Sukses

Takut Dihakimi, Alasan Remaja Indonesia Enggan Bicara Seks dengan Orangtua

Studi ini menemukan bahwa 61 persen anak muda takut mendapatkan penghakiman dari orangtuanya ketika mereka ingin bertanya tentang pendidikan seks.

Liputan6.com, Jakarta Orangtua punya peran dalam memberikan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi pada anak. Namun, sebuah studi menemukan bahwa remaja Indonesia masih merasa takut untuk membicarakan hal itu.

Penelitian ini dilakukan oleh Reckitt Benckiser (RB) melalui merek alat kontrasepsi Durex. Mereka melakukan sebuah survei yang dilakukan secara daring di lima kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, dan Yogyakarta terhadap 500 remaja dari berbagai usia.

Dalam pemaparan oleh dr. Helena Rahayu Wonoadi, Direktur CSR Reckitt Benckiser Indonesia di Jakarta, studi ini menemukan bahwa 61 persen anak muda takut mendapatkan penghakiman dari orangtuanya ketika mereka ingin bertanya tentang pendidikan seks.

"Semakin beranjak dewasa, semakin anak muda terus bertumbuh melewati masa pubertasnya, bukan orangtua lagi yang dipercaya," kata Helena pada Kamis (18/7/2019). Dia mengungkapkan, remaja lebih percaya pada tenaga kesehatan atau dokter untuk berdiskusi seputar pendidikan seks.

"Walaupun, orangtua masih ada di posisi nomor dua, 26 persen," kata Helena.

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Remaja lebih nyaman diskusi pendidikan seks dengan teman

Dari seluruh peserta, mayoritas remaja di Indonesia menyatakan bahwa mereka lebih suka mendiskusikan topik pendidikan seksual dan organ reproduksi kepada teman daripada orangtua. Sebanyak 41 persen responden menyatakan hal tersebut. Hanya 24 persen yang melakukan dialog dengan orangtuanya.

Meski begitu, peran orangtua terlihat ketika anak muda pertama kali mengalami tanda pubertas awal seperti mimpi basah dan hari pertama menstruasi. 52 persen remaja memilih untuk berkonsultasi dan mendiskusikan pengalaman pertamanya dengan orangtua.

Seiring berjalannya waktu, teman menjadi tempat yang nyaman untuk membahas seputar topik yang kerap dianggap tabu ini. Khususnya ketika tanda pubertas pertama telah remaja lewati.

3 dari 3 halaman

Studi lanjutan

Melalui penelitian ini, keluarga di Indonesia didorong untuk kembali mengambil peran sebagai penasehat anak, serta menjadi sumber informasi terpercaya tentang kesehatan seksual dan organ reproduksi, juga menemani mereka melewati tahap pertumbuhan.

"Karena itu, sangat penting bagi remaja dan orangtua untuk bersikap saling terbuka terutama untuk mengetahui informasi penting tentang penyakit menular seksual, risiko kesehatan pada kehamilan, dan pernikahan di bawah usia 20 tahun, " ujar Srinivasan Appan, General Manager Reckitt Benckiser Indonesia.

"Serta perlindungan organ reproduksi yang belum disampaikan oleh keluarga sejak dini tentang pengetahuan hubungan seksual, yang dapat mempengaruhi masa depan mereka, " tambahnya.

Kepada Health Liputan6.com, Helena menyatakan bahwa masih akan ada studi lanjutan terkait hal ini.

"Saya katakan penelitian ini belum selesai, nanti kami juga akan menyasar pada pasangan muda dan pasangan menikah. Jadi akan ada interaksi, " kata Helena.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.