Sukses

Berbagai Risiko yang Intai Pasien Transplantasi Sumsum Tulang

Sebelum melakukan transplantasi sumsum tulang, pasien yang menjalani kemoterapi sudah diintai oleh banyak risiko

Liputan6.com, Jakarta Transplantasi sumsum tulang seperti yang bakal dijalani Ani Yudhoyono bukan tanpa risiko. Walaupun sudah banyak dilakukan, tetap saja prosedur ini rumit dan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan.

Ahli kanker dokter Andhika Rachman mengungkapkan faktor keberhasilan dalam transplantasi sumsum tulang dilihat dari banyak hal. Tiga di antaranya adalah pasien, pendonor, serta layanan kesehatan.

Selain itu, pasien juga harus tetap menjalani perawatan dan pemantauan pasca prosedur tersebut untuk melihat apakah sel kanker kembali atau ada reaksi penolakan atau tidak.

"Ketika belum menjalani transplantasi pun (tetap ada risiko), karena dia kan kemoterapi. Namanya kemo ablatis kalau kita bilang. Ini artinya sumsum tulang akan benar-benar habis sehingga tidak menghasilkan sel darah merah, darah putih, atau trombosit," kata Andhika ketika dihubungi Health Liputan6.com Jumat (8/3/2019).

Kondisi pasien tersebut membuat pasien lebih rentan terserang penyakit karena imunitas tubuh menurun. Maka dari itu, orang tersebut mau tidak mau harus berada dalam ruangan yang steril selama menjalani perawatan yang dia terima.

Simak juga video menarik berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rambut rontok hingga diare

Saat berada dalam kamar steril ini bisa membuat seseorang terkena depresi. Pasien sulit melakukan kontak secara langsung dengan pembesuknya baik keluarga atau temannya.

"Kontak hanya lewat kaca, memakai masker, setiap hari dia harus menjalani sterilisasi seperti mandi dengan Betadine dan yang lainnya," ungkap Andhika.

Selain itu, kemoterapi yang harus dijalani pasien sendiri juga akan mengalami kerontokan rambut akibat sumsum tulang yang tidak lagi memproduksi sel-sel darah atau tubuh yang pertumbuhannya sangat cepat seperti rambut. Tidak hanya itu, ada kemungkinan pasien terkena diare tanpa henti serta penampilan yang berubah.

"Makan juga menjadi tidak ada rasanya. Dan yang paling menghantui adalah infeksi baik bakteri, jamur, virus, selalu menghantui. Jadi ketika kita melakukan transplantasi pasti bertaburan dengan antibiotik, antijamur, dan antivirus," kata Andhika.

Pasca transplantasi sendiri, pasien juga bisa saja terkena sel kanker lagi. Selain itu, reaksi penolakan bisa muncul jika produk darah yang didonorkan tidak sesuai dengan tubuh pasien karena jauhnya kekerabatan dengan pasien.

"Jika kekerabatannya jauh seperti sepupu, terjadinya reaksi penolakan akan tinggi."

"Yang dikhawatirkan juga adalah terjadinya graft-versus-host disease (GVHD). Jadi sumsum tulang yang diberikan dirusak oleh antibodi di tubuh. Ini yang ditakutkan karena dalam posisi itu pasien bisa saja meninggal karena proses tersebut," kata Andhika memaparkan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.