirasakan dimulai kelemahan pada kedua sisi wajah, lalu turun ke leher, kemudian kelemahan dialami ke seluruh tubuh.

Gejala awal lainnya termasuk mata kabur, kesulitan menelan, bicara tidak jelas, dan sesak napas. Adapun gejala lain disertai muntah, sakit perut, dan diare.

Anda mungkin mengalami kesulitan buang air kecil dan mengalami konstipasi parah. Jika Anda tidak mendapatkan perawatan, gejala dapat berlanjut pada kelumpuhan lengan dan kaki serta otot-otot yang digunakan untuk bernapas.

3 dari 3 halaman

Pengawasan dan Pendampingan

Untuk menggunakan teknologi retort, pihak UMKM perlu pendampingan dari BPOM dan para ahli pangan. Pengoperasian retort pun membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni dan punya keahlian.

"Proses pengawetan dengan teknologi retort butuh pengawasan dan pendampingan dari BPOM dan ahli. Harus diamati secara tepat, apakah panas yang dihasilkan sudah cukup membunuh bakteri-bakteri yang ada di pangan," Penny menambahkan.

Ketersediaan retort belum semua dimiliki UMKM karena harga alat terbilang mahal. Pihak UMKM dapat memanfaatkan retort di unit inkubator bisnis pangan yang ada di daerah dan lembaga tertentu.

"Perlu ada teknologi retort juga kan. Untuk itu, kita bantu UMKM. Tentunya, kualitas produk olahan pangan kaleng yang mereka buat makin berkualitas dan punya daya saing," ujar Penny.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.