Sukses

Kasus Justice for Audrey, Psikolog: Ini Sudah Bukan Bullying Lagi

Kejadian yang menggema di media sosial dengan tagar Justice for Audrey ini sudah masuk dalam kategori kekerasan.

Liputan6.com, Jakarta Kasus pengeroyokan sekelompok siswa SMA terhadap siswi SMP yang terjadi di Pontianak, Kalimantan Barat sudah tidak bisa lagi disebut sebagai perundungan atau bullying. Kejadian yang menggema di media sosial dengan tagar Justice for Audrey ini sudah masuk dalam kategori kekerasan.  

"Menurut saya kejadiannya mungkin diawali bullying, tapi ketika sudah terjadi pengeroyokan yang begitu sadis sudah dapat dikategorikan sebagai violence (kekerasan), " kata Ratna Djuwita, psikolog sosial Universitas Indonesia ketika dihubungi Health Liputan6.com pada Rabu (10/4/2019).

Ratna mengatakan bahwa apabila bermula dari ledek-ledekkan di media sosial, hal itu belum bisa masuk sebagai perundungan karena status keduanya adalah setara. Namun, jika sudah masuk ke kejadian di mana korban dijemput dan dikeroyok hingga tidak berhenti, ranahnya bukan lagi sekadar perundungan dan bisa masuk kategori pidana. 

"Mungkin saja pelakunya punya masalah psikologis yang serius. Karena biasanya kalau orang normal, umumnya saat berkelahi dan melihat korbannya jatuh atau terluka, tidak akan diteruskan," ujar Ratna.

Meskipun begitu tetap harus ada pemeriksaan lebih lanjut untuk mengonfirmasi hal ini. 

"Saya hanya berasumsi. Karena mengapa kok bisa dia meluapkan amarahnya hingga begitu besar. Belum tentu dia orang yang punya gangguan parah, tapi paling tidak harusnya bisa mengelola emosi," tambahnya. 

 

 

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perbedaan Bullying dan Kekerasan

Kekerasan berbeda dari perundungan. Dalam bullying atau perundungan, perasaan agresif akan terasa namun tidak sampai mengarah pada kekerasan secara fisik.

Di sisi lain, Ratna menyayangkan bahwa masih banyak orang yang melihat tanpa membantu korban serta malah menertawai dan membantu pelaku. Hal ini cukup menunjukkan bahwa ada yang salah dengan pendidikan di Indonesia. 

"Itu yang perlu dibahas. Ada apa dengan pendidikan kita," kata Ratna. 

Ratna sendiri mengatakan bahwa kasus ini menjadi tantangan untuk dunia pendidikan di Indonesia. Khususnya mengenai penanaman empati dan keberanian untuk berani membela kebenaran.  

 

 

3 dari 3 halaman

Awal Kasus

Dilaporkan Liputan6.com sebelumnya, korban dan orangtuanya baru melaporkan peristiwa ini satu minggu setelah kejadian berlangsung, seperti diungkap Kasat Reskrim Polresta Pontianak Kompol Husni Ramli.

"Setelah diterima pengaduan, selanjutnya dilakukan visum, dan baru kemarin kami menarik perkara ini dari Polsek Selatan untuk dilimpahkan ke Polresta Pontianak guna penanganan lebih lanjut," jelas dia.

Sementara hingga kini, polisi belum melakukan pemeriksaan terhadap para pelaku pengeroyokan. Kata Husni pihaknya masih melengkapi saksi-saksi dan sedang berkoordinasi dengan rumah sakit untuk mengetahui rekam medis korban.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.