Sukses

Kondom Bukan Alat untuk Legalkan Seks Bebas

Kondom menjadi alat yang bisa digunakan remaja untuk melakukan seks bebas. Anggapan semacam ini masih banyak beredar di masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta Kondom menjadi alat yang bisa digunakan remaja untuk melakukan seks bebas. Anggapan semacam ini masih banyak beredar di masyarakat.

Padahal, pemakaian alat kontrasepsi kondom sesungguhnya merupakan salah satu cara untuk mencegah penyakit menular seksual, salah satunya HIV.

"Itu adalah mitos, menurut saya kita harus melihat dari cara pandang yang positif, " kata dr. Helena Rahayu Wonoadi, Direktur CSR Reckitt Benckiser pada Health Liputan6.comdi Jakarta pada Kamis (18/7/2019).

Helena mengungkapkan penelitian yang dia lakukan bersama Durex menemukan bahwa banyak remaja yang melakukan hubungan seks penetrasi di luar nikah. Dari 500 responden remaja, persentasenya mencapai 33 persen.

"Kalau anak-anak 18 sampai 20 tahun sudah melakukan hubungan penetrasi dan 50 persennya tidak menggunakan kondom, artinya mereka tidak peduli mengenai kesehatan," kata Helena.

"Risiko kehamilan juga sangat tinggi, mereka juga rentan terkena penyakit menular seksual. Sehingga ini lebih kepada preventif, kita justru melihat berkebalikan dari yang tadi menjadi mitos," ujarnya.

Dalam studi "Survei Kesehatan Reproduksi dan Edukasi Seksual oleh Kelompok Konsumen Remaja di Lima Kota Besar Indonesia" terungkap juga bagaimana para remaja memiliki perspektif seputar kondom.

Sebagian besar (41 persen) menganggap bahwa kondom sebagai alat kontrasepsi penting dan dibutuhkan. Namun, ada 24 persen yang menganggap kondom mengganggu kenikmatan dan kenyamanan saat berhubungan seks.

Selain itu, dalam aktivitas seks penetrasi, hanya 37 persen yang menganggap kondon penting digunakan. 28 persen dari responden setuju bahwa konsom penting, tapi mengganggu kenyamanan aktivitas seks penetrasi.

Wiendra Waworuntu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan RI mengatakan bahwa sesungguhnya kondom sudah banyak disediakan secara gratis oleh pemerintah. Sayangnya, pemakaiannya masih sangat rendah di masyarakat.

"Kalau di luar negeri seperti di Thailand atau ke Eropa tidak ada, semuanya berbayar, " kata Wiendra dalam konferensi pers peluncuran penelitian tersebut.

Wiendra menambahkan, pendidikan seksual dan kesehatan organ reproduksi menjadi elemen penting bagi pembelajaran kaum muda, mengingat risiko kesehatan dari kehamilan yang tidak diinginkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.