Sukses

Studi Nyatakan Sindrom Patah Hati Terkait dengan Kanker

Para peneliti menemukan bahwa pasien kanker juga lebih rentan terkena sindrom patah hati

Liputan6.com, Jakarta Apabila selama ini penelitian lebih banyak mengaitkan antara sindrom patah hati dengan masalah jantung, sebuah studi terbaru menemukan kondisi tersebut juga memiliki hubungan dengan kanker.

Dalam sebuah penelitian yang dikepalai oleh Dr. Christian Tamplin, direktur perawatan jantung akut di University Hospital Zurich, Swiss, satu dari beberapa orang yang mengalami sindrom patah hati juga menderita kanker.

Lebih buruk lagi, kemungkinan mereka selamat dari penyakitnya lebih rendah selama lima tahun setelah diagnosis.

"Tampaknya ada interaksi yang kuat antara sindrom Takotsubo (sindrom patah hati) dan keganasan," kata Tamplin seperti dilansir dari Webmd pada Minggu (21/7/2019).

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Patah Hati Ditemukan pada Pasien Kanker

Studi yang dimuat di Journal of American Heart Association ini mempelajari lebih dari 1.600 orang dengan sindrom patah hati. Mereka direkrut dari 26 fasilitas medis di delapan negara Eropa dan Amerika Serikat.

Di antara mereka yang didiagnosis kanker, sebagian besar adalah wanita (88 persen) dengan usia rata-rata adalah 70 tahun.

Para peneliti menemukan bahwa perkiraan tingkat kanker pada wanita berusia 44 tahun dan lebih muda adalah 0,4 persen. Namun, mereka yang mengalami sindrom patah hati memiliki insiden kanker hingga 8 persen.

Sementara, pada pria usia 45 sampai 64, tingkat insiden kanker diperkirakan adalah 2 persen. Namun, angkanya pada penderita sindrom patah hati meningkat hingga 22 persen.

Adapun, jenis kanker yang paling banyak adalah kanker payudara. Penyakit lain yang dialami adalah kanker yang menyerang sistem pencernaan, saluran pernapasan, organ seks internal, dan kulit.

 

3 dari 3 halaman

Perubahan Hormon oleh Kanker

Pasien juga lebih mungkin memiliki pemicu fisik untuk sindrom patah hati. Kemungkinan, hal tersebut diakibatkan perubahan metabolik atau hormon yang disebabkan oleh kanker, bisa meningkatkan risiko sindrom patah hati.

Meski begitu, secara khusus, Tamplin mengatakan tidak jelas apa yang menyebabkan keterkaitan antara keduanya.

Guy Mintz, direktur kesehatan kardiovaskular dan lipidologi dari Northwell Health's Sandra Atlas Bass Heart Hospital di New York, Amerika Serikat menyatakan bahwa banyak pasien kanker memiliki tekanan emosi yang signifikan dan berbagai intervensi. Ini adalah pemicu paling umum yang ditemukan dalam studi tersebut.

Meski begitu, tetap ada kekurangan dari temuan ini.

"Penelitian ini terlalu kecil dan kankernya terlalu bervariasi untuk menarik kesimpulan mengenai mekanisme langsung dan interaksi dari kedua diagnosis pada umur panjang," kata Mintz.

Dia menambahkan, yang penting bagi dokter adalah mewaspadai hubungan keduanya. Sehingga, tenaga medis di kesehatan primer untuk kanker dan jantung, dapat melakukan intervensi lebih awal.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.