Sukses

Kematian Dini Akibat Asap Kebakaran Hutan Diprediksi Capai 36 Ribu Jiwa per Tahun

Bila pengendalian kebakaran hutan tidak maksimal maka kematian dini mencapai 36 ribu jiwa setiap tahun.

Liputan6.com, Jakarta Kematian dini akibat asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bisa mencapai angka 36.000 ribu jiwa per tahun pada periode 2020 hingga 2030. Angka tersebut akan terjadi bila pengendalian karhutla tidak berjalan maksimal.

"Dari angka itu 92 persen kasus kematian dini diperkirakan akan terjadi di Indonesia, 7 persen di Malaysia, dan 1 persen di Singapura. Hasil ini merupakan penelitian gabungan kami dari Harvard University dan Columbia University," kata peneliti dari Harvard University Tianjia Liu saat memaparkan penelitiannya di Jakarta, Selasa (13/8/2019).

Hasil penelitian tersebut diperoleh dari dampak persebaran polutan PM2.5 akibat asap karhutla. Partikel polutan tersebut menyebabkan masyarakat terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

"Dampak kesehatan sangat berkaitan dengan konsentrasi kuat PM2.5. Paparan polutan yang berbahaya ini akan meningkatkan kematian dini," tambah Tianjia dalam penelitian berjudul "Fires, Smoke Exposure, and Public Health: An Integrative Framework to Maximize Health Benefits from Peatland Restoration."

 

Saksikan juga video menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kerugian Ratusan Triliu

 

Deputi Perencanaan dan Kerjasama Badan Restorasi Gambut (BRG) Budi Wardhana menegaskan, kasus karhutla yang paling besar terjadi pada September-Oktober 2015, khususnya di Sumatera dan Kalimantan. Kerugian tersebut mencapai ratusan triliun rupiah.

"Asap kebakaran mengakibatkan 69 juta orang menderita ISPA karena udara tercemar. World Bank juga menghitung kerugian materil sekitar Rp215 triliun pada saat itu," jelasnya.

Kajian kerugian World Bank tersebut sudah mencakup dampak kesehatan karena paparan PM2.5. Yang perlu kita lihat lebih jauh dampak panjangnya nanti.

"PM2.5 yang terhirup akan masuk dan beredar ke pembuluh darah. Partikel ini menempel pada pembuluh darah," lanjut Budi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.