Sukses

Perdagangan Anak di Situbondo, Modus Diiming-imingi Pekerjaan

Upaya KPAI merespons perdagangan anak di Situbondo dengan modus iming-iming pekerjaan.

Liputan6.com, Jakarta Berawal diimingi-imingi pekerjaan, lima perempuan yang diidentifikasikan usia anak dijadikan sasaran perdagangan anak. Kejadian ini terjadi di Situbondo, Jawa Timur. Pada 30 Juli 2019, Polres Situbondo menemukan dari 10 perempuan yang menjadi korban perdagangan manusia, 5 di antaranya diidentifikasi usia anak.

Dari laporan Polres Situbondo, mereka direkrut dari Kabupaten Bandung dan Kota Bandung untuk dijadikan pramusaji di sebuah rumah makan. Pada kenyataannya, nasib mereka berakhir untuk dieksploitasi secara seksual. Perdagangan manusia yang melibatkan anak ini menjadi fokus Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

"Dalam kurun waktu tahun 2019, kasus perdagangan anak untuk tujuan eksploitasi seksual masih menduduki tren tertinggi dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO0 dan eksploitasi anak di data kami," kata Komisioner KPAI Bidang Trafficking dan Eksploitasi, Ai Maryati Solihah kepada Health Liputan6.com melalui keterangan rilisnya, Kamis (1/8/2019).

Berdasarkan koordinasi dengan Dinas Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Bandung, Jawa Barat, informasi bahwa lima anak dalam situasi yang memprihatinkan ini ditemukan kepolisian.

Sebab mereka dijanjikan pekerjaan yang tidak ada hubungan dengan eksploitasi seksual, tapi saat tiba di tempat kerja, mereka harus menyetujui utang sebesar 10 juta rupiah.

Simak Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

KPAI Pantau Kasus

Menyoal perdagangan anak yang ditemukan di Situbondo, KPAI telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Deputi Perlindungan Anak dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memantau kasus ini.

Adapun KPAI akan melakukan langkah, sebagai berikut:

1. Pengawasan langsung kepada anak korban dalam memastikan proses pendampingan anak saat masuk dalam proses hukum.

"Sebab hal ini memberikan tekanan psikologis yang tidak mudah, seperti rasa takut, malu, panik dan lain-lain sehingga kebutuhan konseling dan penanganan psikologis sangat diperlukan," ujar Ai.

2. KPAI telah berkoordinasi dengan Pemprov Jabar memastikan proses rehabilitasi sosial dan pemulihan.

"Upaya ini akan dilaksanakan secara optimal setelah anak ditangani di tempat kejadian sesuai dengan standar penanganan korban TPPO. Tentunya, bukan hanya kepentingan untuk dipulangkan/reintegrasi dengan keluarga, melainkan pemulihan psikologis dan kemungkinan dampak lainnya yang diderita anak korban. Misal, rusaknya organ reproduksi dan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD)," Ai menambahkan.

3. KPAI mendorong KPPPA serta kepolisian mengembangkan proses hukum terkait pelaku, jaringan mucikari, dan germo serta rekrutmen yang menggiring anak-anak masuk dalam gurita TPPO.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.