Sukses

4 Efek Cyberbullying pada Anak Menurut KPAI

KPAI membeberkan efek cyberbullying pada anak.

Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan dampak cyberbullying pada anak bisa sangat membahayakan. Dalam kunjungan KPAI ke 40 sekolah di berbagai daerah di Indonesia, banyak anak-anak yang menceritakan pernah mengalami bullying, terutama cyberbullying. 

"Dalam beberapa kasus, anak bahkan sampai bunuh diri. Itu bukan satu-dua kasus saja. Pada 2017, ada kasus bunuh diri akibat cyberbullying yang menimpa anak perempuan di Bangkiang, Riau. Sekarang cyberbullying itu bisa menimpa siapa saja, mau anak itu cantik, pintar, ganteng," jelas Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti saat ditemui di Kantor KPAI, Jakarta, ditulis Selasa (16/4/2019).

Retno menjelaskan lebih lanjut soal dampak cyber bullying yang dinilai sangat berat buat anak. Pertama, terbukanya rahasia dan privasi. Ini tampak di semua kasus.

"Saya pernah menangani kasus di salah satu sekolah swasta di Jakarta Utara. Anak itu membuat video, lalu memaki-maki gurunya dengan dubbing. Kata-katanya kasar dan tidak senonoh. Dia mengunggah video ke akun media sosialnya," lanjut Retno.

Setelah 2 jam tayang, anak ini dengan cepat menutup akun media sosialnya. Ia terhindar dari cyberbullying. Di keterangan video ada pesan jahat dan teks bernada menghina dan menghujat.

 

 

Simak video menarik berikut ini:

Saksikan Juga Video Menarik Berikut

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Niat balas dendam

Kedua, niat balas dendam. Dampak cyberbullying memicu seseorang untuk balas dendam. Niat balas dendam bisa terjebak dalam siklus yang membuat anak yang tadinya korban menjadi pelaku juga.

"Setelah proses hukum misalnya, dia tidak terima lalu melakukan tindakan negatif. Kami ingin mengembalikan anak pada posisi semula, yang tidak ada dendam," ujar Retno.

Ketiga, anak bisa merasa terisolasi. Ketika anak-anak menutup akun media sosial, ada perasaan terisolasi.

"Kayak enggak ada semangat untuk hidup. Ini karena genggaman (mainan) dia sehari-hari ya itu (media sosial) di zaman sekarang," Retno menambahkan.

3 dari 3 halaman

Bisa Memicu Keinginan Bunuh Diri

Keempat, bunuh diri. Di media sosial, kita tidak mengenal siapa yang memaki-maki dan diserang dengan hujatan. Kondisi yang terjepit itu pun kita sendiri tidak bisa melakukan pembelaan diri. Apapun yang dilakukan adalah salah.

"Akibatnya, memengaruhi kesehatan, seperti sulit tidur dan tidak tenang juga pusing kepala. Pada akhirnya, tidak tahan dengan hidup dan berujung bunuh diri," tambah Retno.

Perundungan cyber bullying juga pernah terjadi di Malingping, Lebak, Banten. Bermula dari pertengkaran di media sosial, lantas berujung perkelahian.

"Ngeri memang media sosial. Orangtua harus memantau dan mengawasi media sosial anak. Ada juga kasus tawuran pelajar yang pernah kami tangani. Mereka bahkan janjian tawuran itu diunggah ke media sosial. Nah, tidak ada satu orangtua pun yang tahu soal itu," ujar Retno.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.