Sukses

Kontroversial, Ilmuwan Ciptakan Kloning Monyet Depresi untuk Percobaan

Monyet kloning yang mendapatkan penyuntingan gen ini nantinya akan mengalami berbagai gejala terkait gangguan sirkadian seperti kesulitan tidur, kecemasan, dan depresi

Liputan6.com, Jakarta Sebuah penelitian kontroversial lagi-lagi dilakukan di Tiongkok. Lima ekor monyet kloning dilahirkan dengan gen yang telah diubah, untuk digunakan dalam percobaan.

Dilansir dari New York Post pada Selasa (29/1/2019), eksperimen ini dilakukan sebagai langkah pertama untuk menciptakan populasi kera yang sakit sebagai bahan percobaan. Namun, beberapa ahli menganggap ini adalah suatu hal yang mengerikan.

Monyet-monyet ini diciptakan dengan teknik yang hampir mirip dengan percobaan kloning Dolly si domba yang lahir di akhir tahun 90-an. Para ilmuwan mengkloning monyet yang gennya telah diubah agar menghilangkan sebuah gen vital yang berfungsi mengatur ritme sirkadian tubuh.

Mereka berharap, monyet-monyet "sakit" ini ini bisa digunakan untuk percobaan yang membutuhkan pengujian pada hewan.

"Penggunaan primata dalam penelitian dan pengujian ilmiah adalah masalah yang sangat memprihatinkan bagi komunitas perlindungan hewan dan masyarakat di seluruh dunia," kata Head of Research Animals Royal Society for the Prevention of Cruelty to Animals (RSCPA) Dr. Penny Hawkins pada The Sun.

"Secara genetik, memanipulasi dan mengkloning hewan adalah praktik yang mengerikan dan menyebabkan hewan menderita," kata Science Policy Advisor di PETA UK Dr. Julia Baines.

 

Simak juga video menarik berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Membawa penyakit

Monyet-monyet "buatan" para peneliti di Chinese Academy of Sciences Institute of Neuroscience ini menyunting gen yang terkait dengan ritme sirkadian. Di awal percobaan, hewan-hewan ini menunjukkan gejala terkait gangguan sirkadian. Beberapa diantaranya termasuk berkurangnya waktu tidur, peningkatan gerakan di malam hari, kecemasan dan depresi, serta perilaku seperti skizofrenia.

"Gangguan ritme sirkadian dapat menyebabkan banyak penyakit pada manusia termasuk gangguan tidur, diabetes melitus, kanker, dan penyakit neurodegeneratif," kata penulis senior studi ini Hung-Chun Chang dalam National Science Review.

"Jadi, monyet kami bisa digunakan untuk mempelajari patogenesis penyakit, serta perawatan terapeutik," tambahnya.

Kepala Institute of Neuroscience Chinese Academy of Sciences Mu-ming Poo, mengatakan, pihaknya bekerja dengan monyet yang mendapatkan penyuntingan gen dan dikloning dengan penyakit Alzheimer, Parkinson, dan sindrom Angelman. Mereka tidak akan mencoba pada hewan lain.

"Penggunaan monyet daripada tikus sebagai model penyakit akan sangat meningkatkan tingkat keberhasilan uji klinis yang masing-masing membutuhkan lebih dari satu miliar biaya dan melibatkan ribuan subjek manusia," kata ming Poo.

 

3 dari 3 halaman

Penderitaan pada hewan

Baines mengatakan, eksperimen ini membuat hewan-hewan tersebut rentan mengalami berbagai penderitaan.

"Seolah-olah itu tidak cukup dalam studi ini, para peneliti berencana untuk mengkloning hanya individu yang menunjukkan penderitaan paling parah," kata Baines.

"Monyet yang disalahgunakan ini tidak akan secara akurat meniru penyakit manusia, karena kondisi ini tidak disebabkan oleh satu mutasi genetik tunggal," tambahnya.

"Secara genetik memanipulasi dan mengkloning hewan tidak akan menyelesaikan masalah medis manusia, tetapi pasti akan menyebabkan makhluk-makhluk yang cerdas dan sensitif ini menderita seumur hidup."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.