Sukses

Dianggap Kurang Maskulin, Alasan Pria Abaikan Kesehatan Mental

Stigma terkait pria yang lemah ketika mereka tidak dapat memperbaiki masalah mereka sendiri tentu masih menjadi kekhawatiran para dokter.

 

Liputan6.com, Jakarta - Stigma terkait pria yang kerap dianggap lemah jika mereka menunjukkan kekurangannya ke orang lain menjadikan kaum Adam ini abai terhadap kesehatan mental.

Dilansir dari situs Healthline pada Kamis, 18 Juli 2019, Dokter Zach Levin dari Hazelden Betty Ford Fondation mengatakan,"Bahwa ada pekerjaan yang harus kita lakukan sebagai masyarakat sehubungan dengan stigma meminta bantuan," ujarnya.

"Tidak ada yang kebal terhadap stres. Berbicara dengan orang lain tentang bagaimana hal itu memengaruhi Anda dapat menumbuhkan empati, persahabatan, dan dukungan sehingga dapat melawan perasaan terisolasi dan melawan masalah kesehatan mental," Zach menambahkan.

Pengamatan yang dilakukan oleh American Foundation untuk Pencegahan Bunuh Diri, pria yang bunuh diri sebesar 3,54 persen lebih tinggi daripada wanita pada 2017. Penelitian oleh kesehatan mental Amerika juga mengatakan bahwa enam juta pria mengalami depresi di AS setiap tahun.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terkait Kesehatan Mental

 

Lembaga Nasional Penyalahgunaan Alkohol juga menambahkan bahwa terdapat 62 ribu pria yang meninggal akibat alkohol, dibandingkan wanita yang mencapai 26.000 korban.

Dokter Raymon Hobbs, konsultan di Blue Cross Blue Shield dari Michigan ingin memberi tahu bahwa masalah mental yang tidak diobati dapat berkembang menjadi penyakit fisik terutama jika stres diobati dengan alkohol dan zat lainnya.

"Sirosis, gastritis, masalah pendarahan, perubahan pada otak. Orang-orang perlu menyadari bahwa menyembuhkan stres dengan alkohol dapat menyebabkan kelemahan fisik yang nyata," kata Raymon.

"Anda harus berbicara dengan orang yang Anda cintai. Ada banyak opsi yang dapat membantu, tetapi pertama-tama mereka harus mau mencobanya," Raymon menambahkan.

 

3 dari 3 halaman

Kapan Anda Harus Meminta Bantuan?

 

Jika Anda khawatir dengan orang yang Anda sayangi atau Anda berpikir bahwa diri sendiri membutuhkan bantuan, Raymon mengatakan untuk mengamati perilaku ini jika Anda benar-benar membutuhkan bantuan:

- Perubahan mood atau perasaan

- Perubahan kinerja kerja

- Perubahan berat badan

- Kesedihan, keputusasaan, atau anhedonia (kehilangan kesenangan dan menarik diri dari yang dulunya dianggap menyenangkan)

- Gejala fisik seperti sakit kepala dan masalah pencernaan

Jika Anda mengenali gejala-gejalan ini pada orang yang Anda sayangi, Zach menyarankan untuk mengingatkan mereka mengenai meminta bantuan bukanlah pertanda kelemahan.

"Cobalah untuk mengusulkan untuk konsultasi ke dokter spesialis untuk menentukan apakah ada masalah daripada mengusulkan program rawat inap atau rawat jalan," Zach menekankan.

Untuk mengatasi masalah ini, penting untuk menyampaikan pesan bahwa tidak masalah untuk meminta bantuan untuk diri sendiri, orang lain, atau siapa pun yang mungkin membutuhkannya.

Penulis: Febrianingsih Alamako

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini